Jakarta, Prohealth.id – Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kerap dialami oleh orang yang rajin bersepeda. Alhasil, bersepeda juga banyak dikaitkan dengan terjadinya disfungsi ereksi. Beberapa orang beranggapan bahwa tekanan pada area sekitar alat kelamin laki-laki saat bersepeda bisa merusak saraf dan pembuluh darah dan dapat memicu terjadinya disfungsi ereksi.
Apakah hal tersebut benar atau hanya sekedar mitos?
Menurut dr.Widi Atmoko, Sp.U(K)-FICS selaku Dokter Spesialis Urologi Konsultan Andrologi Urologi di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) menyatakan, bersepeda termasuk dalam jenis olahraga yang low impact sehingga tidak menyebabkan tekanan berlebih pada sendi atau jaringan otot, mudah untuk dilakukan karena tidak memerlukan keahlian khusus, serta intensitas dan durasinya bisa disesuaikan dengan kemampuan tiap orang.
Banyak manfaat dari segi kesehatan yang bisa didapatkan dengan rutin bersepeda diantaranya dapat meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas, meningkatkan kesehatan jantung dan kapasitas paru, mengurangi rasa cemas dan depresi, serta membantu untuk menurunkan kadar lemak tubuh.
Ia juga menjelaskan bagaimana bersepeda dapat memengaruhi organ seksual pria karena banyak sekali info yang beredar bahwa bersepeda dapat berdampak negatif terhadap hal tersebut. Saat bersepeda, terjadi penekanan area perineum oleh sadal sepeda, dan diperberat dengan getaran saat bersepeda. Hal ini membuat arteri dan saraf pudendus terhimpit menyebabkan penurunan oksigen sementara. Alhasil terjadilah mati rasa/kebas di area perineum dan ini sering dihubungkan dengan risiko impotensi yang meningkat sebesar 1,4 kali.
Kemudian dr. Widi menyampaikan sebuah penelitian yang menunjukkan prevalensi disfungsi ereksi pada pesepeda dan non-pesepeda. Ternyata didapatkan hasil bahwa kejadian DE pada pesepeda (n=2774) yaitu 56,4 persen dan kejadian pada non-pesepeda (pelari dan perenang) (n=1158) yaitu 65,2 persen. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa bersepeda tidak berhubungan dengan peningkatan insidensi impotensi dan terdapat temuan lain adanya kejadian struktur uretra yang lebih tinggi pada pesepeda (risiko trauma).
Kemudian dr. Widi juga memaparkan hasil penelitian lain yaitu penelitian terhadap 5282 pesepeda pria di Inggris. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bersepeda dengan disfungsi ereksi maupun infertilitas pria. Prediktor terkuat terjadinya DE justru adalah hipertensi (meningkat 1,94 kali), merokok (meningkat 2,34 kali), dan usia yang lebih dari 60 tahun (meningkat 8,7 kali).
Selain itu, penelitian dari MMAS Study alias Massachusetts Male Aging Study menunjukkan bahwa risiko DE tertinggi terjadi pada pasien yang memiliki gaya hidup sedenter alias duduk selama lebih dari 9 jam per hari.
Ia lalu menjelaskan beberapa langkah untuk meminimalisir risiko DE pada saat bersepeda, diantaranya (1) menyesuaikan sepeda dengan tubuh (bike fitting), (2) memilih saddle yang lebar dan no-nose, (3) menggunakan padding (pada sepeda atau padded short), (4) beristirahat secara berkala untuk mengurangi risiko baal.
Bersepeda sangat baik untuk kesehatan secara umum, dapat mencegah risiko kematian akibat masalah kardiovaskular (yang juga merupakan risiko DE derajat berat).
Potensi DE akibat bersepeda dapat diminimalisir atau dicegah, selain itu sebagian besar rasa baal akibat bersepeda hanya bersifat sementara. Oleh karenanya, dr. Widi berpesan agar masyarakat jangan khawatir untuk bersepeda. Dia beralasan, bersepeda aman dilakukan dengan keuntungan yang lebih banyak untuk kesehatan. Faktor risiko kardiovaskular lebih erat kaitannya dengan disfungsi ereksi dibanding bersepeda.
Di akhir, dr. Widi berpesan jika ada masyarakat yang mengalami DE, maka sebaiknya segera lakukan pemeriksaan lengkap untuk memastikan ada tidaknya masalah kardiovaskular yang belum terdiagnosis sebelumnya. Penatalaksanaan DE sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah atau memperbaiki kondisi jantung pembuluh darah, begitu pula sebaliknya dengan skrining DE untuk penderita penyakit kardiovaskular) Saat ini tersedia banyak pilihan terapi disfungsi ereksi yang dapat disesuaikan dengan kondisi tiap pasien.
Lantas, apakah penggunaan celana ketat saat bersepeda dapat menyebabkan disfungsi ereksi?
Menurut dr. Widi pemakaian celana ketat saat bersepeda tidak terlalu berhubungan dengan kondisi DE. “Namun yang penting daerah perineum yang mesti dilindungi karena banyak saraf-saraf di bawah perineum sehingga direkomendasikan untuk menggunakan padding,” terangnya.
Discussion about this post