Jakarta, Prohealth.id – Salah satu influencer kesehatan publik, Rinaldi Nur Ibrahim menilai ada sejumlah cara yang penting dan bisa dilakukan untuk menekan konsumsi rokok anak dan remaja di Indonesia, salah satunya dengan memahalkan harga rokok di kios-kios kampus.
“Salah satu cara yang bisa ditempus level kampus ya, untuk menekan peredaran dan konsumsi rokok adalah dengan mengatur harga rokok di kios-kios wilayah kampus, atau di kantin,” ujar Rinaldi yang juga merupakan CEO Youth Ranger Indonesia.
Mahasiswa jurusan farmasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini menyebut, kebijakan level kampus itu sebenarnya agak sulit diterapkan di seluruh Indonesia jika pemerintah pusat belum memiliki aturan yang konsisten. Pria asal Bone, Sulawesi Selatan yang mendirikan Bijak Obat Indonesia ini berpendapat, pengendalian konsumsi rokok sebenarnya harus dari level harganya.
“Jadi baiknya cukai rokok ini dinaikkan, sebab salah satu penyebab masyarakat bisa merokok karena itu biasa dan terjangkau harganya murah,” jelasnya dalam Youtube Live Pulih Kembali beberapa waktu yang lalu.
Rinaldi tak menampik bagi anak muda yang sudah terlanjur merokok memang sangat rentan menjadi pecandu. Alhasil dari sudut pandang medis, upaya lain yang bisa segera dilakukan adalah dengan proses rehabilitasi. Jika memungkinkan, penanganan pertama adalah dengan konseling agar pecandu bisa berhenti merokok. Adapun segala proses ini menurut Rinaldi tidak bisa berjalan sendiri tanpa bantuan tim medis khususnya dokter.
CUKAI ROKOK SEBAGAI PENGENDALI
Sementara itu menurut Rionanda Dhamma selaku Kepala Divisi Kajian Kanopi Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), salah satu narasi yang ramai beredar ketika cukai rokok akan dinaikkan adalah benturan antara ekonomi dan kesehatan. Padahal menurut Rio, kesehatan dan ekonomi tidak bisa dibenturkan.
“Urusan ekonomi adalah urusan rumah tangga perseorangan juga,” ujar Rio dalam Instagram Live bersama Komnas Pengendalian Tembakau.
Adelia S. Pratiwi selaku Kepala Subbagian Strategi dan Komunikasi Publik Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menambahkan, manusia yang sehat adalah prasyarat dari kemajuan ekonomi. Oleh karena itu agar mencapai tujuan masyarakat sehat, perlu intervensi pemerintah menjaga kesehatan masyarakat khususnya anak muda supaya menjadi pribadi yang sehat dan usianya panjang.
“Namun yang jadi bahasan adalah berapa untuk mendorong kebijakan cukai yang representatif. Apalagi memang masalah di Indonesia rokoknya memang murah harganya, dan gampang diakses,” terangnya.
SUDUT PANDANG ANAK MUDA
Sementara itu Janitra Hapsari selaku Presiden Global Cigarette Movement (9CM) menjelaskan 9CM adalah komunitas mahasiswa peduli pada pengendalian tembakau. Secara spesifik komunitas ini membahas isu yang kompleks soal tembakau. Dia menjelaskan sebelum melakukan edukasi dan kampanye kepada masyarakat, para anggota 9CM harus punya kapasitas dan pemahaman atas semua aspek yang berkaitan dengan tembakau.
Oleh sebab itu ketika membahas tentang cukai rokok, Janitra menyebut pecandu rokok berpotensi mengalami kehilangan ekonomi dan produksi. Sekalipun pemerintah kerap mengapresiasi perusahaan rokok yang mau membayar cukai, namun pemerintah tidak memaparkan beban ekonomi dan kesehatan seorang pecandu rokok.
“Misalnya, kalau sudah kena sakit kanker, biaya-biaya kesehatan, rumah tangga dan dampaknya pada kerja, hal ini kerap tak dihitung oleh masyarakat,” ujar Janitra.
Janitra pun berpendapat pentingnya pemerintah segera menjadikan rokok sebagai prioritas yang harus dikendalikan. Caranya adalah dengan konsisten dalam menaikkan cukai rokok dan melakukan simplifikasi cukai. Dengan demikian, cukai rokok tidak hanya tinggi secara penerimaan tetapi berdampak besar terhadap kesehatan individu.
“Perlu banget juga anak muda terlibat dan menggiring isu ini, bukan cuma anak kesehatan dan ekonomi saja. Cukai rokok ini berkaitan sama kehidupan kita semua,” tutur Janitra.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post