Seorang laki-laki menjadi pusat perhatian pada Kamis siang, 23 Februari 2023, di Aula Indonesia Medical Education and Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Salemba, Jakarta Pusat. Ia berambut gondrong sebahu, dengan rambut putih sedikit tampak pada bagian sisi wajah kiri kanannya yang dekat dengan telinga, tinggi badan sekitar 175 cm, dengan usia di atas 60 tahun namun terlihat masih gagah, tegap, dan enerjik. Ia mengenakan kemeja batik bercorak khas Jawa berwarna oren kemerahan dan celana panjang pantofel hitam.
Sekitar 10-15 orang mengerumuni lelaki tersebut dan memberi atensi saat ia menjelaskan karya lukisan yang terpajang di situ. Suara laki-laki berkemeja batik tersebut terdengar lantang, menjelaskan setiap detail lukisan yang dipajang pada dinding kayu berwarna hitam dan orang-orang di sekitarnya itu selalu menyimak bahkan setia mengikuti penjelasannya saat berpindah dari satu lukisan ke lukisan lain hingga selesai.
Laki-laki berkemeja batik oren kemerahan tersebut ialah Prof dr RM Padmosantjojo, SpBS (K), salah seorang Guru Besar Ilmu Bedah Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Sedangkan lukisan-lukisan yang tengah dijelaskannya itu, adalah karya pribadi atau hasil lukisan dari Prof Padmo sendiri.
Melukis untuk Otak Kanan, Keseimbangan, dan Kebahagiaan
Dalam jagat kedokteran, nama Prof. Padmosantjojo atau biasa dipanggil Prof. Padmo cukup dikenal dan melegenda. Keahliannya dalam bidang bedah saraf diakui baik di Indonesia ataupun di dunia. Keberhasilannya melakukan operasi pemisahan bayi kembar dempet kepala (kraniopagus) Yuliana-Yuliani pada 21 Oktober 1987 yang sangat fenomenal menjadi momentumnya.
Dikutip dari situs Good News From Indonesia, Prof Padmo pada saat itu berani mengambil alih penanganan kasus medis tersebut. Ia memimpin 40 dokter lain untuk melakukan operasi pemisahan dempet kepala Yuliana-Yuliani yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat. Operasi berlangsung sekitar 13 jam ini dikenal sebagai salah satu operasi paling rumit di Indonesia.
Hal ini tak terpisahkan dari kondisi Yuliana-Yuliani pada waktu itu yaitu dempet kepala vertikal (kraniopagus) di bagian ubun-ubunnya yang mana termasuk kasus langka dan sangat sulit dilakukan. Pada kasus ini, dokter harus memisahkan selaput otak (duramater) dan membelah pembuluh darah vena (sinus sagitalis) di otak menjadi dua bagian.
“Pemisahan ini seperti membelah uang kertas, tanpa merusak pada sisi masing-masing,” kata Prof. Padmo mengenai operasi yang berhasil dilakukannya itu, sebagaimana dikutip dari situs goodnewsfromindonesia.id.
Berstatus sebagai Guru Besar Ilmu Kedokteran Bedah Saraf, mungkin banyak orang tak terpikir bahwa Prof. Padmo juga seorang pelukis.
Dalam kata sambutan sebelum membuka pameran tunggal lukisan, Prof Padmo sedikit banyak bercerita mengenai latar belakang ia menggeluti seni lukis.
“Saya pilih pengembangan otak kanan dengan seni melukis,” katanya sebagaimana dikutip dari lembar pengantar booklet pameran. Dia mengatakan, bahwa kebahagiaan umumnya dikaitkan dengan hasil hidup yang seimbang.
Ia mengakui, seorang dokter diwajibkan merawat dan mengobati orang sakit, kadang-kadang hal itu sangat rumit dan melelahkan, misalnya dalam menegakkan diagnosis dalam pengobatan atau dalam memberikan suatu tindakan operasi.
“Melelahkan karena sering membutuhkan waktu yang panjang,” tuturnya. Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan keseimbangan fungsi otak besar itu. Terutama adalah fungsi meredam semangat aktivitas, yaitu belahan kanan.
Otodidak dan Unik
Pameran ini menampilkan 43 karya lukis dari Prof Padmo yang dimulai sejak sebelum dirinya pensiun. “Saya seharusnya pensiun usia 60 tahun (1998) tapi diperpanjang menjadi umur 70 tahun (2008),” infonya. Sebenarnya ada 44 karya lukis, namun satu karya terakhir merupakan lukisan yang belum selesai.
