Jakarta, Prohealth.id – Guna menyongsong bonus demografi dan tantangan 2045, pemerintah perlu sering menanggulangi angka perokok anak dan mengutamakan kesehatan ibu hamil.
Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI) bersama dengan International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union) telah menyelenggarakan Webinar Nasional dengan tema “Menyongsong Indonesia Emas 2045: Peningkatan Kualitas SDM dan Pembangunan Kesehatan Berkelanjutan”.
Webinar tersebut menghadirkan pembicara antara lain’ Prof. Sri Moertiningsih A. selaku Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI sekaligus Peneliti Adjunct di Lembaga Demografi FEB UI, Prof. Ascobat Gani selaku Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Yayi S. Prabandari selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM. Dalam webinar ini beberapa anggota dewan DPR RI juga turut diundang sebagai penanggap diantaranya Ibu Dr. Hj. Netty Prasetyani, M.Si dari Komisi IX dan Badan Anggaran DPR RI serta Bapak Rizki Natakusumah yang merupakan anggota dewan Komisi I DPR RI.
Dalam webinar tersebut, Prof. Sri Moertiningsih A. membahas topik “Bonus Demografi dan Prasyarat Kualitas Kesehatan”. Dia mengatakan peluang dari bonus demografi harus bisa dimanfaatkan untuk intervensi pembangunan manusia. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memperiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sejak dini yakni sejak 1000 hari pertama kehidupan (HPK) atau sejak ibu hamil mengandung anaknya. Hal tersebut dikarenakan perkembangan kognitif pada anak dimulai ketika 1000 HPK dimulai.
“Ibu yang sedang mengandung dapat menjaga pemenuhan gizinya dan menjaga pola hidup sehat dengan tidak merokok dan menghindari paparan asap rokok yang dapat mengganggu pertumbuhan janin,” jelas Sri Moertiningsih, dikutip dari siaran pers, Rabu (7/7/2021).
Sementara itu Prof. Ascobat Gani juga menambahkan pembangunan SDM yang berkualitas dapat dilakukan dengan berfokus pada sistem kesehatan yang memerhatikan the current stock human capital yakni penduduk usia 0 – 20 tahun, dan the future stock human capital yakni penduduk usia 20 – 55 tahun. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga mutu the current stock human capital ialah dengan menyediakan tenaga kesehatan dan sarana prasanaran kesehatan yang memadai dan merata di seluruh wilayah di Indonesia, mengalokasikan pembiayaan promosi kesehatan yang lebih besar.
“Selain itu juga redistribusi peserta JKN dari puskesmas ke klinik swasta agar puskesmas tetap dapat berfokus pada promotif preventif, serta menurunkan prevalensi merokok mengingat 60 persen penjualan rokok berasal dari masyarakat yang berada di kuintil pendapatan 1-3,” jelasnya.
Prof. Yayi S. Prabandari menambahkan strategi untuk perubahan perilaku dalam promosi kesehatan dapat dilakukan melalui informasi, pemasaran, insentif, restriksi, indoktrinasi dan peraturan yang dilakukan oleh individu, kelompok, faskes, sekolah, dan lainnya. Selain itu, untuk menghasilkan SDM yang berkualitas diperlukan perencanaan dan strategi promosi kesehatan yang komprehensif, kerjasama lintas sektor dan pemangku kepentingan.
“Kita perlu bergandeng tangan dengan semua pihak dari berbagai bidang dan tidak hanya dari sisi kesehatan, karena persoalan kesehatan ini ditentukan oleh banyak sisi,” sambung Yayi.
Anggota DPR RI Komisi IX Netty Prasetyani mengatakan sesama anggota dewan selalu mengingatkan pemerintah bahwa gerakan masyarakat sehat atau GERMAS bukan hanya sekedar jargon, diperlukan breakdown lebih lanjut mengenai apa-apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkannya.
“Ke depannya, harus ada upaya-upaya terobosan termasuk juga kreativitas untuk terus melakukan efisiensi dan efektivitas anggaran utamanya dalam konteks menjamin kesehatan bagi seluruh warga negara dan menjamin jaminan sosial bagi seluruh masyarakat,” terang Netty.
Oleh sebab itu agar dapat menciptakan SDM Indonesia yang unggul di tahun 2045 diperlukan upaya-upaya yang dapat memengaruhi perilaku konsumsi pola hidup sehat di setiap lapisan masyarakat. Upaya-upaya tersebut tidak cukup dilakukan dihilir, namun juga perlu dilakukan dari hulu yakni dalam bentuk promotif dan preventif kesehatan.
Abdillah Ahsan selaku Peneliti Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI) menambahkan, cara mengkampanyekan pola hidup sehat dan mendukung kenaikan cukai rokok merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan sebagai bagian dari promotif dan preventif kesehatan. Kenaikan cukai rokok dapat membantu menurunkan konsumsi rokok masyarakat.
“Dengan begitu, resiko terkena penyakit tidak menular akibat mengonsumsi rokok serta resiko terganggunya perkembangan janin akibat ibu hamil yang terpapar asap rokok dapat diminimalisir,” terangnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina
Discussion about this post