Jakarta, Prohealth.id – Tingginya konsumsi minuman manis dalam kemasan (MBDK) di kalangan anak-anak belakangan ini semakin mengkhawatirkan karena asupan minuman berkadar gula tinggi bakal mempengaruhi kualitas tumbuh kembang si kecil.
Berlatar fenomena itu, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyelenggarakan agenda interaktif bertema Anak Berhak Minum Sehat di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan, Sabtu, 27 Juli 2023 lalu. Acara ini melibatkan anak-anak, orang tua, tenaga kesehatan, dan organisasi masyarakat sipil ini digelar untuk menyambut Hari Anak Nasional 2023.
Menurut Dokter spesialis anak, dr. Natharina Yolanda, SpA, menjelaskan bahaya konsumsi gula berlebih sejak dini sangat erat kaitannya dengan penyakit tidak menular.
“Konsumsi gula berlebih, baik dari makanan atau minuman, berisiko tinggi menyebabkan masalah kesehatan seperti peningkatan berat badan, risiko terkena diabetes melitus tipe 2 dan tekanan darah tinggi, serta mempercepat mengalami masalah pikun dan penuaan dini,” kata dokter Natharina.
Shafiq Pontoh, perwakilan gerakan sosial AyahASI Indonesia, menceritakan kekhawatirannya sebagai orang tua atas masifnya makanan dan minuman tinggi kandungan gula yang mengepung anak-anak sehari-hari. Ia mengatakan maraknya minuman manis yang berwarna-warni dan menarik perhatian anak-anak membuatnya khawatir. Untuk itu, sebagai orang tua, dia harus memutar otak agar anak tidak merengek minta MBDK ketika mampir ke minimarket atau warung.
Untuk meredam keinginan anak mengonsumsi minuman manis bukan perkara mudah. Shafiq Pontoh sudah berupaya dengan berbagai trik untuk menjaga anak mengurangi minum minuman manis. Menurutnya, kontrol orang tua saja tidak cukup untuk melindungi anak-anak dari kebiasaan minum minuman manis.
“Rasanya akan jauh lebih baik jika upaya orang tua juga didukung kebijakan pemerintah. Sebab, tidak semua orang tua juga mawas tentang batas konsumsi gula anak atau jenis-jenis minuman manis yang terlihat ‘sehat’ tapi ternyata banyak gulanya,” kata Shafiq.
Ini sejalan pernyataan Project Lead for Food Policy CISDI, Calista Segalita yang menjelaskan upaya hidup sehat dan mengurangi konsumsi gula harian bukan hanya tanggung jawab pribadi. Lingkungan sangat dipengaruhi kebijakan dan industri makanan dan minuman turut membentuk kebiasaan memilih makanan atau minuman. Menurut CISDI, industri sebenarnya ikut berperan membentuk gaya hidup masyarakat atau disebut dengan istilah commercial determinant of health (CDoH).
CDoH merujuk bagaimana swasta mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung, termasuk meningkatkan faktor risiko penyakit tidak menular, seperti polusi udara, obesitas, atau berkurangnya aktivitas fisik.
“Misalnya saja, perusahaan sengaja memilih influencer muda mempromosikan MBDK, harganya dibuat murah dan mudah dijangkau. Coba Anda cek di lapak pedagang asongan, kulkas mini market, dan warung, pasti didominasi minuman manis,” ungkap Calista.
Kemudahan-kemudahan inilah yang akhirnya membentuk kebiasaan masyarakat minum minuman manis.
“Jadi nggak heran juga kalau dalam dua dekade ini, konsumsi minuman manis di Indonesia meningkat sampai 15 kali lipat,” jelas Calista.
Respon dan kebijakan ideal pemerintah
Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono mengatakan, saat ini pemerintah berupaya untuk menurunkan angka obesitas menjadi 3 persen di tahun 2030.
Secara terpisah, hal tersebut disampaikan Dante dalam diskusi memperingati Hari Anak Nasional bertajuk “Bahaya Obesitas Dini, Apa Solusinya?” yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) pada Senin, 24 Juli 2023.
“Kita tetap berpegang di SDGs bahwa tahun 2030 nanti angka obesitas akan menjadi 3 persen. Karena itu edukasi di tingkat masyarakat itu harus dilakukan secara masif,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga menggodok beberapa hal penting dalam kaitannya menekan angka obesitas.
“Beberapa hal yang sedang kita godok meski belum final adalah memberikan pajak pada makanan yang dikemas dengan kandungan GGL (gula, garam, dan lemak) yang melebihi batas. Itu salah satu usaha pemerintah yang digunakan untuk menekan angka obesitas untuk mencapai angka SDGs 3 persen 2030,” tegasnya.
Sementara itu, untuk usia anak-anak, demikian Dante, belum ada target khusus dalam upaya menekan angka obesitas yang cukup masif tersebut.
