Jakarta, Prohealth.id – Buzzer yang bermunculan di berbagai media sosial ada yang buzzer organik dan buzzer anorganik.
Buzzer organik adalah buzzer yang berasal dari partai politik itu sendiri, bukan bayaran. Buzzer organik adalah buzzer yang pengikut akun media sosialnya merupakan pengikut asli dan bukan bot. Sedangkan, buzzer anorganik ialah buzzer yang pengikut akun media sosialnya merupakan pengikut tidak asli. Pengikut buzzer anorganik biasanya merupakan bot.
Pencerdasan Pemilih
Ali Sahab SIP MSi, pengamat politik Universitas Airlangga (UNAIR), melalui wawancara dengan UNAIR NEWS pada Selasa (13/2/2024) mengatakan fenomena buzzer memang tidak dapat dihindari di Indonesia, terutama menjelang Pemilihan Umum. Akan tetapi, fenomena ini dapat disiasati dengan pencerdasan pemilih.
“Saya kira kita tidak bisa melarang para kandidat untuk membuat pasukan buzzer, melainkan yang harus kita fokuskan pada pencerdasan pemilih. Jika pemilih di Indonesia sudah cerdas, kekuatan buzzer sebesar apa pun tidak akan berpengaruh,” ujar dosen Ilmu Politik UNAIR itu.
Ali menuturkan buzzer biasanya menyasar pemilih yang menggunakan internet atau media sosial. Sedangkan, mayoritas pemilih di Indonesia masih merupakan pemilih yang tidak menggunakan internet atau media sosial.
“Agak beda realitas di dunia maya dengan realitas di dunia nyata,” ucap Ali.
Pengaruhi Opini Publik
Esensi dari hadirnya buzzer itu sendiri, menurut Ali, baik buzzer organik maupun buzzer anorganik pasti ingin mempengaruhi opini publik. Tujuan dari adanya buzzer yaitu menyasar pemilih yang belum mempunyai pilihan pasti.
Ali mengingatkan, para pemilih yang belum tahu mau memilih siapa saat Pemilihan Umum nanti akan mudah terpengaruh oleh akun-akun buzzer yang tersebar di media sosial.
“Sehingga perlu pencerdasan pemilih agar pemilih tidak tertipu akun buzzer yang kerap menyebarkan hoax,” tutur Ali.
Ali menekankan sebagai seorang akademisi seharusnya ikut mendorong kegiatan yang mencerdaskan pemilih, sehingga pemilih dapat membedakan calon mana yang pantas serta layak untuk dipilih dan mana yang tidak.
“Memang secara aturan belum ada yang mengatur mengenai buzzer, tetapi kita tidak usah pusing soal itu. Yang perlu didorong sekali lagi adalah mencerdaskan pemilih,” tegas Ali.
Sortir Informasi
Ali turut menjelaskan akun buzzer kerap membawa isu-isu emosional. Oleh karena itu, para pemilih harus sering-sering mengecek akun buzzer tersebut agar tahu apakah isu itu benar atau tidak.
Hal ini utamanya karena akun buzzer juga kebanyakan anorganik dan anonim. Ia pun berpesan, pemilih bisa menjadi pemilih cerdas. Caranya termasuk dengan menyortir berita dari media mainstream.
“Karena setiap media pasti punya agenda setting masing-masing,” pungkas Ali.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post