Jakarta, Prohealth.id – Obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman khas merupakan salah satu sarana alternatif pengembangan kesehatan masyarakat.
Salah satu jenis tanaman yang bisa memiliki khasiat obat-obatan adalah kelor. Tumbuhan kelor memiliki daun, biji, dan akar yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Kelor telah lama dikenal sebagai tanaman obat yang berkhasiat.
Daun kelor kaya akan nutrisi, seperti protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Oleh karena itu, daun kelor sering digunakan sebagai bahan makanan atau suplemen nutrisi untuk membantu mencegah atau mengatasi berbagai penyakit.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu wilayah dengan tumbuhan kelor yang cukup banyak di Indonesia. Kelor atau Moringa Oleifera cukup populer di NTT karena memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan ekonomi masyarakat setempat. Daun kelor di NTT biasanya diolah menjadi sayur atau lalapan, yang diolah dengan bumbu khas NTT.
Merespon hal tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun meminta pemerintah daerah NTT meneliti kelor dengan serius.
“Saya minta ke Pemda ini (kelor) kita masukkan penelitian karena kelor itu kan kaya akan gizi,” ujar Budi saat kunjungan kerja meninjau kasus stunting di NTT, Sabtu, 4 Maret 2023 lalu.
Budi berkeinginan agar kelor menjadi makanan tradisional dan tanaman herbal Indonesia. I ingin menjadikan kelor sebagai tanaman herbal terbaik khas Indonesia sebagaimana ginseng dari Korea.
“Saya ingin mengembangkan seperti ginsengnya Korea, dibikin penelitian yang serius untuk masuk dunia internasional,” ucap Budi.
Selain daunnya, biji kelor juga memiliki banyak manfaat. Biji kelor mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai bahan bakar nabati. Selain itu, minyak biji kelor juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik atau obat-obatan.
Di samping itu, kelor juga memiliki potensi sebagai sumber pangan alternatif untuk mengatasi masalah kelaparan di daerah-daerah terpencil di NTT. Kandungan nutrisi yang tinggi pada kelor, seperti protein, vitamin, dan mineral, dapat membantu mengatasi kekurangan gizi dan memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat setempat.
Saat berada di Kupang, Budi mencicipi pangan olahan dari kelor, mulai dari biskuit, bubur, teh, dan roti. Oleh karena itu, Budi optimistis menjadikan kelor sebagai salah satu makanan tradisional dan herbal Indonesia.
“Nanti kita akan riset secara formal. Kita dukung risetnya supaya bisa diterima di kalangan internasional,” tutur Budi.
Selain tanaman kelor sejumlah usaha untuk menghadirkan ginseng di Indonesia telah dilakukan oleh PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) melalui anak usaha PT Bintang Toedjoe. Perusahaan ini meresmikan pilot plant laboratorium kultur jaringan Kalbe Ubaya Hanbang-Bio (KUH). Laboratorium KUH ini merupakan laboratorium pertama di Indonesia yang mengembangkan bahan baku ginseng asal Korea Selatan dan benih jahe merah secara kultur jaringan tanaman. Langkah nyata menuju komersialisasi, dalam rangka mendukung kemandirian bahan baku nasional.
Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasin, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Agusdini Banun Saptaningsih menyebut pilot plant yang dikembangkan oleh Kalbe melalui PT Bintang Toedjoe dan berkolaborasi dengan Ubaya dan Hanbang-Bio Korea.
“Kami apresiasi dengan sangat baik dalam rangka mendukung kemandirian bahan baku nasional, khususnya bahan baku ginseng dan jahe merah. Dengan adanya pilot plant ini, maka pengembangan penelitian ginseng dan jahe merah telah selangkah lebih maju mendekati komersialisasi,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id.
Presiden Direktur PT Bintang Toedjoe, Fanny Kurniati menjelaskan bahwa tujuan pembangunan pilot plant adalah sebagai penelitian lanjutan dari skala laboratorium yang telah dilakukan pada rentang tahun 2018—2021 sebelum memasuki tahap komersial. Pengembangan benih jahe merah secara kultur jaringan tanaman juga dikembangkan.
“Pilot plant ini dilengkapi dengan sistem AHU yang telah terintegrasi dengan Building Automation System (BAS), sehingga pemantauan kondisi ruangan pilot plant lebih terkontrol dengan baik,” tambahnya.
Fanny menjelaskan dengan adanya pilot plant ini maka akan mempercepat persiapan menuju skala komersial. Selain itu, juga menghasilkan bahan baku ginseng serta benih jahe merah berkualitas yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku lokal dan berpotensi digunakan untuk pasar global.
