Klungkung, Prohealth.id – Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kabupaten Klungkung mulai dibahas sejak tahun 2013.
Saat itu, dia baru menjabat bupati yang tidak ingin melihat warganya terpapar produk tembakau.
“Jadi pembuatan Perda KTR telah dimulai pada 2014. Pada tahun 2016, itu baru Pergubnya turun dan saat itu kami benar-benar kencang mengawal Perda KTR,” kata Suwirta dalam focus group discussion yang diselenggarakan Muhammadiyah Tobacco Control Centre, Universitas Muhammadiyah Magelang, Sabtu (31/7/2021).
Secara umum, kabupaten dan kota di Bali telah memiliki Perda dan Perbup tentang KTR. Bahkan Klungkung bukan yang pertama, “Tapi saya yakin di Klungkung kita upayakan agar gerakannya semaksimal mungkin”.
Hanya saja, jika berkeliling di Bali, akan ditemukan banyak sekali iklan rokok bertebaran. “Di banyak kabupaten/kota iklan rokoknya marak sekali, sehingga jomplang dengan Klungkung yang tidak ada iklan rokok sama sekali,” terang Suwirta pada acara FGD bertema “Percepatan Implementasi Regulasi Kawasan Tanpa Rokok dalam Upaya Melindungi Masayarakat dari Bahaya Rokok dan Pandemi Covid-19”.
Oleh arena itu, Suwirta tidak ingin Perda KTR yang telah diresmikan itu ibarat “macan kertas”. Kebetulan Nyoman tidak merokok, sehingga mudah baginya berbicara kepada masyarakat tentang bahaya merokok.
“Tetapi langkah persuasif tetap kami lakukan. Karena tidak semua orang bisa diajak berhenti merokok,” ujarnya.
Bahkan menurut Suwirta, orang sering berkata, merokok kok diatur-atur. Biarin saja! Kemudian dia bersama Dinkes dan OPD terkait, didukung Satpol PP melakukan sejumlah langkah persuasif, meskipun telah memiliki Perda KTR.
“Tidak ada punishment disana, kami tidak pernah menggunakannya untuk mengawal Perda KTR,” terang Suwirta yang juga Ketua Aliansi Walikota dan Bupati Indonesia untuk Pembangunan Kesehatan.
Suwirta kemudian menjelaskan bahwa inisiatif pemerintah pusat perlu dipertegas tentang larangan merokok. Buktinya, Presiden Jokowi sempat menyinggung dengan kalimat; “Jangan sempat ada uang yang dipakai untuk beli rokok”.
Menurut Suwirta, kalimat presiden itu perlu dimaknai secara benar. Setiap pemerintah daerah perlu menerjemahkannya menjadi peraturan daerah. “Apalagi sekarang di era pandemi, perokok malah mengalami peningkatan. Untungnya kami di Klungkung malah mengalami penurunan,” katanya.
Berkaca dari pesan presiden itu, Suwirta selaku kepala daerah, terkadang sempat berpikiran negatif. “Jangan-jangan BLT yang mereka dapatkan dibelikan untuk rokok,” ujarnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Klungkung memberi perhatian khusus dengan menarget penurunan pada jumlah perokok pemula, sebagai inisiasi yang harus dimaksimalkan.
“Pemerintah daerah harus berani mengambil sikap, sehingga saya di Klungkung berupaya secara konsisten, tegas namun persuasif,” terang Suwirta.
TIDAK TINGGAL DIAM
I Nyoman Suwirta mengatakan, penegakan Perda KTR di Kabupaten Klungkung tidak begitu sulit dilakukan. Selain tidak menunggu success story dari daerah lain, Dia tetap berinovasi untuk mewujudkan Perda KTR yang sesuai dengan karakter daerahnya.
Sejauh ini, refleksi Perda KTR di Bali melingkupi 9 kabupaten dan kota. Adapun kebijakan larangan iklan rokok sudah dilaksanakan di 8 kabupaten/kota di Bali. Termasuk sinergi kebijakan daerah dengan aturan adat.
Perda KTR dimulai dari penyusunan dan penyiapan naskah akademik. Namun sebelumnya, Suwirta telah menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) terkait kawasan tanpa rokok.
Dia kemudian menetapkan tim pembina dan pengawas pelaksanaan Perda KTR. Lalu melarang iklan, promosi dan sponsor rokok.
