Jakarta, Prohealth.id – Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara maju. Ia beralasan, karena pada tahun 2030 Indonesia akan memperoleh bonus demografi dan sektor kesehatan memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan hal tersebut.
“Kita bisa meraih peluang ini dan melesat menjadi negara maju, tapi kalau tidak (dimanfaatkan bonus demografi) Mohon maaf,” kata Jokowi dalam acara Rakerkesnas, (24/4/2024).
Jokowi membandingkan bahwa kesehatan bahkan lebih harus menjadi prioritas ketimbang pendidikan. Katanya, jika pintar tetapi tidak sehat maka hal tersebut kurang memberikan manfaat. Ia berharap agar lintas kepentingan bisa mengatasi permasalahan kesehatan yang ada saat ini dengan terintegrasi dari pusat hingga ke daerah.
Untuk itu, perlu rencana jangka panjang, rencana jangka menengah, rencana induk kesehatan yang sejalan baik di pusat sampai daerah.
“Semuanya harus in–line, harus satu garis lurus. Oleh karena itu kita ingin mengkonsolidasikan hal itu dan mengintegrasikan agar kerja kita bersama-sama bisa menghasilkan sebuah hasil yang konkret dari persoalan-persoalan kesehatan yang kita miliki,” sebutnya.
Presiden berharap agar rencana induk kesehatan dapat segera selesai. Sehingga bisa menjadi pedoman pelaksanaan program kesehatan baik di pusat, daerah dan juga sektor swasta.
“Saya yakin jika semuanya berjalan kompak akan signifikan kemajuan dibidang kesehatan di negara kita,” imbuhnya.
Jokowi juga menambahkan, saat ini masih ada sejumlah pekerjaan rumah (PR) di sektor kesehatan yang perlu bersama-sama. Misalnya adalah masalah stunting yang meski mengalami lonjakan penurunan cukup signifikan yakni dari 37 persen kasus Stunting di Indonesia 10 tahun lalu menjadi 21,5 persen pada Desember 2023 kemarin. Menurut Jokowi, mengatasi stunting bukanlah hal yang mudah dan perlu melibatkan berbagai sektor untuk mengatasinya.
“Seharusnya mencapai 14 persen. Tapi saya hitung ini tidak mudah, untuk mengatasinya program ini harus terintegrasi” katanya.
Selain stunting, persoalan yang menjadi sorotan adalah tingginya angka Kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM). Jokowi juga menyebut tiga penyakit PTM yang menyumbang angka kematian tertinggi di Indonesia yakni penyakit stroke sebanyak 330 ribuan kasus Kematian, penyakit jantung sekitar 300 ribu kematian dan kanker juga mencapai 300 ribu kasus Kematian.
Sementara terkait alat kesehatan, hampir seluruh Puskesmas kini telah mendapatkan alat penunjang pemeriksaan kesehatan seperti USG dan juga EKG. Begitu juga dengan rumah sakit di daerah telah memperoleh tambahan alat kesehatan. Harapannya, hal ini dapat mendukung upaya meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
“Beberapa daerah telah menerima seperti alat CT scan, cath lab, namun ruanganya belum mendukung. Pak Menteri beri contoh ruangan yang benar seperti apa, biar Direktur rumah sakit bisa melihat,” tutur Presiden Jokowi.
Adapun persoalan lain yang juga besar di kesehatan adalah ketersedian tenaga kesehatan. Saat ini jumlah dokter dan dokter Spesialis di Indonesia masih kurang, rasionya hanya 0,47 dan menempati urutan 147 di dunia.
Presiden juga menyoroti masih tingginya masyarakat Indonesia yang berobat keluar negeri. Menurut Presiden hampir satu juta warga negara Indonesia yang memilih untuk berobat ke luar negeri daripada di dalam negeri. Akibatnya, secara hitungan ekonomi negara kehilangan sekitar Rp180 triliuan setiap tahunnya. Sementara terkait kesedian bahan baku obat juga menjadi catatan yakni 90 persen masih impor. Sementara untuk alat-alat kesehatan 52 persen juga masih berasal dari luar negeri.
” Untuk alat kesehatan itu tidak apa, tapi jangan sampai jarum, selang dan alat infus kita masih impor juga, jangan, kita harus produksi sendiri,” ucapnya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post