Target pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah Kesehatan (RPP Kesehatan) mengalami kemunduran dari rencana awal pada November 2023. Kondisi ini disebabkan oleh kebutuhan untuk tetap menjaga stabilitas dan kesejahteraan petani dari industri tembakau.
Haris Darmawan, Koordinator Tanaman Semusim, Kementerian Pertanian menyebutkan dalam forum diskusi yang diselenggarakan oleh INDEF, 20 Desember 2023 lalu bahwa sebaiknya pengaturan pada zat adiktif dapat dipisah dari RPP sehubung dengan dampak yang ditimbulkan terhadap kesejahteraan petani tembakau.
“Setidaknya terdapat beberapa dampak RPP Kesehatan terhadap petani diantaranya menurunnya daya serap industri terhadap hasil tembakau petani, hilangnya mata pencaharian bagi sejumlah petani, buruh tani tembakau, maupun petani cengkeh, dan meningkatkan pengangguran yang berasal dari petani, buruh tani tembakau, dan petani cengkeh,” kata Haris.
Untuk mendalami dinamika dalam harmonisasi RPP Kesehatan, tim Prohealth.id mewawancarai Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Kementerian Pertanian Muhammad Rizal Ismail pada akhir November 2023 lalu. Berikut kutipan wawancara tersebut.
Saat ini sedang harmonisasi RPP Kesehatan. Bagaimana tanggapan Kementan?
Kami dari Kementan mengusulkan terkait komoditas sudah ada redaksi perubahan, sudah cukup. Kami juga sudah bersurat ke Kemenkes, terkait dengan diversifikasi alih komoditas.
Sekarang tahapannya sudah di Kemenkumham. Untuk teknis diversifikasi leading sector-nya tetap di Kemenkumham, atau tetap leading sector-nya diserahkan Kementan yang bertanggung jawab?
Kami dari awal mengusulkan, RPP ini terlalu luas. Kalau bisa terkait dengan tembakau ini terkait dengan UU kesehatan, punya RPP sendiri.
Apa alasannya perlu dipisah untuk RPP Kesehatan, Pak?
Karena ada hampir seribu pasal, jadi pembahasannya tidak tuntas. Walaupun kami terkait dengan komoditas dan diversifikasi di hulu, tetapi dalam hemat kami, itu diversifikasi turunan produk tembak.
Kalau boleh dijabarkan, alih komoditas apa saja yang ditawarkan Kemenkes dan Kemenkumham kepada Kementan?
Nah, pasal saking banyaknya, setiap rapat berubah. Terakhir di pasal 457 Kementan bertanggung jawab mendorong diversifikasi alih tanaman tembakau. Kami memberi masukan ini terkait ada PP, UU No 2, UU tentang Budidaya Pertanian, dan UU 92 tentang produk turunan.
Apa yang menjadi usulan dan keresahan utama Kementan dari kerumitan pasal itu?
Kami di Kementan punya tugas melindungi wilayah dengan karakteristik budidaya tembakau seperti NTB, Jawa Barat, Jawa Timur, itu spesifik geografis. Melarang petani kami membuat alih fungsi tanaman. Tembakau itu legal bukan illegal, zat adiktif itu debatable. Justru kami melestarikan, di aturan turunan kami tidak bisa melarang petani, mereka punya kebebasan.

Sekarang ini apakah masih bertentangan?
(Yang) ini sudah termasuk, dalam rangka pengembangan diversifikasi produk dan penggunaannya sebagai produk kesehatan, mendorong dan menfasilitasi diversifikasi tanaman tembakau. Tapi tidak jelas nih kami mendorong produk elih fungsi tembakau. Padahal kami punya tembakau khas daerah yang harus kami lestarikan.
Untuk produksi rokok, tembakau yang digunakan tetap tembakau impor, atau tembakau yang dipakai hanya dari Lombok? Sebenarnya trennya seperti apa?
Ya, jumlahnya memang menurun.
RPP ini beririsan dengan UU Perkebunan. Kemenko Perekonomian garap aturan baru industri hasil tembakau, tanaman tembakau ini apakah hanya dijadikan rokok?
Ada tembakau yang tidak bisa ditanam, Virginia Cuma ada di Lombok, tapi kami sulit. Tiga varietas ini impor untuk ekspor, Cigaret Putih Mesin. Ada tiga varietas ini sangat sedikit di produksi di Indonesia. Tembakau di daerah akan berubah sesuai nama daerahnya, ini nanti akan Impor untuk ekspor.
Jadi kondisinya bisa dibuat untuk apa saja selain rokok?
Begini, 98 persen tembakau untuk rokok belum masuk ke diversifikasi produk. Itu baru bersifat penelitian untuk bisa dijadikan parfum, dll. Untuk tembakau lokal juga masih kekurangan untuk men-supply industri hasil tembakau. Yang irisan dengan RPP kan bertolak belakang dengan UU no 22 tahun 2019 karena petani berhak menanam yang mereka inginkan. Sementara RPP kesehatan mendorong produk lain.
Artinya, regulasi perlu memberi ruang ke petani yang sesuai dengan yang sesuai dengan kebutuhan ekonominya?
Karena tembakau lahannya spesifik tidak bisa ditanam dimana saja. Makanya Virginia hanya hidup di Lombokm dan itu kadarnya beda nikotinnya, untuk perokok ekspor. Kami mengembangkan varietas Virginia untuk substitusi impornya, kami berusaha jangan terlalu banyak impor.
Berapa persen keberhasilannya?
Cukup bagus, kami usul untuk menanam Virginia di Lombok, alasannya macam-macam.
Tembakau itu berpengaruh dengan kondisi cuaca, terkait dengan curah hujan?