“Kami juga memanfaatkan secara maksimal pajak rokok daerah dan DBHCT untuk kesehatan, meskipun tidak menjadikannya prioritas,” kata Suwirta.
Penganggaran dan pemanfaatan pajak rokok daerah dan DBHCT digunakan untuk mendukung program pemerintah kabupaten. “Saya bicara ke Sekda, urusan ini jangan hanya mikir dana DBHCHT, karena sumbernya dari tembakau,” katanya.
Suwirta kemudian menganjurkan agar DBHCT ditambah dari dana APBD yang bersumber dari PAD. “Tidak harus dari tembakau. Tapi memang tidak mudah memutus siklus tentang tembakau ini,” ujarnya.
Tak hanya itu, pemerintah kabupaten juga melakukan edukasi kepada masyarakat secara berkelanjutan. Juga menghadirkan fasilitas berhenti merokok (UBM/KBM) di sejumlah Puskesmas.
“Di Klungkung ada 90 Puskesmas sudah dilengkapi dengan klinik berhenti merokok. Bahkan saat pasien datang selalu diarahkan ke klinik itu jika mereka adalah perokok aktif,” ujarnya.
Hal lainnya, melakukan penggalangan partisipasi masyarakat dan organisasi khususnya remaja sebagai duta remaja anti-rokok. “Ini banyak penggemarnya,” kata Suwirta.
Namun yang tidak kalah penting adalah penguatan regulasi bermuatan lokal sesuai potensi daerah dan mencegah intervensi dari industri rokok.
“Industri rokok sering intervensi. Dulu saat saya menghadiri acara di awal-awal, banyak sekali iklan rokok. Saya langsung berbicara dengan panitia, tolong singkirkan,” katanya.
Bahkan, industri rokok kerap memberikan bantuan sosial. Sayangnya, dibalik itu mereka tetap menggunakan brand rokok. “Itu juga saya tolak mentah-mentah,” katanya.
Menurut Suwirto, “Harga diri kita tidak boleh dibeli, tidak boleh ditawar dengan iklan rokok berdalih kegiatan sosial”.
BENTUK INTERVENSI
Upaya pengendalian rokok di Kabupaten Klungkung dilaksanakan melalui pelibatan multi-sektor. Berbagai hal telah dilakukan, termasuk pemantauan ke sekolah-sekolah.
Saat ini semua sekolah di Klungkung telah memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk melarang merokok di sekolah. Angkutan siswa juga diisi dengan stiker dilarang merokok. “Jadi sampai supir tidak boleh merokok,” ujar Suwirto.
Intervensi maksimal juga diberlakukan pada kawasan dengan kepatuhan KTR, seperti tempat-tempat umum dan sektor pariwisata.
Selain itu, sistem pengawasan dan pembinaan berkelanjutan tetap menjadi prioritas. Satpol PP dan dinas kesehatan kemudian melakukan intervensi hingga ke desa-desa dan itu tidak pernah berhenti sampai hari ini.
“Semua warga di Klungkung tahu betul seperti apa karakter bupatinya soal KTR ini. Kadang pas melihat saya, rokok yang tadinya hidup, bisa jadi mati di tangan,” katanya.
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, bahwa di Klungkung tidak pernah ada punishment terkait rokok. Semua itu berkat pola komunikasi yang baik dan rakyat yang mematuhinya.
“Kami bersyukur di Bali bilangnya astur kare atau alhamdullilah semua bisa berjalan dengan baik,” ujar Suwirto.
Khusus terkait iklan di dalam ruangan, Suwirto menjelaskan bahwa hal itu sudah dilarang. Iklan elektronik penjualan rokok sudah ditutup. “Dalam artian boksnya ditutup, namun mereka masih boleh berjualan,” katanya.
Sementara iklan di luar ruangan juga tidak bisa ditawar-tawar lagi. “Kemanapun saya pergi, saya akan menurunkan iklan rokok jika sedang melintas. Dengan sistem ini, mereka tidak berani lagi,” ungkapnya.
Hal terpenting yang tidak boleh dilupakan menurut Suwirto adalah leadership dan konsistensi sebagai kunci sukses dari pengendalian tembakau.
“Saya harus berani bicara keras dan berani dibenci para perokok. Tapi sampai sekarang tidak ada yang membenci, karena saya melakukannya dengan cara bercanda. Itu justru ampuh dibandingkan cara tegas dengan punishment (denda, tipiring), justru tidak begitu maksimal,” terang Suwirto.
