Dublin, Prohealth.id – The World Health Organization (WHO) merilis laporan terbaru dengan Global Tobacco Epidemic 2025 bersamaan dengan kegiatan World Conference on Tobacco Control di Dublin, Irlandia.
Laporan ini berisikan peringattan dan aksi yang perlu segera dilakukan untuk mengendalikan konsumsi rokok mengingat geliat dan intervensi industri rokok makin nyata dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini menyebabkan kebijakan pengendalian konsumsi rokok menjadi lebih sulit dan membutuhkan kontrol lebih untuk penurunan konsumsi.
Dalam laporan ini fokus WHO masih pada enam tahapan utama membuat pengendalian rokok di setiap negara berbasis rumusan WHO MPOWER tobacco control measures.
Pertama, pentingnya melakukan monitoring pada konsumsi tembakau dan kebijakan preventif dari efek kecanduan. Kedua, upaya memproteksi masyarakat dari efek samping negative rokok dan menjamin legislasi yang berorientasi pada perbaikan kualitas udara bersih. Ketiga, menjamin adanya fasilitas untuk masyarakat berhenti merokok seperti Layanan/Unit Berhenti Merokok (UBM).
Keempat, peringatan akan bahaya penggunaan rokok dan kemasan rokok yang lebih diatur di media massa. Kelima, mendesak adanya pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok secara terbuka kepada publik. Keenam, menaikkan cukai rokok.
Sejak 2017, sebanyak 155 negara di dunia sudah mengimplementasikan rumusan WHO ini yaitu MPOWER untuk menjamin penurunan prevalensi perokok. Saat ini, lebih dari 6,1 miliar masyarakat dunia yang mana adalah sepertiga dari populasi dunia sudah terselamatkan berkat regulasi ini. Terbukti dari pencapaian tahun 2007 yang hanya berhasil menyelamatkan sekitar 1 triliun orang di dunia.
Empat negara yang sudah mengimplementasi enam rumusan MPOWER adalah; Brazil, Mauritius, Belanda, dan Turki. Sebanyak 7 negara di dunia sudah cukup sempurna menerapkan rumusan MPOWER dan aturan yang ketat soal rokok yakni; Ethiopioa, Irlandia, Yordania, Meksiko, Selandia Baru, Slovenia, dan Spanyol.
Sayangnya, ada selisih yang cukup besar karena masih ada 40 negara di dunia yang belum menerapkan MPOWER dengan baik. Lebih dari 30 negara bahkan masih mengizinkan diskon bagi rokok tanpa adanya peringatan kesehatan yang tegas.
Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO menyatakan, 20 tahun lebih proses adaptasi WHO Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), terbukti banyak yang sudah berhasil. Meski demikian, industri rokok juga tak tinggal diam dan terus melakukan inovasi serta kampanye memuluskan usahanya.
“Dengan mempersatukan sains, kebijakan, dan kebijakan politik yang baik, inilah waktu Dimana tembakau tidak akan lagi diklaim sebagai bahan yang baik bagi kesehatan dan ekonomi. Bersama, kita bisa hentikan epidemi tembakau,” kata Tedros.
Asal tahu saja, WHO Global Tobacco Epidemic 2025 report, mendapatkan dukungan dari Bloomberg Philanthropies. Laporan ini dirilis dalam kegiatan Bloomberg Philanthropies Awards for Global Tobacco Control tahun 2025. Penghargaan ini diberikan kepada sejumlah pemerintahan dan kelompok masyarakat sipil (NGO) yang mendorong regulasi pengendalian tembakau.
Michael R. Bloomberg, Pendiri Bloomberg LP dan Bloomberg Philanthropies juga selaku WHO Global Ambassador for Noncommunicable Diseases and Injuries menyatakan, Bloomberg Philanthropies sudah mendukung aturan ini sejak 2007. Memang terjadi banyak perubahan dalam dunia dan negara utamanya dalam mencapai upaya preventif pengendalian tembakau. Jalannya masih panjang menurut Michael.
“Bloomberg Philanthropies sangat berkomitmen pada kerja-kerja WHO yang krusial untuk menyelamatkan banyak nyawa masyarakat dunia,” tegasnya
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post