“Untuk usia anak-anak memang belum ada target secara khusus mengenai obesitas ini, tapi kita sudah menyadari bahwa tadinya kita mengalami double burden of malnutrition. Di satu sisi kita mempunyai masalah kekurangan gizi stunting, di satu sisi kita mempunyai angka obesitas. Dua-duanya kita perbaiki sehingga angka stunting turun dan angka obesitas turun,” ungkapnya.
Ia juga kembali menekankan soal pengawasan terhadap “jajanan anak sekolah yang bisa memberikan efek terhadap naiknya tingkat obesitas anak di Indonesia. Dante menyadari, hal ini masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah, apalagi industri kecil ini tidak semuanya teregistrasi.
“Ini memang sektor yang kadang-kadang tidak tersentuh oleh pemerintah. Karena industri UMKM ini tidak semuanya teregistrasi. Kebanyakan anak-anak itu beli di ‘abang-abang’ yang jualan, itu makanannya gak teregistrasi,” kata Dante.
Oleh karena itu, fungsi pembinaan menjadi sangat penting agar anak-anak bisa memilih makanan yang layak dimakan dan membatasi jajanan ringan di sekolah yang berdampak pada obesitas anak.
“Jadi, semua stakeholder ikut berperan di dalamnya, yang paling penting adalah kesadaran masyarakat, kesadaran ini ada di tangan kita semua,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Sri Wahyuni, menyatakan bahwa bahwa industri minuman saat ini didominasi minuman berpemanis. Padahal menurut Yuni, konsumsi gula berlebih itu seperti rokok, bersifat adiktif dan membuat ketagihan. Hal ini membuat anak muda dan remaja akan terus mengkonsumsi minuman manis.
Adanya iklan penawaran penurunan harga terutama produk MBDK, diduga menunjukan upaya industri mendorong masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi produk MBDK yang menurut YLKI masih berpotensi membahayakan kesehatan. Belum ada aturan yang lebih jelas terutama untuk produk susu yang selalu dipersepsikan produk sehat. Dan tidak ada petunjuk atau panduan berapa kemasan yang boleh dikonsumsi per hari, mengingat anak-anak cenderung atau kemungkinan mengkonsumsi lebih dari satu kemasan per hari.
Ketua Umum Forum Warga Kota (FAKTA), Ari Subagyo, mengatakan pihaknya kini mendampingi salah satu anak yang sedang menjalani terapi akibat konsumsi minuman susu kotak berperasa. Advokasi bahaya MBDK di akar rumput tidak selalu berbuah positif.
FAKTA pernah membuat survei di wilayah pendampingan mereka di Jakarta Timur. Hasilnya, 77 persen responden menganggap MBDK tidak bertujuan menjaga kesehatan. Namun, survei serupa menunjukkan 58 persen responden menganggap MBDK berguna mengatasi rasa lelah, sebagai pengganti ASI, mengurangi rasa kantuk, dan menyegarkan tubuh.
Atas dasar inilah Ari menilai instrumen cukai MBDK sangat diperlukan untuk mengontrol konsumsi minuman manis. Menurut Calista, penerapan cukai MBDK terbukti efektif menurunkan tingkat pembelian minuman berpemanisnya serta mendorong formulasi ulang produk menjadi lebih sehat (lebih rendah gula).
“Dalam jangka panjang, penerapan cukai MBDK berperan menurunkan obesitas, diabetes, dan risiko kesehatan lainnya di lebih dari 40 negara,” ungkap Calista.
CISDI bersama YLKI dan FAKTA terus mendorong pemerintah memberlakukan cukai MBDK sebesar 20 persen Melalui petisi yang sudah ditandatangani sekitar 16 ribu orang, CISDI juga mendesak pemerintah untuk mempertajam peraturan mengenai pelabelan informasi gizi.
Kegiatan yang digelar oleh CISDI ini diawali dengan Dongeng Monster Gula Menyerang bersama Resha Rashtrapatiji, pendongeng profesional dan pegiat literasi. Acara berlanjut dengan Scavenger Hunt, yakni berburu monster gula sebagai simbol MBDK dan Healthy Rangers, mascot kesehatan CISDI, yang menyimbolkan kesehatan.
Dua rangkaian kegiatan tersebut bertujuan mengenalkan bahaya konsumsi MBDK sejak dini kepada anak-anak. Data CISDI menunjukkan peningkatan konsumsi MBDK sebanyak 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir.
Peningkatan ini sejalan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular, seperti risiko obesitas, diabetes, hingga penyakit kardiovaskular. Selepas mendengarkan dongeng dan berburu monster gula, peserta diajak mengikuti acara bincang bertema “Hati-hati Minuman Manis Menyerang Buah Hati”.
Kegiatan interaktif Anak Berhak Minum Sehat sendiri dihadiri lebih dari 50 orang peserta yang terdiri atas anak-anak, orang tua, dan masyarakat umum.
Discussion about this post