Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan menggelar kegiatan 2nd Technofarmalkes dengan tema ‘Progressing Step to Achieve National Resilience in Pharma and Medical Device’ dengan tujuan mendorong inovasi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan dalam negeri, baik inovasi produk, teknologi/sistem informasi kesehatan, maupun kebijakan, sejalan dengan semangat transformasi sistem kesehatan.
Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan rangkaian acara Technofarmalkes ini adalah upaya mewujudkan implementasi transformasi kesehatan, khususnya transformasi sistem ketahanan kesehatan dan transformasi teknologi kesehatan. Oleh karena itu, acara ini bertujuan meningkatkan inovasi bidang kefarmasian dan alat kesehatan dalam negeri. “Misalnya melalui berbagai upaya seperti inovasi produk, penggunaan teknologi kesehatan, atau penyusunan kebijakan,” kata dr. Dante melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Rabu (7/9/2022).
Kegiatan Technofarmalkes yang pertama sebenarnya telah diselenggarakan pada tahun 2019. Penyelenggaraan yang kedua mengangkat tema “Progressing Step to Achieve National Resilience in Pharma and Medical Devices” dengan fokus pada hilirisasi sediaan farmasi dan Alkes, ekosistem penelitian, serta sosialisasi kebijakan. Dengan adanya berbagai diskusi panel serta pameran yang diselenggarakan.
“Saya berharap acara 2nd Technofarmalkes dapat menghasilkan berbagai kerja sama dalam penelitian dan pengembangan sediaan farmasi dan alkes,” kata dr. Dante.
Sementara itu, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Lucia Rizka Andalusia, Apt, M.Pharm, MARS mengatakan pandemi Covid-19 memberikan tantangan besar terhadap sistem kesehatan Indonesia yang terlihat dari adanya penurunan kinerja pada beberapa program kesehatan. Kelangkaan obat, alat kesehatan, dan vaksin pada masa awal pandemi juga menjadi kendala upaya penanganan pandemi di tengah masyarakat Indonesia.
“Dengan demikian, kemandirian sediaan farmasi dan alat kesehatan sangat dibutuhkan untuk membangun ketahanan dalam menghadapi masa sulit seperti pandemi Covid-19,” ucap Rizka.
Kemandirian farmasi, sanggupkah?
Oleh karena itu diperlukan suatu upaya sistematis untuk mewujudkan kemandirian sediaan farmasi dan alat kesehatan agar pada masa yang akan datang Indonesia lebih siap dalam menghadapi tantangan sistem kesehatan. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergitas pengembangan dan hilirisasi sediaan farmasi meliputi; bahan baku obat, bioteknologi, vaksin dan natural, dan alat kesehatan.
Selain itu, melalui kegiatan ini diharapan akan terbangun ekosistem riset/pengembangan yang dapat mengakselerasi capaian kemandirian di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan. Apalagi, keutamaan prinsip kemandirian farmasi salah satunya dengan mengoptimalisasi bahan baku dari dalam negeri.
Lucia Rizka menjelaskan, kekayaan sumber daya hayati Indonesia sebenarnya merupakan sumber daya yang potensial di bidang farmasi yang selama ini belum dimanfaatkan sepenuhnya. Besarnya ketergantungan industri farmasi nasional terhadap bahan baku impor merupakan tantangan tersendiri dalam mencapai ketahanan kesehatan nasional.
Selaku Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Lucia juga membidani dan mengesahkan Business Matching P4TO-PED dengan pelaku usaha bidang obat tradisional dan kosmetika. Melalui business matching, maka keragaman hayati tanaman, mikroorganisme, dan biota laut yang berkolerasi langsung dengan keragaman kimia dan memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan obat bisa dimanfaatkan dengan baik.
“Hal ini diharapkan dapat menjadi peluang untuk mengurangi impor bahan baku dan menghasilkan substitusinya terutama bagi bahan baku natural asli Indonesia,” ujarnya.
Kementerian Kesehatan telah merintis pengembangan kemandirian bahan baku sediaan farmasi untuk mewujudkan kemandirian bahan baku natural. Rintisan ini dilakukan melalui fasilitasi peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) sejak tahun 2012 dan Pusat Ekstrak Daerah (PED) kepada 3 daerah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, bersama dengan 2nd Technofarmalkes turut dilaksanakan ‘Business Matching P4TO-PED’ dengan industri dan usaha bidang obat tradisional dan kosmetika. Dengan begitu kegiatan dari Kementerian Kesehatan bisa mempertemukan lintas sektor yakni industri sebagai produsen, akademisi sebagai sarana pusat penelitian, dan juga daerah penerima P4TO dan PED sebagai penyedia Bahan Baku Natural (BBN) terstandar agar dapat melakukan kerja sama yang potensial. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada akademisi, peneliti, Industri dan manufaktur bidang obat tradisional dan kosmetika, praktisi di fasilitas pelayanan kesehatan serta pemangku kepentingan lintas sektor terkait.
Nantinya, hasil yang diharapkan yaitu terjadi sinergitas lintas sektor dalam penyediaan bahan baku maupun produk yang terstandar adalah mendukung kemandirian bahan baku natural. Dari kegiatan ini juga diharapkan ada kerja sama antara P4TO dan PED dengan industri dan usaha bidang obat tradisional dan kosmetika dalam penyediaan BBN terstandar.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post