Jakarta, Prohealth.id – Penyakit Ginjal Kronik (PGK) di Indonesia membutuhkan edukasi dan dukungan untuk tetap memiliki motivasi melalui proses pengobatan dan pemulihan.
Ginjal merupakan salah satu organ yang penting di dalam tubuh manusia. Bukan hanya dikenal sebagai fungsi untuk membuang air yang tidak dibutuhkan lagi lewat urin tapi membuang zat-zat lain seperti kelebihan elektrolit, sisa-sisa metabolisme dari makanan atau obat, mengatur tekanan darah, memproduksi sel darah merah, serta mengaktivasi vitamin D untuk penyerapan kalsium agar dapat menjaga kesehatan tulang.
Berdasarkan situs resmi Kementerian Kesehatan, penyakit ginjal menjadi penyebab kematian ke-10 di Indonesia dengan jumlah kematian lebih dari 42 ribu pertahun. Oleh karenanya, masyarakat perlu mewaspadai penyakit tersebut dengan melakukan pencegahan sedini mungkin dan mengenali ciri-ciri dari penyakit ginjal.
Menurut Prof. dr. Wiguno Prodjosudjadi, Ph.D, Sp.PD.-KGH, FINASIM dari RS Siloam Simatupang, Prevalensi PGK diperkirakan 11-13 persen dari populasi penduduk dunia dan kejadian di Indonesia sekitar 12,5 persen. Oleh karena itu, segala kegiatan yang bersifat suportif bagi pasien PGK sangat penting dengan tujuan memberi edukasi pentingnya menjaga kesehatan ginjal.
“Dengan berolahraga dan mengonsumsi makanan sehat diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien sekaligus mencegah terjadinya PGK,” tambahnya dalam webinar daring, Selasa (5/4/2022).
Berdasarkan hasil survei, kata dr. Tunggul Situmorang, Sp.PD.-KGH, FINASIM, penyebab utama kegagalan ginjal di Indonesia ialah hipertensi dan diabetes. Bahkan, hipertensi sendiri menyumbang 35 persen dan 25 persen dari diabetes.
“Apabila hal ini dapat dikendalikan, maka sekitar 2:3 dapat dicegah untuk cuci darah. Risiko terhadap pasien PGK dapat diperlambat dengan menjalankan pengobatan yang baik,” papar dr. Tunggul.
Dia pun menekankan bahwa gagal ginjal bukan berarti gagal hidup. Sebab, gagal ginjal dapat diterapi dengan terapi pengganti.
Product Executive PT FIMA, Airin Levina, S.Gz menambahkan, bahwa pasien ginjal membutuhkan nutrisi khusus untuk pemenuhan gizinya. Oleh sebab itu, PT FIMA menyediakan nutrisi khusus bagi pasian ginjal pre-dialisis (belum menjalani dialisis) dan bagi pasien yang telah menjalani dialysis. Adapun salah satu nutrisi tepat bagi pasien ginjal ialah Nephrisol D. Produk ini merupakan nutrisi enteral khusus untuk gangguan fungsi ginjal, memiliki komposisi karbohidrat sebesar 54 persen, 15 persen protein, dan 31 persen lemak.
Sementara itu, Medical General Manager Kalbe, dr. Dedyanto Henky Saputra, M.Gizi, AIFO- K dalam live Instagram @KalbeGroup mengatakan, ginjal yang tidak sehat membuat fungsi-fungsi ginjal tidak dapat berfungsi sehingga menyebabkan banyak penyakit.
Salah satu penyakit yang sering terdengar adalah penyakit batu ginjal, infeksi saluran kemih, namun jika sudah mempunyai kerusakan permanen maka disebut gangguan ginjal kronik. Ini merupakan kondisi gangguan kesehatan yang diakibatkan fungsi ginjal menurun secara permanen (sudah terjadi selama tiga bulan atau lebih).
“Ginjal erat kita dengar untuk memproduksi air seni atau urin, tapi produksi ginjal tidak terbatas hanya untuk membuang urin saja, tapi juga pada regulasi ginjal dan produksi atau aktivasi,” ujarnya.
Salah satu masalah pada pasien gangguan ginjal kronik adalah mual, yakni ketika racun- racun yang seharusnya dibuang tadi, tidak dapat dikeluarkan dan menumpuk di saluran darah dan bahkan di rongga mulut.
“Alhasil, membuat pasien ginjal itu nafsu makannya berkurang karena racun berbau tadi yang seharusnya dibuang, tapi bisa juga terjadi akibat stres karena pembatasan makanan yang ekstrim sehingga berat badan menurun sehingga terjadi malnutrisi,” tuturnya lagi.
Bagi pasien ginjal kronik stadium dialisis dan pre-dialisis dibutuhkan pembatasan asupan nutrisi. Asupan protein pada pasien pre-ginjal kronik atau yang belum dialisis harus dikurangi agar dapat mempertahankan fungsi ginjalnya, supaya tidak cepat jatuh ke dalam stadium cuci darah. Sebaliknya jika sudah masuk ke dalam dialisis, asupan protein harus ditingkatkan agar ketika cuci darah protein di badan juga terbuang.
