Orang tua tentu waspada dan kebingungan akan penyebab gagal ginjal akut pada anak. Penyakit gagal ginjal yang umumnya dialami oleh orang lanjut usia atau dengan komorbid (penyakit penyerta) kini malah dengan mudah menjangkiti anak-anak. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus yang dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 juga bertambah menjadi 206 kasus yang tersebar di 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak, dimana angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65 persen.
Direktur Pelayanan Kesenatan Rujukan Kementerian Kesehatan, dr. Yanti Herman, MH. Kes mengakui, kasus gagal ginjal akut pada anak ini telah terjadi pada awal tahun 2022, namun baru mengalami peningkatan pada September. Dia memastikan bahwa sejumlah antisipasi telah dilakukan pemerintah, termasuk melakukan fasilitasi dengan menyusun pedoman penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut pada Anak.
Mewakili Kementerian Kesehatan, dia meminta orang tua di seluruh Indonesia untuk tidak panik, tetap tenang, namun selalu waspada dengan segala perkembangan terbaru kasus ini. Terutama apabila anak mengalami gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut seperti ada diare, mual, muntah, demam selama 3-5 hari, batuk, pilek, sering mengantuk serta jumlah air seni atau air kecil semakin sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali.
“Orang tua harus selalu hati-hati, pantau terus kesehatan anak-anak kita, jika anak mengalami keluhan yang mengarah kepada penyakit gagal ginjal akut, sebaiknya segera konsultasikan ke tenaga kesehatan jangan ditunda atau mencari pengobatan sendiri,” kata dr. Yanti Herman.
Orang tua juga perlu memastikan bila anak sakit maka harus cukupi kebutuhan cairan tubuhnya dengan minum air. Gejala lain yang juga perlu diwaspadai orang tua adalah perubahan warna pada urine (pekat atau kecoklatan). Jika warna urine berubah dan volume urine berkurang, bahkan tidak ada urine selama 6-8 jam khususnya saat siang hari, orang tua diminta segera membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Sebenarnya, kasus gagal ginjal akut pada anak belum diketahui secara pasti penyebabnya. Oleh karena itu, pemerintah bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan tim dokter RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) membentuk tim untuk mengamati dan menyelidiki kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Baca Juga: Susu Kebutuhan Pokok bagi Gizi Anak
Dikutip dari situs Kementerian Kesehatan, berdasarkan data yang ada gejala yang muncul di awal adalah terkait infeksi saluran cerna. Maka Kemenkes menghimbau sebagai upaya pencegahan agar orang tua tetap memastikan perilaku hidup bersih dan sehat, pastikan cuci tangan, makan makanan yang bergizi seimbang, tidak jajan sembarangan, minum air matang dan pastikan imunisasi anak rutin dan lanjuti dilengkapi.
Kemenkes bahkan menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Managemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai bagian peningkatan kewaspadaan. Surat yang diterbitkan pada tanggal 28 September 2022 tersebut juga bertujuan meningkatkan kewaspadaan dini sekaligus sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan penanganan medis kepada pasien gagal ginjal akut. Oleh karenanya, surat keputusan ini memuat serangkaian kegiatan yang wajib dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lain dalam melakukan penanganan terhadap pasien gagal ginjal akut sesuai dengan indikasi medis.
“Belajar dari pandemi COVID-19, pemerintah tentu tidak bisa bekerja sendiri. Sinergi dan kolaborasi dari seluruh pihak sangat diperlukan untuk mencegah agar penyakit ini bisa di cegah sedini mungkin. Karenanya kami mengimbau kepada dinas kesehatan, rumah sakit, maupun pintu masuk negara agar segera melaporkan apabila ada indikasi kasus yang mengarah kepada gagal ginjal akut maupun penyakit lain yang berpotensi mengalami KLB [Kejadian Luar Biasa],” imbuh dr. Yanti.
Dia menjamin kepada masyarakat, pemerintah secara aktif terus melakukan pemantauan dan pelacakan kasus di masyarakat untuk menemukan kasus gagal ginjal akut sedini mungkin. Masyarakat diminta proaktif melaporan penyakit gagal ginjal akut pada anak maupun penyakit menular lainnya melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Event Baeed Surveillance (SKDREBS)/Surveilans Berbasis Kejadian (SBK) di https://skdr.surveilans.org dalam waktu kurang dari 24 jam. Apabila fasyankes tidak memiliki akun SKDR, masyarakat bisa melaporkan ke dinas kesehatan setempat dengan mengisi Formulir Penyelidikan Epidemologi (PE) yang dapat diunduh di https://skdr/surveilans.org dan mengirimkannya ke PHEOC melalui nomor WhatsApp 087777591097 atau email [email protected] atau [email protected].
Penegakan diagnosis untuk penyakit gagal ginjal akut pada anak diawali dengan mengamati gejala dan tanda klinis yang dialami pasien, salah satunya terjadi penurunan jumlah BAK (oliguria) atau tidak ada sama sekali BAK (anuria).
“Penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi atau penyaringan ginjal. Biasanya ditandai peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urine,” kata dr. Yanti.
Kemenkes merekomendasikan agar pasien yang mengalami gejala perlu melakukan pemeriksaan berlanjut pada fungsi ginjal (turun, kreatinin). Jika fungsi ginjal meningkat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan positif gagal ginjal akut, selanjutnya pasien akan dilakukan perawatan di ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sesuai indikasi.
Selama proses perawatan, fasyankes akan memberikan obat dan terus memonitoring kondisi pasien yang meliputi volume balance cairan dan diuresis selama perawatan, kesadaran, napas kusmaull, tekanan darah, serta pemeriksaan kreatinin serial per 12 jam.
