Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

Menekan Perokok Anak, Cukai Rokok Bukan Sekadar Strategi

Menguji keseriusan pemerintah menekan perokok anak dengan instrumen yang ampuh: cukai rokok.

by Ignatius Dwiana
Thursday, 31 July 2025
A A
Menekan Perokok Anak, Cukai Rokok Bukan Sekadar Strategi

Anjuran berhenti merokok dalam keluarga, mural di Kampung KTR. (Sumber foto: Gloria Fransisca/2024)

Petang itu cuacanya cerah di Jakarta. Sejumlah anak sekolah asyik nongkrong. Tak jauh dari mereka ada warung yang menjual rokok.

Sembari berbincang-bincang santai, mereka mengisap rokok. Seragam sekolah masih melekat di tubuh mereka.

BacaJuga

Sulut Bisa Jadi Teladan Lawan Demam Babi Afrika

TOBAT MEROKOK: Kisah Perjuangan Penyintas Melawan Hasrat Diri

Pepeng (bukan nama sebenarnya) bercerita kalau mulai merokok sejak duduk di bangku SMP. Dia mengenal kebiasaan itu dari pergaulan.

“Awalnya cuma nyoba saja sih. Lalu keterusan susah berhentinya,” aku Pepeng kepada Prohealth.id pada Selasa, 29 Juli 2025.

Orangtua pun tahu soal kebiasaan merokoknya. Uang jajan dari orangtuanya termasuk untuk membeli rokok.

Dia mengungkapkan bahwa dalam sehari bisa menghabiskan sampai enam batang. Pengeluaran itu merupakan jumlah yang sebenarnya besar. Pernah berniat berhenti merokok. Ternyata tidak sanggup. “Sudah kaya keterusan,” tuturnya.

Harga rokok yang semakin mahal memicu Pepeng membeli ketengan. Tak pernah membeli sebungkus. Ketika nongkrong bareng teman-teman baru patungan membeli sebungkus.

Kalau tidak ada uang untuk membeli maka Pepeng tinggal ke tempat teman-temannya biasa nongkrong. Biasanya ada yang memberinya rokok.

Pepeng juga mengaku sebelumnya pernah menyukai merek rokok tertentu. Tetapi merek itu harganya semakin mahal sehingga mendorongnya beralih merek lain. Kalau merek rokok yang dia konsumsi saat ini nanti harganya semakin mahal maka dia akan kembali mencari merek rokok dengan harga yang lebih pas di kantongnya.

 

Anak dan Remaja Merokok

Fenomena anak merokok ini tentunya tak lepas dari proses belajar. “Bisa belajar dari orang tuanya atau dari lingkungannya,” kata psikolog klinis Anette Isabella Ginting.

Selain itu ada konsep yang keliru dipahami. Seperti sudah merasa keren atau dewasa ketika merokok. “Itu membuat anak jadinya melakukan perilaku merokok.”

Kemudahan mengakses rokok dengan harga yang murah ikut memicu fenomena ini. Karena itu dia menilai perlunya adaptasi kebijakan yang melakukan intervensi konsumsi. Misalnya untuk membeli rokok itu harus menunjukkan kartu identitasnya.

Keluarga juga perlu mengubah kebiasaan agar anak tidak memiliki akses. Misalnya, orang tua jangan meminta lagi anak untuk membelikan rokok.

“Kadang itu ‘kan terjadi? Belikan rokok ke warung. Jadi mungkin itu sesuatu yang bisa diubah supaya akses anak terhadap rokok jadi semakin jauh atau semakin sulit.”

Kebiasaan tersebut justru membuka akses anak terhadap rokok. “Anak menjadi tahu cara membeli. Tahu harga, merek, dan mana yang enak,” terangnya.

 

Dampak Cukai dan Harga

Harga rokok masih menjadi faktor krusial dalam membentuk perilaku merokok remaja di Indonesia. Hasil penelitian “Dampak Harga Rokok dan Faktor Sosial pada Inisiasi Merokok Remaja di Indonesia” yang dirilis Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) pada April 2025 lalu menunjukkan kenaikan harga rokok, bersama faktor sosial, berpengaruh signifikan terhadap pembentukan perilaku merokok remaja.

Research Associate CISDI Gea Melinda mengatakan, perhitungan dari CISDI menunjukkan kenaikan harga rokok sebesar 10 persen akan mengurangi inisiasi merokok remaja hingga 22 persen.

“Ketika remaja mulai terpengaruh, mereka masih bisa mengakses rokok dengan uang sakunya karena harga rokok yang terjangkau. Karenanya kami terus mendorong kenaikan cukai yang secara langsung menyebabkan harga rokok mahal sehingga semakin tidak dapat dijangkau remaja,” lanjut dia seperti dikutip dari situs CISDI.

