Tahukah Anda, Hari Kesehatan Jiwa Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober setiap tahun? Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) diperingati dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, kemauan, kemampuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa.
Tema global peringatan HKJS tahun 2022 ini adalah “Making Mental Health & Well-Being for All a Global Priority” dengan visi untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan mental menjadi prioritas global untuk semua. Sedangkan tema nasional adalah “Pulih Bersama Generasi Sehat Jiwa” yang memiliki harapan optimis bahwa kita mampu melewati masa sulit dan siap menghadapi tantangan global untuk membawa Indonesia maju dengan generasi Indonesia Emas yang sehat jiwa dan mampu bersaing di kancah Internasional. Makna tema “Pulih Bersama Generasi Sehat Jiwa” mengisyaratkan pentingnya upaya preventif dalam menjaga kesehatan mental dan jiwa masyarakat Indonesia.
Menurut dr. Margareta Komalasari, Sp.A., dalam Instagram PT Kalbe Farma, Agustus 2022 lalu menyatakan kesehatan mental anak juga perlu diperhatikan, karena menjadi hal penting bagi sang ibu. Pasalnya, kesehatan mental anak adalah suatu cara bagaimana anak berpikir dirinya sendiri dan bagaimana dia dengan sekelilingnya.
“Kesehatan mental anak sangat penting karena ini merupakan proses dia beradaptasi dengan lingkungannya dan memengaruhi kesehatan mentalnya ketika dewasa nanti,” ujar dr. Margareta.
Kesehatan mental anak merupakan fondasi untuk anak bisa beradaptasi dengan masa yang akan datang. Apabila tidak diperhatikan, berisiko memperburuk kondisi mental anak ketika remaja hingga dewasa.
“Banyak isu orang stres, bipolar. Penyakit itu yang kita takutkan akan meningkat jika kita tidak memerhatikan kesehatan mental anak. Orang tua harus menyadari perubahan Tindakan maupun emosi anak, misalnya ketika melihat anak yang lincah tiba-tiba murung, tidak mau berinteraksi dengan orang lain,” jelas dr. Margareta.
Kata dr. Margareta, kondisi anak akan lebih baik jika orang tua dapat mendeteksi lebih awal. Deteksi kesehatan mental anak sudah bisa dimulai sejak usia sekolah, karena anak sudah terpapar dengan stres. Selain itu, ibu dapat melakukan tabungan sederhana untuk kesehatan mental anak sejak sang buah hati bayi. Saat ibu menyusui, ibu juga mengajak anaknya berkomunikasi, memberikan perhatian penuh kepada si kecil. Sebab, tiga aspek tumbuh kembang anak ialah asah, asih, dan asuh.
Baca Juga: Negara Maju Gagal Sediakan Lingkungan Sehat untuk Anak
Ancaman kesehatan jiwa di masa depan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan prevalensi rumah tangga dengan anggota menderita gangguan jiwa skizofrenia meningkat dari 1,7 permil menjadi 7 permil di tahun 2018.
Gangguan mental emosional pada penduduk usia dibawah 15 tahun, juga naik dari 6,1 persen atau sekitar 12 juta penduduk berdasarkan Riskesdas 2013, menjadi 9,8 persen atau sekitar 20 juta penduduk.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi mengakui bahwa dalam beberapa tahun terakhir presentase masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental meningkat.
“Kondisi ini diperburuk dengan adanya COVID-19. Saat pandemi, masalah gangguan kesehatan jiwa dilaporkan meningkat sebesar 64,3 persen baik karena menderita penyakit COVID-19 maupun masalah sosial ekonomi sebagai dampak dari pandemi,” kata Endang.
Makin tingginya presentase masalah kesehatan jiwa disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga psikolog yang masih kurang. “Kita juga melihat dari data-data pelayanan yang ada, saat ini baru sekitar 50 persen dari 10.321 unit puskesmas kita yang mampu memberikan pelayanan kesehatan jiwa,” ujarnya.
Baca Juga: Krisis Kesehatan Anak Tanpa Revisi PP109/2012
Kondisi ini masih diperparah karena sisa dari angka puskesmas itu belum memiliki layanan kesehatan jiwa. Begitu pula dengan layanan kesehatan jiwa di rumah sakit, jumlahnya juga belum merata. Masih ada 4 provinsi yang belum memiliki rumah sakit jiwa, dan baru 40 persen rumah sakit umum yang ada fasilitas pelayanan jiwa. Artinya, situasi ini berbanding lurus dengan ketersediaan pelayanan kesehatan jiwa di fasyankes dan puskesmas, yang mana jumlah psikiater yang ada saat ini belum mencukupi.
Dikutip dari situs Kementerian Kesehatan, rasio psikiater di Indonesia masih sangat timpang yakni 1:200.000 penduduk. Artinya, setiap 1 psikiater harus melayani 200.000 penduduk. Rasio ini masih jauh dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mensyaratkan rasio psikiater dan jumlah penduduk idealnya 1:30.000. Tak hanya dari sisi jumlah, sebaran psikiater juga belum merata. Masih terkonsentrasi di kota-kota besar saja. Maka, bisa dibayangkan jika sejak dini, anak-anak tidak diasuh dan dijaga dari gangguan mental dan kejiwaan, akan makin tinggi beban masalah kesehatan tersebut di masa depan.
