Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Depresi dan Cemas Ternyata Berdampak pada Usus

by Karina Lin
Thursday, 31 March 2022
A A
Depresi dan Cemas Ternyata Berdampak pada Usus

Ilustrasi masalah depresi dan kesehatan mental. Sumber: Freepik/2022.

Ada beberapa kemungkinan yang tercetus terkait depresi dan gangguan kecemasan. Misalnya, ada asumsi bahwa masalah ini berkaitan dengan ”jiwa dan pikiran” individu yang bersangkutan. Sebagian juga menganggap masalah ini berkaitan dengan gila atau tidak waras. Lalu harus ditangani psikiater atau psikolog, diterapi dengan konsultasi atau minum obat-obatan seumur hidup.

Faktanya tidaklah begitu. Nyatanya, gangguan depresi dan kecemasan mempengaruhi dan saling berhubungan erat dengan usus atau pencernaan, dan otak atau disebut Gut – Brain Axis.

BacaJuga

Semangat Warga Yogyakarta Perangi Rokok

Mau Sehat, Cek Dulu Harga Vaksin dan Booster Vitamin di Rumahsakit

 

MENGENALI DEPRESI DAN KECEMASAN

Menurut dr. Aime Nugroho, Sp.KJ. dalam webinar “Gangguan Depresi dan Kecemasan, Apa saja yang Kamu Tahu?”, Minggu (20/3/2022) lalu oleh Laboratorium Klinik Prodia, ketika seseorang mengalami perubahan perilaku, pikiran, atau perasaan, kondisi itu perlu diwaspadai adanya masalah gangguan kejiwaan.

Lebih lanjut, dr. Aime menyebut gangguan jiwa pun beragam. Pertama, gangguan yang bersifat psikotik. “Pada jenis ini seseorang akan mengalami gangguan menilai realita atau tidak sesuai realita. Misalnya, dia mendengar suara-suara, padahal kenyataannya tidak ada,” terang dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini. Skizofrenia dan skizoafektif merupakan dua contoh gangguan jiwa psikotik ini.

Kedua, gangguan jiwa neurotik di mana tidak berhubungan dengan realita tetapi lebih ke perasaan atau depresi. Kondisi ini berbeda dengan cemas atau kecemasan.

Apa saja gejala depresi? Sebut saja; sulit berkonsentrasi, merasa dirinya kurang baik, dan tidak bisa tidur. Kondisi ini makin berbahaya jika dialami lebih dari dua minggu. Adakah gejala lain?

“Kalau depresi, tidak biasa-biasanya terbangun di tengah malam, bisa juga ingin menghilang, ingin pergi ke tempat yang orang-orang mengerti aku,” lanjutnya.

Bagaimana dengan gangguan cemas? “Ini kalau kita ada di situasi tertentu tapi penyebabnya nggak jelas dan terus menerus,” kata dr. Aime. Untuk gangguan cemas dapat dibedakan menjadi empat tipe, yakni gangguan cemas panik yang dipicu oleh stres, ketakutan, dan pikiran terluka; gangguan cemas phobia tertentu; gangguan cemas menyeluruh, dan gangguan kecemasan sosial, misalnya takut berada di tempat umum atau publik.

 

PENTINGNYA HORMON BAHAGIA

Adapun dr. Aime mengatakan salah satu penyebab gangguan depresi adalah hormon. “Saat depresi maka serotonin yang berada di lambung akan turun,” katanya.

Serotonin merupakan hormon kebahagiaan yang berperan sebagai neurotransmitter. Mengutip dari situs Hellosehat.com, serotonin adalah zat kimia yang bertugas membawa pesan antar sel saraf pada otak. Serotonin diproduksi melalui proses yang salah satu bahannya adalah triptofan. Nah, keberadaan serotonin selain di otak ternyata berlokasi di usus.

Oleh karena itu, saat depresi serotonin dalam lambung akan turun. Akibat dari serotonin ini turun maka menyebabkan neurotransmitter tidak seimbang.  Inilah kenapa disebut Gut alias usus, Brain atau otak, dan Axis saling berhubungan. Ini pula alasan bahwa faktor makanan atau nutrisi yang baik mempengaruhi hormon serotonin dan menjadi salah satu metode perawatan mengatasi gangguan depresi dan cemas.

Metode perawatan lain dengan pemberian obat, meditasi berkesadaran (mindfulness), psikoterapi, dan didukung lingkungan positif. Berkaitan dengan terapi obat antidepresi, lebih lanjut dia mengatakan agar pasien dan penyintas tidak perlu takut.

“Obat-obatan antidepresi tidak menyebabkan ketergantungan asal diberikan sesuai dosis”, terangnya.

 

 

Penulis: Karina Lin

Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi

Bagikan:
Tags: cemasdepresikesehatan mentalmental health

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.