Jakarta, Prohealth.id – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan pihaknya sudah mendengar adanya rumor aksi mogok yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan pada 14 Mei 2023 mendatang, berkaitan dengan penolakan terhadap pembahasan RUU Kesehatan.
Menurut politikus Partai Golkar ini, rencana aksi mogok dari tenaga kesehatan yang menolak RUU Kesehatan akan sangat berdampak pada pelayanan kesehatan masyarakat. Padahal, layanan kesehatan merupakan layanan paling krusial yang harus berjaga-jaga setiap hari 24/7.
Maka untuk mengatasi kolapsnya fasilitas kesehatan akibat rencana aksi mogok tenaga kesehatan, Komisi IX DPR RI secara mendadak menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) dari semua kelompok organisasi profesi dan organisasi masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan. Kegiatan RDPU ini bahkan diselenggarakan pada sela-sela masa reses anggota DPR RI yang terjadwalkan selesai pada 15 Mei 2023 mendatang.
“Jadi memang RDPU ini tujuannya ke arah sana [cegah aksi mogok]. Jadi, sudahlah, teman-teman organisasi profesi mari mengobrol begini, berjuang yakinkan anggota panja dengan argumentasi sekuat mungkin karena nanti yang rugi juga masyarakat,” terang Melkiades di Ruang Rapat Komisi IX, Rabu (10/5/2023).
Melki yang saat ini menjabat sebagai Ketua Panja RUU Kesehatan menilai, aksi mogok yang sempat bergaung tersebut jangan terkesan mengancam pemerintah dan anggota legislatif. Ia beralasan, dibandingkan harus mengancam jalan yang bisa dilakukan saat ini agar berdialog karena semua nasib kesehatan masyarakat Indonesia dipertaruhkan dalam RUU ini.
Politikus dari Partai Golkar ini menyebut proses public hearing atau melakukan fasilitasi publik ini sudah sejak awal direncanakan sejak menerima dokumen dari Baleg. Oleh karenanya, Komisi IX membuat 5 klaster selama 2 hari berturut-turut untuk membuka ruang partisipasi publik.
“Pembahasan pertama kami sudah bahas, bersama teman-teman. Dan yang ini kami mencermati bahwa aspirasi yang berkembang di luar ini juga masih banyak sekali yang merasa belum kami dengar. Sehingga kami buka lagi kali kedua di Komisi IX. Dan, tadi kami berterima kasih dengan organisasi profesi, teman-teman ikatan dokter, perawat, bidan, apoteker, dan banyak sekali pemerhati kesehatan yang lain. Bisa didengarkan sendiri dari berbagai kalangan memperkaya apa yang kami bahas dan memperkaya bahan bagi kami membahas UU Kesehatan dengan jauh lebih komprehensif dan mendalam,” ungkap Melki.
Ia menyebut tim Panja RUU Kesehatan berupaya menghasilkan UU Kesehatan yang bisa mengakomodasi kebutuhan banyak pihak, tenaga kesehatan, tenaga medis, penyedia fasilitas kesehatan, dan dari pasien. Kemudian juga pemerintah tingkat daerah, pemerintah pusat.
Desakan Organisasi Anak Muda
Sejumlah gerakan kaum muda yang terdiri dari aliansi organisasi berbagai latar belakang yaitu; Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI), dan Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Indonesia (ISMAFARSI) hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) pada 10 Mei 2023.
Gerakan orang muda ini menyampaikan pentingnya paradigma kesehatan serta keberpihakan pemerintah kepada masyarakat dan profesi di bidang kesehatan untuk membangun kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Dikutip dari siaran pers yang diterima Prohealth.id, IYCTC melihat bahwa draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan pada saat ini belum cukup kuat untuk mengatur masalah rokok yang begitu problematik di Indonesia.
“DPR-RI dan pemerintah harus memasukkan pasal yang spesifik mengatur larangan iklan, promosi, dan sponsorship (IPS) rokok pada RUU Kesehatan. Hanya Indonesia satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih memperbolehkan iklan rokok di media penyiaran. Iklan rokok bukan saja melemahkan daya kritis masyarakat terhadap produk yang mengandung zat adiktif ini dan terbukti dapat menjadi pemicu dimulainya konsumsi rokok pada anak-anak dan orang muda. Tanpa adanya regulasi maka negara telah membiarkan generasi mudanya mabuk adiksi,” jelas Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC.
Hal ini disampaikan mengingat terjadinya kenaikan jumlah iklan di internet 11 kali lipat dari tahun 2011 ke tahun 2021 (GATS, 2021) dan penelitian TCSC IAKMI (2018) yang menyatakan iklan rokok di televisi meningkatkan peluang anak untuk merokok 2.2 kali lipat dibandingkan anak yang tidak melihat iklan, dan 1.5 kali lipat melalui poster, radio, billboard, dan internet.
Hasil GYTS (2019) juga menyatakan bahwa Anak-anak sangat mudah terpapar iklan & promosi rokok di berbagai media seperti televisi (65,2 persen), tempat penjualan (65,2 persen), media luar ruang (60,9 persen), dan media internet (36,2 persen) sehingga memerlukan larangan IPS rokok secara total.
Discussion about this post