Setiap tahunnya, jumlah penderita diabetes melitus kian meningkat. Ini menjadikannya sebagai salah satu prioritas dalam penanganan Penyakit Tidak Menular (PTM).
Penderita diabetes melitus berisiko mengalami komplikasi kerusakan organ, salah satunya retinopati diabetik pada organ mata. Retinopati diabetik adalah komplikasi jangka panjang akibat tingginya kadar gula darah pada lapisan saraf mata. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya kebocoran pembuluh darah, pembentukan pembuluh darah yang abnormal, bahkan perdarahan dan lepasnya retina akibat jaringan fibrovaskular pada kasus lanjutan.
Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUI-Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dr. dr. Ari Djatikusumo, Sp.M(K), menyebut keadaan retinopati diabetik di Indonesia saat ini cukup mengkhawatirkan.
Studi yang dilakukan Sasongko, dkk. (2017) menunjukkan bahwa 1 dari 4 orang dewasa dengan diabetes melitus memiliki vision threatening diabetic retinopathy. Hal ini membutuhkan tindak lanjut dengan skrining pada pasien diabetes melitus, bergejala diabetes melitus, dan bergejala mata.
Menurut dr. Ari, penderita retinopati diabetik biasanya mengalami gejala ringan, yakni buram perlahan tanpa mata merah maupun nyeri. Selain itu, penderita retinopati diabetik dapat melihat adanya bayangan hitam berterbangan (floaters). Biasanya berupa bintik hitam maupun dalam bentuk rambut-rambut atau garis-garis halus.
“Gejala yang lebih parah dapat berupa hilangnya sebagian lapang pandang atau bahkan buram yang lebih parah hingga hilangnya penglihatan,” ujar Dr. Ari melalui keterangan tertulis yang diterima Prohealth.id, Senin, 29 Januari 2024.
Retinopati diabetik pada pasien diabetes melitus terjadi karena adanya kebocoran pembuluh darah mikro dan makrovaskular. Di bagian mata, terutama retina, terdapat banyak sekali pembuluh darah mikrovaskuler yang rentan mengalami kebocoran dan penyumbatan.
Kondisi ini terjadi akibat kerusakan akibat tingginya kadar gula darah serta proses stres oksidatif. Ketika terjadi kebocoran dan sumbatan pembuluh darah pada retina, saraf mata tidak dapat mendapat suplai darah yang cukup sehingga terjadi kerusakan dan menyebabkan hilangnya penglihatan.
Pada kasus lanjutan, sumbatan pembuluh darah memicu pembentukan pembuluh darah baru yang abnormal, rapuh, dan mudah pecah sehingga menyebabkan perdarahan di badan kaca dan retina penderita retinopati diabetik. Jaringan fibrovaskular yang menarik jaringan retina juga dapat terbentuk sehingga menyebabkan ablasio retina atau terlepasnya saraf mata. Pembentukan pembuluh darah di jalan keluar cairan bola mata juga dapat meningkatkan tekanan bola mata dan menyebabkan rasa nyeri luar biasa.
Menurut Dr. Ari, penanganan terbaik kasus ini adalah dengan pencegahan. Penderita diabetes melitus sebaiknya melakukan skrining secara rutin. Masyarakat harus menjaga kadar gula darah agar berada dalam batas normal. Jangan lupa melakukan kontrol rutin ke dokter spesialis penyakit dalam. Bagi pasien yang telah terdiagnosis retinopati diabetik, harus menjalani follow-up, laser, injeksi, bahkan tindakan pembedahan, tergantung pada tingkat keparahannya.
Selain itu, perlu peran dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk akademisi dan tenaga kesehatan, dalam menyebarluaskan pengetahuan mengenai penyakit ini. Menurut dr. Ari, kader dan puskesmas harus aktif melakukan sosialisasi serta menyaring adanya kemungkinan masyarakat yang menderita diabetes melitus.
“Dari pasien-pasien diabetes melitus ini, kita perlu lakukan skrining secara rutin, sehingga penderita retinopati diabetik segera terdeteksi. Bagi rekan-rekan yang mengalami gejala penyakit tersebut, mohon segera cek ke dokter spesialis mata terdekat,” kata Dr. Ari.
Dr. Ari pernah melakukan kegiatan penyuluhan mengenai diabetes melitus dan retinopati diabetik dalam kegiatan pengabdian masyarakat dari Departemen Mata Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI). Kegiatan terselenggara pada akhir tahun 2023, di Kantor Kecamatan Sawangan, Depok, Jawa Barat. Setelah sesi penyuluhan, Tim Pengabdi melakukan skrining retinopati diabetik kepada 100 peserta penderita diabetes melitus.
Skrining tersebut mencakup pemeriksaan tajam penglihatan, tekanan intraokular, segmen anterior mata, serta segmen posterior (retina) mata. Para peserta juga mendapatkan edukasi dan rekomendasi terkait hasil pemeriksaan mata.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post