Jakarta, Prohealth.id- Kehadiran dokter spesialis adalah aspek penting dalam menjaga kesehatan suatu negara. Sayangnya, di Indonesia, rasio ketersediaan dokter masih terbilang rendah. Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan, rasio antara dokter spesialis dan penduduk di Indonesia hanya berkisar di angka 0,28 dokter spesialis per 1.000 penduduk. Angka ini menunjukan bahwa setidaknya, Indonesia masih kekurangan sekitar 29.179 dokter spesialis untuk menunjang sistem kesehatannya.
Tidak hanya jumlahnya yang sedikit, kehadirannya yang tidak merata juga menjadi persoalan tambahan. Masih dikutip dari kemkes.go.id, lebih dari setengah jumlah dokter spesialis nyatanya hanya terpusat di Pulau Jawa. Hal ini tentunya menjadi persoalan serius, mengingat penduduk Indonesia tidak hanya tersebar di Pulau Jawa.
Merespon hal tersebut, Kementerian Kesehatan baru-baru ini meluncurkan sebuah upaya terobosan untuk penambahan jumlah dan juga pemerataan dokter spesialis. Secara resmi, program pemerataan ini diluncurkan pada Senin (6/5) di RSAB Harapan Kita, Jakarta. Program yang bertajuk Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan (hospital based) ini diluncurkan langsung oleh Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi.
Pada momen peluncuran program tersebut, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan beberapa hal terkait pentingnya menyelenggarakan program pendidikan dokter spesialis di Rumah Sakit Pendidikan.
“Kita memerlukan terobosan, kita harus berani memulai. Dengan 24 fakultas kedokteran yang dapat menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis dan 420 rumah sakit dari 3.000 RS di Indonesia berpotensi menjadi Rumah Sakit Pendidikan, ini harus dijalankan bersama-sama agar segera menghasilkan dokter spesialis yang sebanyak-banyaknya dengan standar Internasional,” ujar Presiden Jokowi.
Apa itu Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan?
Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan (hospital based) adalah sebuah upaya peningkatan produksi dokter spesialis dengan lokasi pendidikan yang dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSP-PU). Pada praktiknya, lulusan dari program ini diharapkan memiliki kompetensi yang sama dengan dokter spesialis lulusan university based. Hal ini disampaikan langsung oleh drg. Arianti Anaya, MKM, Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI saat diwawancarai oleh tim Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan.
“Hospital based ini program unggulan dari transformasi sumber daya kesehatan. Lulusannya harus berkualitas setara internasional. Harus sama juga dengan lulusan university based,” ucap drg. Arianti pada Sabtu (3/5) di Jakarta.
Selain itu, drg. Arianti juga menyampaikan bahwa program ini secara prioritas, akan menyasar peserta dari Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
“Sasaran utama pesertanya, pertama dari Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan, DTPK ya, daerah tertinggal atau terjauh. Kedua, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berada dari DTPK. Dengan tujuan, kalau PNS di daerah Jawa kan dia tidak bisa mengabdi kembali ke Pulau Jawa, karena kan Pulau Jawa tingkat rasio dokter spesialisnya sudah terlalu tinggi. Ketiga, prioritas juga untuk non-PNS, terutama dari DTPK,” ungkapnya.
Meskipun berfokus pada peserta dari Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), program ini tetap diselenggarakan dengan proses rekrutmen terbuka. Setelah proses rekrutmen, penempatan daerah prioritas atau lokus peserta setelah menyelesaikan pendidikan akan ditetapkan oleh Kemenkes sesuai perencanaan kebutuhan dokter spesialis di tiap daerah.
Penyelenggara PPDS Berbasis Rumah Sakit sendiri direncanakan akan dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia. Hingga saat ini, sudah ada 6 RS milik Kementerian Kesehatan yang ditunjuk sebagai RSP-PU Pilot/ percontohan untuk program yang satu ini. Rumah Sakit tersebut antara lain, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita: program studi jantung (6 kuota), RS Anak dan Bunda Harapan Kita: program studi anak (6 kuota), RS Ortopedi Soeharso: program studi orthopaedi dan traumatologi (10 kuota), RS Mata Cicendo: program studi mata (5 kuota), RS Pusat Otak Nasional: program studi saraf (5 kuota), dan juga RS Kanker Dharmais: program studi onkologi radiasi (6 kuota).
Sebagai proyeksi di masa mendatang, nantinya, Kemenkes juga akan menambah RSP-PU Hospital Based. Tidak hanya itu, Kementerian Kesehatan juga berencana akan menggandeng beberapa rumah sakit swasta untuk turut terlibat.
PPDS Berbasis Rumah Sakit sendiri bukan pertama kali diterapkan di sebuah negara. Sebelumnya, praktik ini juga sudah diterapkan di banyak negara maju antara lain Inggris, Amerika, dan juga Jerman.
Editor: Irsyan Hasyim
Discussion about this post