“Selama proses perawatan pasien Gagal Ginjal Akut akan diberikan Intravena Immunoglobulin (IVIG). Sebelum diberikan, rumah sakit harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan,” jelas dr. Yanti.
Baca Juga: Perpres IHT dan Taruhan Nasib Anak Indonesia
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril menjelaskan Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya. Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas. Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tutur dr Syahril.
Sebagai alternatif, pasien anak dapat menggunakan bentuk sediaan lain dari obat yang berbentuk tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya.
Untuk menekan angka kasus, dr. Syahril juga meminta keluarga pasien secara jujur menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya, dan menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.
Tak hanya obat, makanan dan kosmetik perlu evaluasi
Ketika kasus gagal ginjal menguat, sejumlah asumsi bermunculan tanpa ada konfirmasi sebelumnya. Salah satunya adalah indikasi obat asal India yang menyebabkan gagal ginjal di Gambia.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr Kurniasih Mufidayati mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki pekerjaan besar seiring pengawasan obat dan makanan. Mulai dari pengawasan bahan etilen glikol yang terindikasi menjadi penyebab penyakit gagal ginjal akut pada anak yang terjadi di Gambia. Penarikan produk mi instan dari beberapa negara karena mengandung etilen oksida yang berbahaya. Teranyar, puluhan kosmetik diamankan karena mengandung zat karsinogen. Artinya, BPOM tengah memiliki banyak pekerjaan rumah untuk mengatasi pengawasan dan peredaran.
Pada etilen glikol, BPOM bergerak dengan melarang bahan etilen glikol pada produk sirup. Di sisi lain, Kurniasih meminta agar juga ada pengawasan dampak etilen glikol pada produk yang sering digunakan seperti polyester dan termasuk kosmetik.
“Setelah mengeluarkan aturan larangan etilen glikol untuk produk sirup perlu diteliti lebih lanjut untuk produk yang juga banyak digunakan seperti plastik dan juga kosmetik. Bagaimana tingkat keamanannya. Di sisi lain tim gugus Kemenkes juga bisa segera melihat apa penyebab utama gagal ginjal akut di Indonesia,” kata Kurniasih.
Selain itu pada kasus penarikan mi instan produksi Indonesia di beberapa negara juga segera dilakukan tes dan pengawasan menyeluruh terhadap semua produk yang beredar di Indonesia.
“Bisa langsung dilakukan tes menyeluruh dari semua produk agar benar-benar dipastikan mi instan yang beredar di Indonesia juga aman dikonsumsi. Selain itu perlu dijawab kenapa ada mi instan produk Indonesia yang disebut mengandung bahan berbahaya di berbagai negara,” ungkap Kurniasih.
Pada kasus penemuan kandungan berbahaya pada berbagai produk kosmetik, perlu ketegasan untuk menggandeng penegak hukum dan menindak dari proses produksi di hulu.
“Tindak pengolah bahan bakunya, sebab jika hanya menindak yang ada di peredaran akan menjadi pekerjaan yang terus menerus dan memakan biaya program penindakan yang tidak sedikit,” sebutnya.
Baca Juga: Sebelum Terlambat, Anak Muda Sayangi Jantung Anda
BPOM: Jamin obat di Indonesia aman
Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tanggal 5 Oktober 2022 mengeluarkan pernyataan mengenai sirup obat untuk anak yang terkontaminasi dietilen glikol dan etilen glikol di Gambia, Afrika. Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menerangkan, sirup obat untuk anak yang disebutkan dalam informasi dari WHO yakni; Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup memang diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India. Secara tegas, dia menjamin produk-produk tersebut tidak beredar di Indonesia. Pasalnya, BPOM sudah melakukan pengawasan secara komprehensif pre dann post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. “Berdasarkan penelusuran BPOM, keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM,” ungkapnya.
BPOM RI terus memantau perkembangan kasus substandard (contaminated) paediatric medicines mengenai produk sirup obat untuk anak terkontaminasi/substandard yang teridentifikasi di Gambia, Afrika serta melakukan update informasi terkait penggunaan produk sirup obat untuk anak melalui komunikasi dengan WHO dan Badan Otoritas Obat negara lain.
Penny meminta masyarakat agar tidak resah menanggapi pemberitaan yang ada, jika masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi apoteker, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya. Selain itu, masyarakat perlu lebih hati-hati, harus menggunakan produk obat yang terdaftar yang diperoleh dari sumber resmi, dan selalu ingat Cek KLIK alias cek kemasan, label, izin edar, dan kadaluwarsa sebelum membeli atau menggunakan obat.
Meski sudah dikonfirmasi oleh BPOM, kecurigaan akan distribusi obat tersebut masih berkembang di masyarakat. Alhasil, BPOM kembali menegaskan bahwa obat sirup untuk anak yang disebutkan dalam informasi dari WHO, tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia.” Hingga saat ini, produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM,” dikutip dari siaran pers yang diterima Prohealth.id, Rabu (19/10/2022).
Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).
Meski demikian, BPOM tak menampik jika EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan, sekalipun BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.
Oleh karena itu, BPOM tengah melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG. Hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi. Selanjutnya, untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan izin edar dan/atau pencabutan izin edar.
Semua industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, diminta untuk melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan.
BPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat sebagai bagian dari pencegahan kejadian tidak diinginkan yang lebih besar dampaknya. BPOM juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan pihak terkait lainnya dalam rangka pengawasan keamanan obat (farmakovigilans) yang beredar dan digunakan untuk pengobatan di Indonesia.
Selanjutnya: Disentri dan Hepatitis, Penyakit yang Kerap Mengintai Anak-anak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Cek artikel lain di Google News
Discussion about this post