Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), sebagai salah satu anggota dari Koalisi Women’s Digital Financial Inclusion (WDFI), akan menyelenggarakan “Peluncuran Kertas Kebijakan Inklusi Keuangan Digital Perempuan Disabilitas,” pada 24 Maret 2023 lalu.
Dalam era digital, perempuan yang menyandang disabilitas memegang beban ganda beradaptasi untuk memajukan perekonomiannya. Apalagi, aksesibilitas jaringan telekomunikasi bagi penyandang disabilitas di seluruh Indonesia sangat beragam.
Untuk itu diperlukan mekanisme keuangan yang inklusif yakni kondisi dimana setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas, tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Guna mewujudkan keuangan inklusif dan literasi digital pemerintah membuat Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Rumusan SNKI dikeluarkan pada tahun 2016 melalui Perpres No. 82/2016.
Eko Novi Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi, selaku perwakilan dari Kedeputian Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membagikan ragam informasi tentang pemanfaatan akses digital bagi perempuan penyandang disabilitas.
Ia menjelaskan, 82 persen perempuan tercatat sudah menggunakan solusi digital untuk menjalankan usaha, membantu mengurus tanggung jawab rumah tangga dan keluarga. Sayangnya, masih terjadi kesenjangan gender dalam hal TIK dan literasi digital. Literasi keuangan, atau pengetahuan dan kemampuan yang terkait dengan pengambilan keputusan dan manajemen keuangan menunjukkan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki, yaitu 36,13 persen berbanding 39,94 persen.
Saat ini pemerintah memang sudah memiliki ragam kebijakan mendukung ekosistem kewirausahaan, sebut saja; UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang membuat tentang kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi juga UMKM. Ada juga Peraturan Presiden (Perpres) No. 2 tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional sebagai pedoman bagi UMKM perempuan berkontribusi dan mengambil manfaat dari ekosistem kewirausahaan nasional.
“Tujuannya adalah mempromosikan sistem keuangan inklusif, efisien, stabil guna mendorong ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan kesenjangan dalam masyarakat,” tutur Eko.
Perempuan disabilitas yang ditinggalkan
Selain perangkat aturan, program pemulihan ekonomi juga telah ada, khususnya selama pandemi menghantam. Misalnya; bantuan sosial produktif yang dikhususkan bagi pelaku usaha mikro, subsidi bunga, restrukturisasi kredit, dan sebagainya,” jelas Eko dalam webinar dari tersebut.
SNKI pun secara khusus berkembang menjadi SNKI Perempuan bertujuan mendukung UMKM perempuan memiliki pengetahuan, kapasitas, sumber daya, dan peluang dalam mengakses produk keuangan inklusif dan meningkatkan kemampuan literasi digital. SNKI-P lantas diterbikan pada 2020 diperbaharui dari versi tahun 2016, dengan nomor beleid Perpres 114/2020. Eko Novi menjelaskan, dalam perpres inilah perempuan difokuskan menjadi sasaran prioritas mencapai target inklusi keuangan 90 persen pada tahun 2024 mendatang.
“Sayangnya, belum detil saja dalam mengembangkan intervensi khusus bagi perempuan. Misalnya, mempertimbangkan kesenjangan gender dan faktor-faktor yang menghambat perempuan mengakses manfaat layanan keuangan,” terangnya.
Merespon kondisi tersebut, Chandra Sugarda sebagai Penulis Kertas Kebijakan Inklusi Keuangan Digital Perempuan Disabilitas di Indonesia Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia menyatakan konteks ketidaksetaraan gender menjadi tujuan untuk memfasilitas perempuan disabilitas memahami dan terampil memanfaatkan layanan keuangan.
Menurut Chandra kondisi ini diperparah karena, 81 persen dari penduduk Indonesia belum terlayani jasa keuangan konvensional, dan hanya 59 persen angkatan kerja dari sektor informal yang masih dominan mengandalkan transaksi tunai. Padahal, pengguna internet meningkat 32 persen menjadi 62 persen sepanjang 2017-2021. Sayangnya, dari 91 persen penduduk dengan telepon seluler hanya 72 persen perempuan, dan 81 persen yang laki-laki.
Berdasarkan survei yang ia lakukan, Chandra menemukan mayoritas penyandang disabilitas memiliki rekening bank, namun penyandang disabilitas intelektual merupakan ragam disabilitas dengan kepemilikan rekening bank terendah. Adapun bank milik negara seperti BRI, BNI, dan Bank Mandiri merupakan bank yang paling diminati penyandang disabilitas perempuan.