Penelitian ini juga menyoroti perubahan konsumsi merokok pada remaja Indonesia menjadi lebih besar ketika harga berubah pada tahap inisiasi atau tahap awal mencoba-coba.

Kenaikan cukai semestinya membuat harga rokok menjadi lebih mahal sehingga bisa mengurangi konsumsi atau bahkan berhenti sama sekali.

CISDI dalam melakukan studi simulasi pada 2021 menggunakan data tarif cukai 2020. “Saat itu kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 23,78 persen diperkirakan menurunkan konsumsi sebesar 17,32 persen. Sementara rokok putih yang cukainya naik 27,15 persen, mengalami penurunan konsumsi sekitar 12,79 persen,” jelas Project Lead for Tobacco Control CISDI Beladenta Amalia kepada Prohealth.id, Sabtu (26/7/2025).

Beladenta Amalia. (Sumber foto: Dokumentasi pribadi/Linkedin)

Simulasi tersebut juga mencoba berbagai skenario kenaikan tarif. Jika cukai dinaikkan sebesar 30 persen maka konsumsi rokok kretek bisa turun hingga 20,62 persen dan rokok putih 14,24 persen. Bila cukai ditingkatkan hingga 45 persen, penurunan konsumsi rokok kretek bahkan bisa mencapai 27,74 persen.

“Tren ini juga terjadi di berbagai negara. Tarif cukai yang meningkat secara konsisten terbukti menjadi cara paling cost effective untuk menurunkan konsumsi rokok,” tambahnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui regulasi terkait rokok adalah isu yang rumit karena melibatkan berbagai kepentingan.

“Dalam isu rokok, kami mengambil posisi yang cukup agresif. Tetapi ini persoalan multidimensi. Ada aspek kesehatan, ekonomi, hingga ketenagakerjaan. Pemerintah harus menyeimbangkan semuanya,” ucapnya dikutip dari situs Kementerian Kesehatan. 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. (Sumber foto: Kementerian Kesehatan/2025)

Prevalensi merokok tinggi di Indonesia. Sebanyak 73 persen laki-laki dewasa adalah perokok aktif, dan 7,4 persen anak usia 10 – 18 tahun juga merokok. Sementara itu penggunaan rokok elektronik meningkat pesat di kalangan remaja.

Namun pemerintah pada 2025 mengeluarkan keputusan yang menaikkan harga jual eceran (HJE) minimum tanpa disertai kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Langkah tersebut membuat harga rokok secara riil tidak naik signifikan.

“Kenaikan harga jual eceran rata-rata hanya 10 persen dan itu adalah angka terendah sejak 2023. Ini membuat dampaknya terhadap konsumsi nyaris tidak terasa,” ujar Bela.

Sebab tanpa kenaikan tarif cukai maka perusahaan rokok justru mendapat keuntungan lebih besar. “Mereka menjual lebih mahal tetapi tidak ada tambahan setoran ke negara. Biaya produksinya tetap tetapi margin keuntungannya naik,” ungkap lulusan Kedokteran Universitas Indonesia ini.

 

Lambatnya Penurunan Prevalensi

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan penurunan meskipun masih jauh dari target. Prevalensi merokok pada anak usia 10 – 18 tahun turun dari 9,1 persen pada 2018 menjadi 7,4 persen di 2023. Namun jika dibandingkan dengan 2013 yang berada di angka 7,2 persen sebenarnya masih ada tren naik.

“Selama ini kenaikan tarif cukainya masih terlalu kecil dan tidak bisa mengimbangi peningkatan daya beli masyarakat. Jadi ya wajar jika penurunannya pun lambat,” kata peraih gelar Doktor Sains di Universitas Barcelona ini.

Sementara kelompok usia 15 tahun ke atas memperlihatkan penurunan dari 33,8 persen menjadi 29,7 persen dalam lima tahun terakhir.

Harga rokok yang murah menjadi faktor utama tingginya prevalensi merokok pada anak. Anak-anak sangat sensitif terhadap harga karena mereka tidak punya penghasilan. Masalahnya, rokok bisa dijual ketengan. Bahkan ini banyak terjadi di sekitar sekolah.

Kondisi ini memperkuat urgensi untuk menaikkan tarif cukai secara signifikan. “Kami mendorong agar cukai dinaikkan minimal 25 persen. Ini bukan hanya soal ekonomi tetapi soal kesehatan publik,” tegas Bela.

 

 

Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi

Bagikan:
Source: perokok anak
Tags: kementerian kesehatanperokok aktifPerokok Anakprevalensi perokok anakRemaja Perokok

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.