Jakarta, Prohealth.id – Bagi orang biasa atau sehat, menjalankan ibadah puasa merupakan hal yang biasa saja, tanpa kendala khusus. Namun bagi penyandang penyakit tertentu, menjalankan ibadah puasa belum tentu bisa karena terkait kondisi kesehatan mereka. Salah satunya bagi penyandang diabetes melitus (DM) atau yang juga disebut diabetisi.
DM atau sering disebut penyakit gula merupakan salah satu yang tergolong sebagai penyakit kronis. Mengutip penjelasan WHO dalam web Kemenkes RI (p2ptm.kemkes.go.id), DM didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Terdapat dua tipe DM yakni DM tipe 1 yang tergolong penyakit autoimun kronis, dan DM tipe 2 yang umumnya dikenal sebagai penyakit kencing manis. Nah, dengan kondisi seperti itu, apakah para penyandang DM boleh atau dapat berpuasa?
PENTINGNYA KAJIAN DAN KONSELING PRA RAMADAN
Menurut Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, KEMD, FINASIM, dalam seminar daring (Rabu, 23/3/2022) ‘Persiapan Puasa Ramadhan untuk Pasien Diabetes dan Gangguan Ginjal; yang diselenggarakan oleh RS Pelni, Jakarta Barat, keputusan untuk berpuasa atau tidak pada seorang diabetisi merupakan keputusan individual. Dia memaparkan, menurut data digital, saat ini terdapat 1,9 miliar muslim di dunia di mana lebih dari 116 juta muslim di antaranya menyandang DM tipe 2.
Akan tetapi apabila seorag diabetisi hendak berpuasa maka harus lebih dahulu dikonsulkan dengan dokter yang merawat untuk dilakukan pengkajian dan konseling pra Ramadan.
“Seorang diabetisi harus ikut dokternya (menurut petunjuk dokter yang merawat). Jangan sampai (puasa) jadi bumerang (untuk kesehatannya), dirawat berkepanjangan,” katanya mewanti-wanti.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, “Makanya menjelang Ramadan, biasanya ramai yang kontrol ke saya. Ada sebagian pasien yang datang kontrol sambil menanyakan sesuatu. Bagaimana cara mengatur obat-obatan saat berpuasa, dan lain-lain”, tuturnya.
Mengapa pengkajian dan konseling pra-Ramadan sangat penting? Alasannya karena pada momen ini para diabetisi akan menerima edukasi terkait hal-hal yang perlu dipahami pada saat berpuasa. Oleh karenanya, dr. Tri menguraikan ada 5 agenda penting dalam pengkajian dan konseling pra Ramadan, antara lain pengkajian kontrol metabolik, stratifikasi risiko, penyesuaian terapi saat puasa, self-care, dan edukasi utama diabetes.
“Pengkajian pra Ramadan dan konseling ini sebaiknya dipersiapkan 2-4 bulan sebelum Ramadan”, katanya. Bahkan lebih baik lagi jika telah dipraktekkan sebelum Ramadan. Sehingga pada saat Ramadan nanti, sudah siap. “Seperti pesawat yang siap tinggal landas”, umpamanya.
Dia pun menjelaskan secara singkat. Pada pengkajian kontrol metabolik, diabetisi akan diajarkan mengenai faal alias alur kerja pencernaan tubuh, saat berpuasa di mana yang terjadi pada saat berpuasa adalah mengalami penurunan gula darah. Sedangkan untuk stratifikasi risiko, dilakukan oleh dokter yang merawat. Apakah DM nya termasuk risiko sangat tinggi, tinggi, sedang atau ringan?
EDUKASI PRA RAMADAN, APA SAJA?
Lalu untuk agenda edukasi pra Ramadan yang merupakan bagian dari pengkajian dan konseling pra Ramadan, idealnya dilakukan 6-8 minggu sebelum Ramadan.
Apa saja edukasinya?
Adapun yang utama adalah edukasi bagaimana memantau gula darah, pengaturan makan dan minum. Untuk makanan saat berpuasa, dokter Tri menganjurkan diabetisi memilih karbohidrat kompleks dan tidak manis sehingga bisa tetap kenyang dari sahur hingga sore.
Kemudian modifikasi obat-obatan, olahraga yang tepat atau cocok, kapan harus membatalkan puasa, dan penilaian risiko. Seorang diabetisi harus tahu kapan membatalkan puasa. Apabila terjadi hipoglikemia atau gula darah turun menjadi 70mg/dl, atau mengalami hiperglikemia alias gula darah tinggi lebih dari 300mg/dl, maka jangan ragu untuk membatalkan puasa.
Pada akhir presentasi, sekali lagi dia menekankan kepada para diabetisi, apabila hendak berpuasa maka persiapannya wajib dilakukan jauh waktu sebelum Ramadhan. Selain itu pasien angan ragu untuk membatalkan puasa jika ada gejala hipoglikemia atau hiperglikemia.
Penulis: Karina Lin
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post