“Sebagian besar atau 67 persen penyandang disabilitas yang tidak memiliki rekening di bank adalah mereka yang tidak bekerja, dan tidak memiliki penghasilan,” ujar Chandra.
Temuan unik lain, penyandang disabilitas sensorik netra lebih dominan dalam mengakses layanan keuangan digital, sementara penyandang disabilitas intelektual merupakan ragam disabilitas dengan akses ke layanan keuangan digital terendah.
Program Manager Advokasi Ohana Indonesia Nuning Suryatiningsih menyatakan kondisi kesenjangan memang sudah lama dialami perempuan disabilitas. Sebut saja; ketimpangan pendidikan, ketimpangan lapangan pekerjaan, ketimpangan ekonomi, dan rendahnya dukungan dari keluarga.
Dukungan dari pemerintah tidak bisa berdiri tanpa dukungan dari sektor privat. Prohealth.id mencatat, produk kosmetik lokal, Luxcrime, mencoba membuat terobosan dengan mengadakan kegiatan sosial dan seni bersama komunitas Unique Project Theater dan Nalitari, komunitas disabilitas dari Yogyakarta. Pertunjukan tersebut bertajuk “Kecantikan dalam Keragaman dan Kesetaraan”. Pertunjukan ini diadakan di Pendhapa Art Space, Yogyakarta.
Ahmad Nurul Fajri, Founder Luxcrime menjelaskan sebagai brand kosmetik lokal yang menyasar kaum perempuan. Oleh karenanya, Luxcrime mencoba untuk mengerti setiap problematika yang dihadapi oleh perempuan, dan menjadi komitmen Luxcrime untuk dapat membantu perempuan Indonesia.
“Terutama untuk memancarkan kecantikan yang dimiliki melalui produk yang hadirkan dan atau kegiatan-kegiatan sosial seperti ini. Bagi Luxcrime cantik itu universal dan tak terbatas,” ungkap Ahmad.
Ahmad menyebut, kegiatan sejenis bukanlah yang pertama dilakukan Luxcrime, dan sudah pernah dilakukan pada tahun lalu dalam momentum Hari Perempuan Sedunia 2022. Kegiatan puncak kampanye sosial Luxcrime tahun ini diisi oleh pertunjukan seni dan budaya dari Unique Project dan Nalitari dengan mengangkat cerita “The Unlimited of Beauty – Keindahan Tak Terbatas”.
Nanik Indarti Pendiri Komunitas Unique Project Theater menambahkan, pihaknya sangat mengapresiasi Luxcrime atas kepeduliannya terhadap komunitas-komunitas sosial dan juga para perempuan di Indonesia. “Kami berharap kegiatan sosial ini dapat menjadi salah satu wadah kami dalam menyuarakan isi hati kami, yang selama ini sering mendapatkan diskriminasi dan masih dipandang sebelah mata sebagai objek belas kasihan.” Ujarnya.
Nanik juga mengingatkan bahwa dialog yang disampaikan para penampil seni bertujuan menyuarakan isu-isu kecantikan bagi tubuh perempuan disabilitas yang mengalami keterbatasan karena tubuhnya tidak memenuhi standar kecantikan yang diidealkan terutama dalam berpenampilan.
“Pertunjukkan teater ini mengandung pesan, bahwa kecantikan itu tidak terbatas, bukan untuk si tinggi kurus dan putih, tapi untuk semua perempuan di Indonesia,” tambah Nanik, yang juga berperan sebagai sutradara sekaligus penulis naskah dalam pertunjukkan teater “The Unlimited of Beauty”.
Sedangkan penampilan dari kelompok Nalitari yang mengusung cerita “KAKSA”. KAKSA merupakan kayu yang tumbuh tanpa bisa memilih dimana dia akan memulai hidupnya. Kaksa tidak memiliki nafsu dan keinginan, hidup mengikuti peredaran waktu untuk akhirnya akan tumbang dan menjadi sebuah perdu.
Selain pertunjukan seni dan budaya, Luxcrime juga mengadakan sesi make-up class bersama teman-teman difabel. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan keahlian tambahan bagi teman-teman difabel ini, sehingga kelak dapat dimanfaatkan sebagai mata pencaharian tambahan.
Discussion about this post