Hampir satu tahun sejak Undang-Undang Kesehatan resmi, pemerintah belum juga mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan. RPP Kesehatan sebagai aturan turunan seharusnya rampung paling lambat satu tahun. Patokannya setelah Undang-Undang Kesehatan sah dengan tanda tangan Presiden Joko Widodo pada 8 Agustus 2023.
Pada Mei 2024, draf RPP Kesehatan telah final dan seharusnya 28 kementerian dan lembaga negara terkait menyepakatinya. Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kementerian Kesehatan, Benget Saragih, menyatakan pengesahan RPP Kesehatan tinggal menunggu waktu saja. Ia mengaku draf akhir sudah berada di tangan Presiden Jokowi.
Founder dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih menyatakan, keterlambatan RPP kesehatan dapat menghambat implemenasi aturan teknis. Padahal, aturan teknis mengatur berbagai regulasi penting dalam meningkatkan standar kesehatan masyarakat.
“Di antaranya, pembatasan rokok elektronik; pelabelan pada pangan siap saji tinggi gula, garam, dan lemak; pendanaan kader kesehatan. Hingga layanan untuk korban kekerasan seksual tidak dapat diterapkan tanpa RPP Kesehatan,” katanya, 18 Juli 2024.
Tergabung dalam Koalisi Pemerhati Kesehatan Publik, CISDI tidak sendiri. Ada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Forum Warga Kota (FAKTA), Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI), serta 1000 Days Fund mendesak pemerintah segera mengesahkan RPP Kesehatan.
Koalisi juga telah mengirimkan Surat Dukungan Bersama Pengesahan RPP Kesehatan kepada Presiden Jokowi pada 1 Juli 2024. Namun, hingga hari ini Koalisi belum menerima tanggapan dari Presiden.
Selain ketidakjelasan waktu pengesahan, Koalisi juga menyoroti kurangnya keterbukaan dan partisipasi publik dalam penyusunan RPP Kesehatan. Diah menyebut, proses pembahasan berlangsung tertutup dan lamban. Kondisi tersebut meningkatkan risiko campur tangan industri yang memiliki konflik kepentingan dan mampu melemahkan aturan yang mendukung kesehatan masyarakat.
Desakan pengesahan RPP Kesehatan juga muncul dari Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat kerja dengan Kementerian Kesehatan pada Senin, 8 Juli 2024. Legislator Irma Suryani Chaniago, misalnya, menyatakan pemerintah harus menyelesaikan seluruh aturan turunan Undang-Undang Kesehatan sebelum 8 Agustus 2024. Aturan turunan tersebut mencakup peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, hingga peraturan teknis lainnya.
Menanggapi desakan Komisi IX DPR, dalam rapat kerja yang ditayangkan secara langsung di kanal YouTube Komisi IX DPR RI, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan Presiden Jokowi seharusnya menandatangani RPP Kesehatan dalam minggu itu.
Pimpinan dan anggota Komisi IX tidak hanya menyoroti sisa waktu pengesahan RPP Kesehatan, tetapi juga prosesnya yang dinilai tertutup. Bahkan, Komisi IX DPR belum menerima salinan draf RPP Kesehatan selama penyusunannya. Padahal, pembahasan semua aturan turunan Undang-Undang Kesehatan juga mesti melibatkan Komisi IX DPR.
Sejak diadakannya uji publik pada 18-22 September 2023, penyusunan RPP Kesehatan tertutup dari pengawasan publik. Akibatnya tidak ada kepastian isinya telah mengakomodasi aspirasi publik.
Mengutip hasil Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, Diah mengungkapkan lebih dari 50 persen perokok di Indonesia mulai merokok saat usia sekolah, dan 29 persen penduduk berumur lebih dari 15 tahun sudah terkena hipertensi akibat mengkonsumsi makanan mengandung gula, garam, dan lemak berlebih.
“RPP Kesehatan yang mengatur pengendalian produk tembakau dan konsumsi gula, garam, dan lemak menjadi penting sekali sebagai instrumen untuk mengontrol konsumsi masyarakat terhadap zat-zat tersebut,” kata Diah.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat PPPKMI, Hario Megatsari, menanggapi pentingnya fungsi kontrol dalam RPP Kesehatan. Hario menjelaskan inilah kepastian hukum terkait kontrol produk tembakau yang seharusnya sudah lama ada.
“Terlebih, aturan ini melibatkan pemangku kebijakan dari level nasional hingga daerah,” kata Hario.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menyatakan RPP Kesehatan adalah langkah maju sektor kesehatan Indonesia. Tulus menjelaskan, dari sisi perlindungan masyarakat dan kesehatan publik, YLKI mendesak pemerintah segera mengesahkan RPP Kesehatan sebagai salah satu instrumen pengendalian penyakit tidak menular yang saat ini prevalensinya meningkat sangat signifikan.
“Seperti kanker, jantung koroner, stroke, dan diabetes melitus,” jelasnya.
Senada dengan YLKI, Tubagus Haryo Karbyanto selaku Sekjen Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia menyampaikan dukungannya dan mendesak Presiden Jokowi mengesahkan RPP Kesehatan.
“Demi layanan kesehatan, kesejahteraan masyarakat, pengendalian tembakau, dan peningkatan kualitas hidup yang efektif,” kata Tugabus.
Menurut dr. Rindang Asmara,. MPH, Chief operating Officer 1000 Days Fund, mendukung muatan RPP Kesehatan yang juga penting bagi kader kesehatan dan pengentasan stunting. Ia menyebut, mekanisme pendanaan dan insentif dalam RPP Kesehatan akan berdampak signifikan terhadap kesejahteraan kader kesehatan.
“Kader kesehatan berperan langsung dalam pengentasan stunting melalui edukasi, pemantauan gizi, dan intervensi dini,” ujar dr. Rindang.
Melihat proses penyusunannya yang minim keterbukaan dan partisipasi publik, Koalisi ingin memastikan bahwa poin-poin penting ini termuat dalam RPP Kesehatan.
Pertama, pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau. Melarang iklan, promosi, dan penjualan produk tembakau di semua media dan sekitar tempat pendidikan serta tempat bermain anak. Tujuannya untuk mencegah konsumsi pada anak-anak dan kelompok rentan.
Kedua, pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) berlebih. Mengendalikan produk pangan tinggi GGL melalui cukai, pelabelan, pembatasan iklan, dan pengendalian di lingkungan pendidikan. Tujuannya untuk mencegah penyakit tidak menular serta meningkatkan kesehatan publik.
Ketiga, integrasi layanan kesehatan primer dan kader kesehatan. Pendanaan yang baik bersumber dari anggaran pemerintah, seperti Dana Desa dan APBD. Tujuannya untuk melahirkan inovasi layanan kesehatan primer melalui penguatan kader kesehatan, yang sangat penting untuk penanganan stunting.
Keempat, kesehatan seksual reproduksi. Mengintegrasikan layanan bagi korban kekerasan seksual sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) tanpa surat kepolisian dan memastikan layanan aborsi aman untuk menurunkan angka kematian ibu dan memastikan akses berkesinambungan ke layanan kesehatan seksual reproduksi.
Koalisi menuntut proses RPP Kesehatan yang terbuka dan akuntabel, serta mendesak Presiden Jokowi segera mengesahkannya menjadi Peraturan Pemerintah sebelum tenggat waktu 8 Agustus 2024 demi mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
Dengan segera mengesahkan RPP Kesehatan, pemerintahan Presiden Jokowi telah menunjukkan keseriusannya dalam melindungi hak kesehatan masyarakat yang bebas dari campur tangan industri.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post