Temanggung bagus, dengan adanya el nino justru menguntungkan. Kalau komoditas tebu atau padi kita merasakan produksinya turun, kalau tembakau tidak berpengaruh.
Bagaimana Kementan melidungi kesejahteraan petani?
Anggaran di Kementan kecil, kami banyak mengawal kegiatan itu, BBHT, kegiatannya macam-macam, ada kegiatan kesehatan, pertanian, komposisi di pertanian 20 persen, ada kegiatan bantuan sosial.
Kesejahteraan masyarakat misalnya; pembinaan lingkungan sosial, peningkatan kualitas bahan baku itu tupoksi Kementan, penggunaannya paling sedikit untuk kesehatan. Kenyataan 99 persen untuk kesehatan, kami berusaha, APBN itu kecil cuma stimulan.
Untuk kesejahteraan masyarakat ini seperti apa pembagiannya?
Di 2021 jelas pembagiannya tadinya 99 persen untuk kesehatan padahal itu dihasilkan dari cukai rokok, protes deh semua. Kenapa hasil itu dikembalikan untuk kesehatan. RPP tadinya mengendalikan, akhirnya jadi melarang, zat adikitif kan pengendalian tapi tidak memaksakan untuk beralih.
Jadi 20 persen kami dorong untuk peningkatan bahan baku, selain bantuan 6dari APBN 20 persen dari Rp5 triliun cukup besar, kami bagiannya Rp5 triliun. Lombok adalah sentranya Virginia, kami dorong jangan karena anggaran APBN sedikit, maka kami pakai dana DBH.
Kalau ini kan ada penggunaan yang beririsan, apakah jadinya semua kementerian punya semangat masing-masing?
Nah, ini menjadi kendala karena ini Omnibus Law. RPP harus jadi setelah UU diselesaikan.
Apakah penyelesainya harus melalui rapat kebinet?
Memang ruang lingkupnya terlalu besar. Hampir mungkin disebutkan tentanga kerja Kementerian Perindustrian, Kemenkoperekonomian dan PMK. Mereka juga menginginkan zat adiktif dibahas sendiri. Kami tidak pernah ikut diundang, tetapi biro hukum minta teknisnya kepada kami.
Apa yang akhirnya terjadi, Pak?
Ya pernah akhirnya kami menolak pasal yang ditawarkan karena bertentangan UU No 12. Kalau diberlakukan isi rokok 20 ini akan memukul (industri) kita.
Perpres Industri hasil tembakau, terlihat ada semangat investasi dan semangat kesehatan. Sikap Kementan seperti apa?
Ada pasal minimal kemasan 20 batang. Teman-teman industri sering menolak kalau diberlakukan karena investasi tidak sedikit, akan memukul hulunya, supply bahan bakunya terdampak. Dampaknya banyak. Untuk sikap Kementan, terkait aturan pasti arahnya masyarakat petani, hanya perlu dialihfungsikan. Kalau ini diatur, isu awalnya tingkat konsumsi banyak pelajar.
Iya karena adasi misi presiden RPJMN ada menurunkan prevalansi perokok anak? Bagaimana mengatasi target pemerintah ini?
Ya itu dibatasi saja pembelinya. Pencegahan di bawah usia, bukan mematikan petani kita. Target diturunkan di program kerja, pendekatan fiskal, cukai dari rokok ilegal, pengawasan sudah ada Keppres yang keluarkan Pak Jokowi Desember yaitu pelarangan rokok Batangan.
Nah, jadi ini ini ranahnya perdagangan dan perindustrian?
Makanya ada penegakan hukum leading sectornya bea cukai untuk rokok illegal, kalau di daerah ada Satpol PP di daerah. Satpol PP ranahnya ada KTR, leading-nya Kemendagri.
Karena ini multistakeholder, dari kejadian beberapa perda yang mau digantikan menunggu PP. Semangat harmonisasinya adalah ada petani, buruh tani dan insutri rokok, tetapi anak-anak jadi korban dari media sosial karena PP 109 lahir jauh sebelum medsos. Bagaimana sikap Kementan?
Kami mendukung target RPJMN, tapi di sisi lain kami mendorong kesejahteraan petani kita, terutama tembakau. Apalagi kita punya kualitas (tembakau) lokal dari sisi potensi penyerapan tenaga kerja sangat besar. Tembakau tak butuh SDM kualitas tinggi. Dari aspek ekonomi hampir Rp200 triliun. Lalu ada DBHCHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau), yang salah satu yang pengaturannya sudah sempurna karena pengaturan untuk masyarakat sudah lebih mantap
UU Kesehatan yang disahkan apakah itu tinggal dijalankan?
Itu sudah berjalan, iklan rokok PHW harus 90 persen, industri punya brand harus kelihatan. Semua tenggorokan pada bolong-bolong, rokok ilegal saja ikut naik apalagi dengan itu. Kalau ranah Kementan terkait dengan produktifitas petani, kami mendukung UU.
Khusus untuk menyikapi kepentingan petani, bagaimana Kementan menyelaraskan amanat dari UU?
Tembakau ini tanah turun temurun, biasanya tanam tembakau dengan adanya UU langsung alih fungsi. Bukan cuma alih fungsi pola tanahnya, perkembangannya beda. Apalagi dengan ini kita memberikan peluang kepada petani dengan tanaman lain.
Cara meyakinkan petani alih fungsi, apakah sudah dipikirkan?
Makanya diversifikasi tanaman, supaya petani tembakau bisa mengembangkan tanaman lain untuk menambah pendapatan. Diversifikasi tanaman bisa dijalankan, atau misal pembagian lahan, setengahnya untuk tembakau setengahnya untuk yang lain. Untuk jadi eksportir utama belum, karena ada beberapa varian yang kita tidak bisa tanam.
Discussion about this post