Ia yakin peresmian Pilot plant Laboratorium KUH ini merupakan komitmen Kalbe melalui PT Bintang Toedjoe dalam mendukung Program Kemandirian Bahan Baku Nasional, sehingga menciptakan proses yang terintegrasi dan berkesinambungan pada industri farmasi terutama dalam menyediakan bahan baku yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat.
Laboratorium kultur jaringan KUH ini adalah hasil kerja sama antara PT Bintang Toedjoe dengan Universitas Surabaya (Ubaya) dan Hanbang-Bio Co.Ltd (Kyung Hee University) Korea Selatan.
Rektor Ubaya Benny Lianto menyatakan, peningkatan skala produksi ginseng Korea dan jahe merah Indonesia dengan metode kultur jaringan dari skala laboratorium ke skala pilot merupakan salah satu perwujudan visi Fakultas Teknobiologi Ubaya untuk menghasilkan karya yang manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat.
Benny menjelaskan bergesernya skala produksi ini juga memperluas bidang-bidang yang dipelajari oleh mahasiswa dan ginseng yang diproduksi dengan cara baru ini bisa dinikmati oleh masyarakat luas. Apabila umumnya satu bioreaktor kecil menghasilkan sekitar 3 kilogram ginseng, pilot plant dapat menghasilkan sekitar 40 kilogram dalam satu kali proses. Hal ini karena kapasitasnya sebesar 200 liter atau setara dengan 14 bioreaktor kecil.
“Dengan masa panen yang sama, yaitu delapan minggu, waktu dan tenaga tentu menjadi lebih efisien. Selain itu, kalau dalam satu kali proses berhasil, semua pasti berhasil sehingga tidak ada fluktuasi hasil,” lanjut Benny Lianto.
Renovasi Pilot plant Laboratorium KUH yang dilakukan oleh Kalbe melalui anak usaha PT Bintang Toedjoe ini terdiri dari pembangunan fasilitas pilot plant, alat-alat laboratorium, dan supporting system lainnya. Sehingga, mendukung jalannya proses penelitian pilot produksi ginseng.
Pilot plant ini juga didukung Ubaya melalui program Matching Fund Kedaireka Kampus Merdeka dengan Kemendikbud-Ristek RI yang sudah berjalan sejak 2021. Program ini mendukung kerja sama universitas dengan mitra atau DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) dalam berbagai bidang.
Matching Fund yang diajukan pada tahun 2022 memiliki tema Kemandirian Kesehatan, dengan ruang lingkup adopsi atau difusi, hilirisasi, komersialisasi produk, purwarupa, teknologi, kebijakan (termasuk mini-plant, teaching factory, teaching industry) untuk memenuhi kebutuhan mitra. Dana program mencapai Rp6 miliar selama kurun waktu dua tahun terakhir, digunakan untuk pembelian alat-alat pendukung pilot plant dan mendukung peta jalan penelitian ginseng.
Saat ini, Kalbe melalui PT Bintang Toedjoe melakukan impor ginseng sebagai bahan baku utama produk Extra Joss. Dengan demikian, peran laboratorium ini sangat penting bagi PT Bintang Toedjoe untuk mengurangi ketergantungan impor dengan cara melakukan produksi secara mandiri melalui teknik produksi in vitro.
Dengan teknologi kultur jaringan, tanaman ginseng dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan klon tanaman yang sama persis dengan induknya (konsisten), mempercepat proses pematangan tanaman yang cukup signifikan, serta untuk multiplikasi jumlah tanaman tanpa memanfaatkan biji tanaman. Selain itu, teknik ini diharapkan menghasilkan ginseng dengan kandungan bahan aktif ginsenoside yang lebih tinggi dan terstandar.
Bintang Toedjoe juga mengembangkan beragam produk herbal berbasis jahe merah, seperti Bejo Jahe Merah, Bejo Extra, Sujamer, Bejo Berkah, Komix Herbal, hingga Redgine, yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Fasilitas pilot plant ini juga berperan penting dalam menghasilkan bibit jahe merah melalui teknologi kultur jaringan tanaman yang seragam, stabilitas genetik terjaga dan asal indukan yang jelas, tidak mudah terkena penyakit, memiliki keseragaman target metabolit serta waktu kultivasi yang dapat dipersingkat lebih cepat empat bulan dari waktu kultivasi pada umumnya.
Discussion about this post