Jakarta, Prohealth.id – Lima belas anak dengan cerebral palsy dengan usia 4 tahun hingga 14 tahun berkumpul di sebuah rumah di daerah Ciganjur, bersama ibu, maupun bersama ayah-ibu dan kakak-adiknya. Para orang tua anak-anak tersebut mendengarkan penjelasan yang disampaikan Elsa Roselina, dosen Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI) tentangan perawatan anak cerebral palsy.
Cerebral palsy atau lumpuh otak adalah penyakit yang menyebabkan gangguan pada gerakan dan koordinasi tubuh. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan perkembangan otak, yang biasanya terjadi saat anak masih di dalam kandungan. Gangguan perkembangan otak ini juga dapat terjadi ketika proses persalinan atau dua tahun pertama setelah kelahiran.
Dalam kesempatan itu, Elsa Rosalina menyampaikan materi yang difokuskan kepada pemantauan kesehatan anak cerebral palsy di masa pandemi Covid-19. Materi edukasi yang diberikan meliputi pengenalan terhadap tanda bahaya umum pada anak, cara mengidentifikasi adanya sesak napas pada anak, diare dan pengenalan tanda dehidrasi pada anak, serta hal yang harus menjadi fokus perhatian saat anak mengalami demam.
Kegiatan edukasi ini juga dilengkapi dengan treatment fisioterapi oleh Aditya Denny Pratama selaku dosen Program Fisioterapi, dan terapi okupasi oleh Hermito Gidion selaku dosen Program Studi Okupasi Terapi. Turut hadir dalam sesi tersebut Dini Fajariani, dan Cahya Ramadani Renhoran. Kegiatan ini merupakan bentuk pengabdian masyarakat (pengmas) yang dilakukan oleh para dosen Program Pendidikan Vokasi UI.
Kegiatan pengmas yang diselenggarakan pada Minggu (5/12/2021), dilaksanakan secara integratif keilmuan, terdiri dari administrasi rumah sakit, fisioterapi, dan terapi okupasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat anak dengan cerebral palsy di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Ketua Komunitas Rumah Cerebral Palsy (RCP), Jakarta Selatan Mama Baim mengatakan sangat berterima kasih atas kegiatan yang dilakukan. Dengan adanya program ini, para orangtua memiliki pengetahuan tentang kesehatan anak dan terapi yang harus dilakukan dalam kondisi pandemi. “Semoga kegiatan seperti ini dapat berlanjut,” ungkapnya mengingat RCP merupakan wadah komunitas orang tua dengan anak cerebral palsy.
Pada saat pengmas, pengabdi bidang fisioterapi dan okupasi terapi menangani anak dengan cerebral palsy secara personal, didahului dengan asesmen awal terhadap kebutuhan terapi berdasarkan jenis cerebral palsy si anak. Kemudian orangtua yang bersangkutan mendapatkan edukasi untuk latihan atau pemberian stimulus yang perlu dilakukan di rumah.
“Melalui kegiatan edukasi kesehatan dan peningkatan keterampilan dalam melatih motorik anak, kami berharap upaya pemantauan kesehatan anak dengan kondisi cerebral palsy di masa pandemi ini dapat lebih ditingkatkan,” ujar Elsa.
Penulis: Irsyan Hasyim
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post