Jakarta, Prohealth.id – Melalui salah satu grup WhatsApp, Prohealth.id menemukan adanya unggahan hasil screenshot jurnal ilmiah bahwa vaksin untuk SARS-CoV-2 memiliki komponen zat yang memicu sel hepatitis.
Mulai 15 April 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan ada kasus hepatitis misterius yang menginfeksi anak-anak usia 11 bulan sampai 5 tahun. Sampai dengan 21 April 2022, WHO mendata ada sekitar 11 negara yang sudah terdeteksi dengan kasus hepatitis misterius dengan jumlah total 169 kasus.
WHO pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown aetiology) pada anak-anak usia 11 bulan sampai 5 tahun sepanjang Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.
Banyak kasus yang ditemukan ini mengalami sejumlah gejala seperti diare, sakit pada perut bagian bawah, sampai mual-mual. Rata-rata kasus hepatitis misterius ini tidak diikuti demam. Sejumlah virus hepatitis seperti A, B, C, D, dan E tidak terdeteksi alam kasus ini. Namun, WHO menemukan ada Adenovirus yang ditemukan alam 74 kasus melalui pengujian molekuler. Ada 18 kasus yang teridentifikasi sebagai tipe F 41, sementara 20 kasus lain teridentifikasi SARS-CoV-2. Ada juga 19 kasus terdeteksi ada koinfeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus. Oleh karenanya, WHO masih terus memantau penyebab terjadinya wabah hepatitis akut tersebut di sejumlah negara. Meski demikian, WHO menegaskan tidak ada hubungan antara hepatitis misterius sebagai efek samping dari vaksin COVID-19. WHO menyebut informasi ini tidak tepat karena tidak didukung bukti yang kuat mengingat sebagian besar anak-anak yang terkena hepatitis tidak menerima vaksinasi COVID-19.
Pada awal Mei, kasus hepatitis misterius di Indonesia juga sudah mencapai 3 kasus. Ada tiga pasien anak yang dirawat di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta dengan dugaan hepatitis akut namun belum diketahui penyebabnya meninggal dunia, dalam kurun waktu yang berbeda dengan rentang dua minggu terakhir hingga 30 April 2022. Ketiga pasien ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat.
Adapun yang ditemukan pada pasien-pasien ini tidak jauh berbeda dari temuan WHO di negara lain yaitu; mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang dan penurunan kesadaran. Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan, Kementerian Kesehatan berupaya terus melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap. Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut.
Dia mengingatkan agar selama masa investigasi, masyarakat harus berhati-hati dan tetap tenang. Lakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit serta tetap melaksanakan protokol kesehatan.
“Jika anak-anak memiliki gejala kuning, sakit perut, muntah-muntah dan diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air besar berwarna pucat, kejang, penurunan kesadaran agar segera memeriksakan anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat,” tutur dr. Nadia.
Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya alias sekitar 10 persen, memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal. Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice atau penyakit kuning akut, dan gejala gastrointestinal yakni nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah. Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.
Lead Scientist untuk kasus ini, Prof. dr. Hanifah Oswari, Sp. A(K) juga menampik adanya korelasi sebab-akibat antara hepatitis akut yang masih misterius dengan vaksin Covid-19. “Kejadian ini dihubungkan dengan vaksin COVID-19 itu tidak benar, karena kejadian saat ini tidak ada bukti bahwa itu berhubungan dengan vaksinasi COVID-19,” ungkap Prof Hanifah.
Lebih lanjut Prof Hanifah mengingatkan bahwa sampai saat ini juga belum ada bukti yang menunjukkan adanya kaitan penyakit Hepatitis Akut Yang Belum Diketahui Penyebabnya dengan virus COVID-19, melainkan adanya kejadian yang koinsiden (bersamaan).
Dia pun menganjurkan masyarakat untuk mengikuti arahan pemerintah. Oleh karenanya, Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) tertanggal 27 April 2022.
Surat Edaran tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya.
Kemenkes meminta Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit untuk antara lain memantau dan melaporkan kasus sindrom Penyakit Kuning akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak dan memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Kemenkes juga meminta pihak terkait untuk menginformasikan kepada masyarakat untuk segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terdekat apabila mengalami sindrom Penyakit Kuning, dan membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas sektor.
“Tentunya kami lakukan penguatan surveilans melalui lintas program dan lintas sektor, agar dapat segera dilakukan tindakan apabila ditemukan kasus sindrom jaundice akut maupun yang memiliki ciri-ciri seperti gejala hepatitis” ucap dr. Nadia.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post