Jakarta, Prohealth.id – Pemerintah Singapura secara resmi melarang penggunaan rokok elektrik atau vape. Bahkan, seiring meningkatnya kasus penyalahgunaan serta dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, vape dikategorikan setara dengan narkoba,
Menanggapi hal ini, dr Yusuf Ryadi, MKM, dosen Fakultas Kedokteran IPB University, menegaskan bahwa vape memang menyimpan banyak risiko kesehatan. Bahkan, ia menyebut lebih berbahaya daripada rokok konvensional dalam beberapa aspek.
“Meski kerap dipandang sebagai alternatif rokok yang lebih aman, vape mengandung berbagai zat berbahaya seperti nikotin, pelarut organik, dan aditif rasa, yang dapat memicu reaksi peradangan pada tubuh,” jelas dr Yusuf dalam wawancara tertulis kepada IPB Today (8/9/2025).
Ia menambahkan, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan vape meningkatkan risiko gangguan pernapasan dan penyakit kardiovaskular. Nikotin, merupakan zat adiktif utama dan sangat mudah menimbulkan ketergantungan. Khususnya pada remaja dan dewasa muda yang masih berada dalam fase perkembangan otak.
“Paparan nikotin dapat mengganggu sirkuit dopamin, menurunkan kapasitas memori, perhatian, dan pengendalian emosi,” ujarnya.
Lebih lanjut, dr Yusuf memaparkan bahwa dekomposisi cairan vape dapat menghasilkan senyawa karsinogenik seperti formaldehida, asetaldehida, dan acrolein. Semua zat ini berpotensi merusak DNA dan memicu pertumbuhan sel kanker. Partikel halus dalam aerosol vape juga bisa masuk hingga ke alveoli paru dan menyebabkan peradangan serius.
Tak hanya itu, uap vape juga terbukti mengandung logam berat seperti nikel, kadmium, dan timah. “Zat-zat ini dapat memicu penyempitan pembuluh darah, hipertensi, dan gangguan irama jantung,” imbuhnya.
Lima Dampak Vape bagi Kesehatan
Untuk tiu, dr Yusuf mengelompokkan dampak kesehatan dari penggunaan vape ke dalam lima kategori utama.
Pertama, gangguan pernapasan seperti bronkitis kronis, bronkiolitis obliterans, dan asma. Kedua, penyakit kardiovaskular. Jenisnya yakni; hipertensi, aritmia, dan penyakit jantung koroner.
Ketiga, resiko kanker. Risiko meningkat untuk kanker paru-paru dan saluran cerna bagian atas. Keempat, gangguan pembuluh darah tepi seperti penyakit arteri perifer dan ulkus iskemik. Kelima, masalah kesehatan mulut. Ini meliputi kerusakan enamel, radang gusi, dan penyakit periodontal.
Ia menyatakan, efek dari vape dapat dirasakan dalam jangka waktu yang bervariasi. Dalam hitungan menit, pengguna bisa mengalami peningkatan detak jantung dan tekanan darah.
Dalam beberapa hari hingga minggu, muncul gejala seperti batuk kering dan sesak napas. Sementara dalam jangka panjang mislanya lebih dari lima tahun, risiko kanker dan penyakit jantung meningkat signifikan.
Ia juga menyoroti temuan pemerintah Singapura terkait kandungan zat berbahaya dalam cairan vape. Dari 100 sampel yang diuji, sepertiganya mengandung etomidate, zat bius yang dapat mengganggu kesadaran dan fungsi pernapasan. Karena itu, Singapura memperlakukan kepemilikan vape layaknya narkotika untuk mencegah penyalahgunaan.
“Vape dengan kandungan nikotin tinggi, setara dengan 20 sampai 40 batang rokok dalam satu pod, memiliki potensi kecanduan yang lebih besar daripada rokok biasa,” jelasnya.
Melihat bahaya yang mengintai, ia mendorong agar pemerintah mengambil langkah tegas. Seruan publik, riset ilmiah, serta usulan legislasi tengah digalakkan untuk mengatur peredaran vape secara lebih ketat.
“Badan Narkotika Nasional sedang mengkaji status vape sebagai barang terlarang, dan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat uga mulai mengusulkan perubahan regulasi,” ungkap dr Yusuf.
Lingkungan kampus, menurutnya, juga berperan aktif dengan menciptakan zona bebas vape dan mendorong riset serta diskusi kebijakan untuk mengantisipasi dampak jangka panjang bagi generasi muda.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post