Jakarta, Prohealth.id – Pedoman makan anak dan bayi telah dirancang untuk memastikan anak memenuhi kebutuhan gizi karena pertumbuhan dan perkembangan yang cepat.
Sejumlah penelitian tingkat global menunjukkan bahwa asupan makanan balita belum memenuhi gizi nabati, total gula, dan rekomendasi makanan sehat. Menurut dr. Risya Nuria Ikhsania selaku konselor menyusui, penggiat pemberianan makanan bayi dan anak; sekaligus relawan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), banyak anak kecil terpapar pada lingkungan makanan yang buruk yang ditandai dengan banyaknya pemasaran makanan yang rendah kualitas gizinya. Hal ini tentu saja akan memperburuk kondisi stunting di Indonesia. Apalagi di Indonesia cukup banyak praktik pemberian ultra process food (UPF) yang dilakukan orang tua pada masa keemasan anak termasuk susu formula.
Padahal hampir 80 persen susu pertumbuhan mengandung tambahan sukrosa dan/atau fruktosa yang tidak sesuai dengan rekomendasi bahwa susu pertumbuhan tidak boleh mengandung keduanya. “Komposisi dan kandungan mono dan disakarida, tidak termasuk laktosa, saat ini membuat susu pertumbuhan tidak sesuai untuk dimasukkan kedalam asupan makanan anak-anak,” tuturnya.
Lebih lanjut, dr. Risya sebagai salah satu dokter di RS PMI Bogor menyebut bahwa sejumlah penelitian telah melaporkan bahwa makanan UPF dikaitkan dengan peningkatan asupan energi secara keseluruhan yang mengakibatkan penambahan berat badan, risiko obesitas, serta peningkatan risiko penyakit kardiovaskular seperti stroke, dan bahkan kematian pada orang dewasa.
Nia Umar, MKM, IBCLC selaku Konsultan Laktasi yang bersertifikasi International Board Certified Lactation Consultant dan Pendiri dan Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menekankan pentingnya makanan yang beraneka ragam yang mudah didapatkan di sekitar dan menghindari UPF. “Hal ini mengingat bahaya untuk konsumsi jangka panjang, serta munculnya banyak penyakit degeneratif dan tidak menular, seperti kanker,” terangnya.
Adapun dr. Oetami Roesli, SpA selaku penggiat ASI senior menambahkan terkait penyebab kanker pada UPF, maka salah satu upaya mencegah kanker adalah menghindari UPF sejak bayi dengan menyusui karena, ASI mengandung anti kanker khusus reproduksi HAMLET yang akan melindungi ibu dan bayi. “Sebab saat ini banyak sekali klaim misleading iklan UPF termasuk makanan pengganti ASI termasuk didalamnya susu formula,” tegas dr. Oetami.
Dosen Kebidanan URINDO, Kusmayra Ambarwati menambahkan, bahwa menurut penelitian ibu Dian Hadijono dari Helen Keler Indonesia kondisi ini diperparah dengan peraturan di Indonesia mengizinkan produk untuk anak usia 1-3 tahun membuat klaim kandungan gizi dengan syarat memenuhi kriteria tertentu.
Dia menyebut, hampir semua susu pertumbuhan membuat klaim kandungan zat gizi. Namun, studi ini menemukan bahwa sepertiga dari produk (yang menyediakan informasi yang cukup untuk ditinjau) ternyata tidak memenuhi persyaratan sehat ketika menjalani analisis profil zat gizi.
Selain itu, hampir tiga perempat produk yang memberikan informasi kandungan gula diklasifikasikan memiliki kandungan gula yang tinggi (kategori merah) ketika dinilai menggunakan algoritma sisi muka kemasan produk oleh Food Standards Agency Inggris.
“Jelas bahwa tanpa adanya model nutrient profiling yang wajib digunakan di Indonesia, banyak susu pertumbuhan dijual sebagai produk yang cocok untuk anak usia 12-36 bulan, dan membuat klaim kandungan zat gizi yang menyoroti satu manfaat kesehatan ketika komposisi kandungan gizinya secara keseluruhan tidak memenuhi persyaratan sehat. Informasi ini menyesatkan konsumen,” tuturnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post