Jakarta, Prohealth.id – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengamati pandemi virus corona (Covid-19) dengan angka yang cukup tinggi ini ternyata masih gelombang pertama di Indonesia.
Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra menilai hal tersebut melalui beberapa indikator, salah satunya tingkat peristiwa (incidence rate).
“Kejadian harian masih ribuan,” katanya saat konferensi daring bertema ‘Desakan Emergency Response-Prioritaskan Keselamatan Rakyat’, pada Minggu (20/6/2021).
Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo dan Harapan Bunda, Eva Sri Diana setuju dengan pendapat Hermawan.
“Betul belum ada gelombang kedua,” tuturnya.
Pada Juni ini, Eva yang juga tenaga kesehatan melayani pasien Covid-19, tak cuma mengamati peningkatan kasus harian. “Tren kasus (pasien) yang datang pun berbeda,” ujarnya.
Dia menuturkan, belakangan sebelum Juni, pasien yang berdatangan cenderung pemeriksaan lanjut untuk memastikan terinfeksi Covid-19. Namun, bulan ini pasien datang dalam kondisi penyakit yang makin berat.
“Setelah merasa tidak sanggup isolasi mandiri di rumah baru datang ke rumah sakit,” tuturnya.
Tantangan penanganan bukan hanya ketika ada lonjakan pasien. Namun persepsi masyarakat yang terpapar informasi sesat atau hoaks. “Ini membuat masyarakat menjadi bingung, sekarang antipati. Ada pasien yang merasa di-Covid-kan,” ujarnya. Situasi itu membuat tenaga kesehatan makin kerepotan menangani pasien.
Eva menambahkan, dana rumah sakit yang menipis makin menambah sulit keadaan. Persediaan obat dan peralatan medis pun kurang. “Kami berharap bantuan pemerintah,” tuturnya.
Relawan juga terus berkurang jumlahnya, tersebab masalah penundaan insentif. Padahal, tidak ada gaji yang diterima selain insentif. “Mereka relawan tidak bisa lagi melanjutkan, terpaksa mencari pekerjaan lain,” ucapnya.
Tantangan tenaga kesehatan, bukan hanya pasien Covid-19, tapi pun orang yang sakit demam berdarah atau penyakit paru-paru ataupun penyakit lain yang bukan Covid-19.
“Penyakit paru-paru sudah dari awal pandemi takut ke rumah sakit, tidak berobat. Sekarang datang ke rumah sakit dalam keadaan berat,” ujarnya.
Pendiri Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih mengatakan, pengambil kebijakan perlu ada strategi baru dalam mengatasi pandemi. Dia mengusulkan, saat ini perlu ada fokus layanan kesehatan primer yang memberdayakan kader kesehatan sebagai penunjang. “Bukan berarti mengambil alih tugas dari tenaga kesehatan,” katanya.
Namun, ia menegaskan, peran kader untuk membantu tenaga kesehatan memberikan layanan. “Karena mereka yang terdekat dengan komunitas dan publik,” ujarnya.
Diah menjelaskan, kader kesehatan atau community health workers, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) perlu masuk ke dalam sistem layanan. “Barangkali ini yang dibutuhkan dalam policy support (dukungan kebijakan),” katanya.
Dukungan kebijakan baru perlu untuk mengatasi gejolak pandemi. Menurut dia, cara pandang dalam menghadapi pandemi saat ini berbeda dengan tahun lalu.
“Adanya varian delta, alpha yang (sekarang) sudah masuk ke Indonesia. Butuh penyesuaian atau bahkan penambahan kebijakan agar varian baru ini bisa teratasi,” ujarnya.
Penulis: Bram Setiawan
Editor: Gloria Fransisca Katharina
Discussion about this post