“Pasien ginjal itu unik, tidak bisa diberikan suplemen sembarangan, susu sembarangan. Karena nanti proteinnya tinggi untuk pasien pre-dialisis atau sebaliknya untuk pasien dialisis. Jadi pilihlah suplemen nutrisi yang disesuaikan dengan penyakit ginjalnya.” tambahnya.
ANDALKAN DETEKSI DINI
Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) dr. Zulkhair Ali mengatakan kalau ginjal tidak berfungsi maka akan terjadi gagal ginjal. Ia menyebut penyakit ginjal yang umum dialami adalah batu ginjal, infeksi ginjal, radang ginjal, ginjal karena diabetes, ginjal karena hipertensi, ginjal karena lupus, dan ginjal karena polikistik.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sejumlah penyakit tersebut dapat menurunkan fungsi ginjal. Fungsi ginjal dapat dibagi dua, umumnya yaitu gangguan ginjal akut dan penyakit ginjal kronik. Kemudian pada penyakit ginjal kronik ada fase yang dinamakan akut on kronik. Namun yang menarik adalah pada penyakit ginjal akut, gejala pada pasien terlihat berat sekali tapi bisa sembuh sempurna. Sedangkan penyakit ginjal kronik itu pasien tidak merasakan apapun, tidak ada gejala, tapi ketika sudah berat akhirnya harus cuci darah dan tidak bisa disembuhkan kembali.
Penyakit ginjal kronik, lanjutnya, merupakan masalah kesehatan global karena prevalensi gagal ginjal itu semakin hari semakin meningkat. Tidak hanya itu penyakit tersebut bersifat progresif dan tidak bisa sembuh kembali, tingkat mortalitas yang tinggi, dan memakan biaya mahal.
Oleh karena itu dia menegaskan perlu dilakukan pencegahan dengan deteksi sedini mungkin terhadap penderita penyakit ginjal. Pencegahan idealnya dilakukan dari fase normal, yakni menskrining orang-orang yang tidak sakit untuk mengetahui apakah ada faktor risiko terjadinya penyakit ginjal atau tidak. Kalau sudah ditemukan adanya faktor risiko, maka langkah selanjutnya harus menurunkan faktor risiko tersebut. Skrining juga dilakukan terhadap pasien-pasien yang sedang mengalami penyakit ginjal.
“Kemudian kalau sudah terjadi kerusakan kita harus melakukan pengobatan, baik melakukan pengobatan terhadap ginjalnya untuk menunda atau memperlambat progresivitas penyakit ginjalnya nya maupun mengobati komorbid yang ada,” ucap dr. Zulkhair.
Namun apabila sudah terjadi gagal ginjal maka harus dilakukan terapi pengganti ginjal atau transplantasi ginjal.
Sebagai langkah pencegahan diperlukan deteksi dini penyakit ginjal dengan mengenali penyebab – penyebab gagal ginjal. Penyebab penyakit ginjal yang paling sering terjadi adalah hipertensi, diabetes, dan radang ginjal.
Sementara untuk gejala penyakit ginjal kronis antara lain mual, gatal-gatal, sesak napas, anemia, dan hipertensi. Sayangnya gejala ini baru muncul setelah tahap lanjut atau pada stadium lanjut. Pada stadium awal gejala sama sekali tidak terlihat atau tidak terasa.
Oleh karena itu solusinya adalah harus melakukan pemeriksaan secara berkala, secara rutin terutama bagi faktor risiko menderita penyakit ginjal antara lain usia di atas 50 tahun, penderita diabetes, penderita hipertensi, perokok, obesitas, dan ada riwayat keluarga yang menderita penyakit ginjal.
“Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap satu tahun,” ucapnya.
Dari sisi fasilitas kesehatan, Koordinator Substansi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Kemenkes dr. Theresia Sandra Diah Ratih mengatakan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin telah menunjuk Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai koordinator untuk pengembangan jejaring rumah sakit untuk pelayanan penyakit ginjal.
“Kita sudah mencoba membuat jejaring rumah sakit untuk pelayanan penyakit ginjal, dan beberapa rumah sakit diharapkan bisa mengampu rumah sakit – rumah sakit daerah untuk bisa memampukan dirinya lebih baik,” kata dr. Theresia.
Pemerintah telah menyediakan layanan untuk deteksi dini bagi masyarakat minimal setiap 1 tahun sekali baik itu di tingkat RT maupun RW. Layanan tersebut dalam bentuk Posyandu untuk usia produktif dan Lansia.
“Deteksi dini paling minimal satu tahun sekali. Seluruh masyarakat diharapkan bisa mengakses layanan itu, termasuk juga pengobatan dan konseling untuk faktor risiko penyakit ginjal,” ucapnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post