Jakarta, Prohealth.id – Pengendalian tuberkulosis sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat utamanya di masa pandemi Covid-19 menjadi prioritas pemerintah melalui keputusan Presiden Joko Widodo meresmikan Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Berdasarkan Global TB Report WHO 2020, Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis (TBC) tertinggi kedua di dunia. Diprediksikan terdapat 845.000 kasus TBC baru setiap tahunnya dengan angka kematian mencapai 98.000 kasus atau setara dengan 11 kematian per jam. Penularan dan perkembangan penyakit TBC semakin meluas karena dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kemiskinan, urbanisasi, pola hidup yang kurang aktif, penggunaan tembakau, dan alkohol (WHO, 2020).
Sementara itu, berdasarkan data TBC di Indonesia tahun 2020, sebanyak 67 persen terjadi pada usia produktif yaitu 15- 54 tahun, dan 9 persen usia anak di bawah 15 tahun terkena TBC.
Sebenarnya, penanggulangan TBC telah dilaksanakan sejak lebih dari 70 tahun yang lalu di Indonesia, namun Indonesia masih menduduki peringkat negara dengan beban TBC ke-2 tertinggi di dunia dengan jumlah kasus sekitar 845.000 per tahun. Hal ini menandakan upaya penanggulangan TBC di Indonesia dapat dikatakan menemui banyak tantangan, di antaranya dengan munculnya pandemi Covid-19 sehingga fokus program kesehatan dialihkan untuk penanggulangan pandemi.
Kondisi ini menyebabkan masyarakat rentan tertular TBC, ini tentunya berisiko meningkatkan jumlah kasus serta sumber penularan TBC. Bertepatan dengan HUT RI ke 76, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden No 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Maka, dalam rangka Peluncuran Awal Perpres 67 Tahun 2021, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas bersama-sama berkomitmen untuk melakukan percepatan eliminasi TBC sesuai dengan arahan presiden RI yang juga tertuang dalam naskah Perpres No 67 Tahun 2021.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin mengatakan komitmen Indonesia dalam mencapai eliminasi TBC tahun 2030 yaitu menurunkan insiden TBC menjadi 65/100.000 penduduk agar tetap berjalan sesuai dengan trek yang seharusnya.
“Kementerian Kesehatan akan terus mengupayakan untuk mencapai target yang sudah dicanangkan di dalam naskah Perpres,” katanya dalam siaran pers, Jumat (20/8/2021).
Perpres yang terdiri dari 33 pasal mengamanatkan penanggulangan TBC harus jajaran lintas sektor dan semua lapisan masyarakat guna mewujudkan Eliminasi TBC 2030. Perpres ini juga selaras dengan rancnagan penanggulangan TBC dalam Rencana Strategi Nasional TBC 2020 – 2024.
Adapun upaya mencapai target Eliminasi TBC 2030 ada beberapa hal.
Pertama mengupayakan penerbitan Peraturan Presiden tentang Penanggulangan Tuberkulosis untuk memperkuat dukungan seluruh jajaran pemerintah dan masyarakat.
Kedua, mengupayakan perjanjian kerjasama antara Kementerian Kesehatan dengan berbagai kementerian atau lembaga untuk memperkuat peran dan dukungan lintas sektor.
Ketiga, integrasi penanganan TBC dengan stunting di 160 kabupaten atau kota.
Keempat, digitalisasi pemantauan minum obat pasien TBC dan penerapan mekanisme agar pasien TBC dapat berobat sampai sembuh dalam situasi pandemi Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menekankan penanggulangan TBC harus seturut strategi yakni tidak hanya melalui pendekatan sektor kesehatan saja tetapi jajaran multisektor pun harus terlibat dengan berbagai intervensi pengendalian faktor risiko.
“Hal ini baik dalam peningkatan derajat kesehatan perseorangan hingga kepada pengendalian infeksi TBC di ruang publik,” katanya.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Suharso Monoarfa mengatakan perencanaan dan penganggaran pada Major Project Reformasi Sistem Kesehatan pada delapan area kunci reformasi sistem kesehatan yang saling terkait untuk memastikan target pengendalian TBC dapat tercapai.
Pertama, pendidikan dan penempatan tenaga kesehatan. Kedua, penguatan Puskesmas. Ketiga, peningkatan Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan terluar. Keempat, kemandirian farmasi dan alat kesehatan, ketahanan kesehatan.
Kelima, pengendalian penyakit dan imunisasi. Keenam, pembiayaan kesehatan. Ketujuh, teknologi informasi. Kedelapan, pemberdayaan masyarakat.
Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri Hari Nur Cahya Murni menyampaikan peran pemerintah daerah dalam penanggulangan TBC juga harus diperkuat agar Indonesia dapat mencapai target Eliminasi TBC 2030. Salah satunya melalui Reformasi Kesehatan yang menekankan pentingnya kesinambungan pelaksanaan di level daerah. Selain itu, dukungan komunitas dan masyarakat merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam upaya pemerintah melakukan percepatan eliminasi TBC di Indonesia.
Arifin Panigoro selaku Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia sekaligus sebagai perwakilan dari organisasi masyarakat menyampaikan dukungan masyarakat sipil dan komunitas penting untuk mencapai target Eliminasi TB 2030.
“Masyarakat memiliki intervensi dan interaksi langsung di level akar rumput terlebih dalam dukungannya untuk merangkul kelompok marjinal terdampak TBC.”
Mewakili Komisi DPR IX, drg. Putih Sari mengatakan salah satu komitmen DPR RI dalam percepatan eliminasi TBC ialah menaikkan anggaran untuk kesehatan salah satunya TBC.
“Kedepannya kami juga akan melakukan kolaborasi lintas komisi dan lintas partai untuk meningkatkan komitmen bersama dalam penanggulangan TBC,” ujar Putih.
Momen peluncuran awal Peraturan Presiden No 67 Tahun 2021 ini diharapkan dapat menjadi sebuah momen bersama baik seluruh masyarakat, pemangku kepentingan, sektor swasta, hingga tenaga pendidik untuk terus meningkatkan komitmennya dalam penanggulangan TBC.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post