Oleh karena itu, kini Kemenkes mendorong penguatan jejaring layanan kesehatan jiwa mulai dari tingkat masyarakat, puskesmas, sampai RS rujukan. Jejaring tersebut, merupakan bagian dari transformasi layanan rujukan yang yang bertujuan untuk memperluas sekaligus mempermudah akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa.
“Kita butuh kerja sama yang kuat, karena kalau hanya mengandalkan jumlah psikiater yang ada, (penanganan kesehatan mental) akan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga kita harus membuat terobosan, bagaimana caranya supaya beban kesehatan jiwa bisa kita atasi dengan jejaring yang ada saat ini,” terangnya.
Utamakan preventif
Dalam kegiatan Global Mental Health Summit yang diadakan pada 13-14 Oktober 2022 di Roma, Italia, Endang mengakui program kesehatan jiwa Indonesia bertransisi dari kuratif dan rehabilitatif menjadi promotif preventif. Artinya, dalam agenda transformasi layanan primer Kemenkes menekankan aksi promotif dan preventif yang lebih kuat.
“Program kesehatan jiwa kami bertransisi dari kuratif dan rehabilitatif berbasis fasilitas menjadi mempromosikan kesehatan jiwa, meningkatkan deteksi dini dan pencegahan, serta manajemen kasus yang lebih baik di tingkat pelayanan primer,” tuturnya dalam forum tersebut.
Asal tahu saja, Global Mental Health Summit merupakan ajang untuk memperkuat aksi global dari pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil untuk mengatasi isu-isu kunci yang berkaitan dengan perawatan kesehatan jiwa yang makin mundur di bawah tekanan krisis kesehatan dan kemanusiaan beberapa tahun terakhir, serta mengatasi kelemahan struktural yang mempersulit jutaan orang menerima perawatan kesehatan jiwa yang memadai.
Baca Juga: Utamakan Kesehatan Anak, KPAI Desak Pemprov DKI Atasi Pencemaran Batu Bara
Lebih lanjut, Endang menyebut promosi kesehatan jiwa di masyarakat dilakukan melalui posyandu yang dilakukan oleh para kader kesehatan masyarakat. Promosi kesehatan jiwa juga dilakukan melalui upaya kesehatan sekolah. Sedangkan di tingkat kabupaten kota dan provinsi telah dibentuk Tim Pelaksana/Pengarah Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) sebagai wadah koordinasi untuk pelaksanaan program kesehatan jiwa masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun 2014. Tim tersebut terdiri dari berbagai lini kementerian, organisasi profesi dan perwakilan masyarakat yang memiliki peran strategis dalam upaya kesehatan jiwa.
Sebagai delegasi Indonesia, dia menjamin kepada negara peserta Global Mental Health Summit 2022 bahwa Indonesia sangat terbuka akan kerja sama para mitra akademisi dan masyarakat sipil untuk dalam misi memperkuat pelayanan dan program kesehatan jiwa terpadu yang komperhensif dan berkelanjutan. Terutama karena kesehatan mental dan jiwa merupakan isu yang banyak didiskusikan saat ini. Hal tersebut menurut Endang tak lepas dari akibat pandemi COVID-19 yang berdampak pada banyak masyarakat dari sisi aspek kesehatan, ekonomi, dan hubungan sosial.
Komitmen tersebut kata Endang sudah terbukti karena Kementerian Kesehatan RI sejak lama memiliki perhatian khusus pada kesehatan jiwa melalui pembentukan Direktorat Kesehatan Jiwa sejak tahun 1958. Seiring berjalannya waktu, Direktorat Kesehatan Jiwa sempat berpindah pindah direktorat jenderal, dan kini berada dalam naungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD-KEMD, PhD., menambahkan bahwa perluasan jejaring pelayanan kesehatan jiwa, merupakan bagian dari 3 strategi utama yang dicanangkan Kemenkes untuk mengurai masalah kesehatan yang ada yakni advokasi, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat.
Dia menekankan ketiga strategi utama tersebut harus dikolaborasikan secara pentahelix yakni antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta, organisasi profesi, media massa, serta donor agensi, organisasi massa, organisasi masyarakat sipil yang melakukan upaya kesehatan jiwa secara terpadu dan terintegrasi.
“Kolaborasi ini mutlak diperlukan dalam rangka mempercepat pencapaian target pembangunan kesehatan di Indonesia,” terang dr. Dante.
Dia berharap berbagai upaya pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa yang dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat melalui pendekatan pentahelix kolaborasi berbasis komunitas mampu menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Selanjutnya: Hadir Lagi Platform Kesehatan untuk Cegah Anak Stunting
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Cek artikel lain di Google News
Discussion about this post