Bahkan, Suwirtp juga tidak peduli jika ada orang besar yang membekingi sejumlah iklan, promosi dan sponshorship rokok. Suwirto akan menurunkan iklan tersebut.
“Kemudian teman-teman sekitar di kantor juga sama, kebanyakan malu jika merokok di kantor atau di hadapan saya,” katanya.
MASYARAKAT PATUH
I Nyoman Suwirta mengatakan tingkat kepatuhan terhadap Perda KTR di Kabupaten Klungkung sangat baik. Mereka memiliki tingkat kepatuhan Perda KTR dalam gedung sebagai yang tertinggi di Indonesia, yaitu 58,3 persen pada tahun 2019. Kemudian, ditemukannya asbak dalam gedung terendah di Indoensia tahun 2019 yaitu 4,4 persen.
“Juga ditemukan puntung rokok dalam gedung terendah di Indonesia pada tahun 2019 yaitu 9,9 persen. Kalau di Pemkab Klungkung, baunya saja tidak ada,” paparnya.
Lalu, merokok didalam gedung sebagai terendah nomor 2 di Indonesia yaitu 3,4 persen. Sedangkan, proporsi merokok pada penduduk umur 10 tahun merupakan yang terendah menurut kabupaten/ kota di Provinsi Bali menurut hasil Riskesdas 2018.
Atas keberhasilan penegakan Perda KTR, Kabupaten Klungkung meraih sejumlah penghargaan. Diantaranya Penerapan KTR (Pastika Parama) tahun 2017 dan pelarangan iklan promosi dan sponsor rokok (Pastika Awya Pariwara) tahun 2018.
TANTANGAN MASA DEPAN
Perda KTR menurut Suwirta sudah diturunkan hingga ke level paling bawah, yakni desa adat. Dahulu saat ada upacara besar, seperti Ngaben, yang pertama kali disuguhkan adalah kopi dan rokok. “Sekarang sudah tidak ada lagi, hanya air mineral. Di pura juga demikian,” katanya.
Sehingga ketika Suwirta hadir di tengah-tengah masyarakat dalam berbagai kegiatan, ia selalu berbicara tentang kawasan tanpa rokok. “Gak peduli jika mereka akan marah. Tapi syukurnya tidak ada yang marah,” katanya.
Saking pedulinya dengan Perda KTR, Suwirta berencana mengadakan lomba parodi kawasan tanpa rokok. “Karena itu, berbagai inovasi harus kita lakukan,” ucapnya.
Sejauh ini, Suwirta berupaya keras untuk mengurangi jumlah perokok, termasuk perokok anak. Hanya saja, industri rokok ternyata jauh lebih maju dalam berinovasi, dengan hadirnya rokok elektrik, “Vape”.
“Itu banyak toko-toko yang jual, tetapi toko mereka seolah-olah tidak menjual Vape,” kata Suwirta.
Kondisi itu diperparah dengan masifnya iklan di media sosial dan pelibatan di acara-acara olah raga. “Saya tetap mengusahakan agar kegiatan olah raga tidak menggunakan iklan rokok,” katanya.
Hal itu sangat kontraproduktif, ditengah upaya menyiapkan masyarakat yang sehat, ternyata masih mengandalkan rokok sebagai sumber pendanaan dalam melakukan kegiatan.
Kendati demikian, Suwirta menyebut, ada hal menarik seiring meluasnya pandemi Covid-19 dan meningkatnya perokok anak. “Untungnya di Klungkung terus mengalami penurunan, era pandemi ini merupakan waktu yang tepat mengedukasi warga,” katanya.
Ketika uang tidak ada, harga rokok sudah naik dan Covid-19 ternyata berisiko terhadap perokok yang memiliki penyakit bawaan sebagai komorbid. Oleh karena itu Pemkab Klungkung menilai ini sebagai waktu yang pas untuk terus bergerak maju.
“Momen yang tepat sebenarnya kita berbicara kepada masyarakat bagaimana merokok itu, duit tidak ada, harga rokok naik kemudian ini menjadi pemicu sumber Covid itu sendiri,” terangnya.
Sebagai penutup, Suwirta menegaskan bahwa menjauhi rokok sebagai investasi jangka panjang terhadap kesehatan dan peningkatan kualitas hidup generasi muda.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post