Ketika Prohealth.id menanyakan hal ini kepadanya, ia hanya menjawab singkat belum selesai. Lukisan yang belum selesai ini menggambarkan suasana aktivitas jual beli di sebuah pasar tradisional.
Lulusan Bedah Saraf Universitas Groningen di Belanda ini juga mengakui tidak memiliki waktu khusus untuk melukis. Namun ia berdisiplin, setiap ada waktu senggang atau kosong maka akan dimanfaatkannya untuk melukis. “Ya, habis makan dan istirahat, setiap ada waktu luang dimanfaatkan untuk melukis,” cerita Prof Padmo.
Semua lukisan karya Prof Padmo beraliran realis dan temanya didominasi oleh momen-momen atau hal penting dari bagian kehidupannya. Misalnya ada lukisan bunga tulip.
“Lukisan ini saya buat terinspirasi dari bunga tulip di Belanda tahun 1965,” katanya.
Lalu ada lagi lukisan foto dirinya mengenakan baju toga, foto ia dan istri, foto ibunya, kenangan dari perjalanannya mengunjungi Pulau Bali atau Jepang, dan lain-lain. Hal yang menarik, lukisan yang dihasilkannya itu merupakan hasil belajar secara otodidak.
“Saya belajar sendiri, tidak ada gurunya. Kalau sekarang kan pakai internet, pakai hp. Saya beli buku-bukunya, semuanya tidak seperti yang diajarkan oleh guru-guru menggambar melukis” ungkapnya kepada Prohealth.id.
Selain menarik, ada hal lain yang menjadikan lukisannya unik. Berbeda dari kebanyakan pelukis yang biasa menggunakan kuas sebagai alat menyalurkan goresan di kanvas, Prof. Padmo justru tidak menggunakanannya. Ia menggunakan tusuk gigi untuk mengaplikasikan warna di kanvas lukis. Hal ini dikatakannya saat memberi sambutan pembukaan pameran lukisnya.
Lalu ia mengatakan alasan penggunaan tusuk gigi ini karena terinspirasi pada kebiasaan orang China yang sehabis makan kerap menggunakan tusuk gigi. Saat berkeliling “memandu” para kolega dan rekan sejawatnya yang hadir, ia dengan semangat menjelaskan sebuah lukisan bertema buah-buahan. Ternyata salah satu buah-buahan dalam lukisan tersebut yaitu rambutan benar-benar menyerupai wujud aslinya karena teknik lukisan tusuk gigi yang digunakan olehnya.
Selain lukisan buah-buahan tersebut, ada lukisan bertema bunga Carnation. Lukisan bunga Carnation ini bahkan merupakan lukisan terfavorit Prof Padmo. Ia pun menjelaskan makna dan detail lukisannya. “Jika bunga mawar menunjukkan cinta, maka bunga carnation menunjukkan menghormati,” jelasnya. Sedangkan detail lukisannya, ia menunjukkan goresan tusuk gigi dalam lukisan tersebut. “Nah, kamu lihat ini kan ada garisnya,” katanya seraya menunjukkan garis tersebut.
Prohealth.id mendekatkan pandangan kepada goresan yang dimaksud dan memang tampak ada goresan tipis yang membentuk menyerupai helai kelopak dari bunga carnation. Lukisan bunga yang juga disebut anyelir itu memang indah, natural, dan sangat detail.
Pameran ini digelar selama 4 hari mulai 23-26 Februari 2023 dan cukup ramai. Aula IMERI FKUI yang bentuknya melebar ke samping berukuran kira-kira 10×5 meter padat oleh banyaknya pengunjung yang menghadiri acara pameran. Rata-rata pengunjungnya adalah para guru besar FKUI atau dokter-dokter di lingkungan FKUI dan RSCM. Namun ada juga masyarakat umum karena memang pameran ini terbuka untuk seluruh masyarakat.
Acara seni ini juga menjadi momen istimewa untuk Prof. Padmo karena bertepatan dengan tanggal kelahirannya. Sang guru besar kelahiran Kediri telah genap berusia 85 tahun pada 26 Februari 2023.
Dekan FKUI, Prof Dr dr Ari Fachrial Syam, SpPD, KGH, FINASIM yang juga hadir dan dalam sambutannya mengatakan mendukung kegiatan-kegiatan seni dan terinspirasi dari apa yang dilakukan oleh Prof Padmo. Prof Ari mengatakan bahwa kedokteran selalu dibilang punya hubungan berdekatan dengan seni.
Mengutip lembar pengantar dari booklet pelukis, sering dikatakan medical science is science and art. Jadi ilmu kedokteran itu harus diajarkan dengan menggabungkan ilmu dasar dan seni.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post