Indikator kesehatan orang muda tidak boleh melupakan pengendalian zat adiktif. Menurut Yohan, Deputi Bidang Pelayanan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), pengendalian konsumsi rokok bukan lagi domain kesehatan saja. Ia menilai, pengendalian rokok menjadi pokok penting untuk melindungi generasi bangsa. Artinya, pembangunan sumber daya manusia harus menjadi prioritas nasional.
Dalam acara “Rembug Pembangunan Pemuda 2025: Adaptasi AI dan Suara Orang muda dalam Penguatan Pengendalian Rokok” di Bogor, ia menyinggung Indeks Pembangunan Pemuda (IPP). Pasalnya, ada lima indikator kualitas anak muda salah satunya domain kesehatan.
“Dalam domain kesehatan terdapat empat indikator, salah satunya dengan pemuda merokok,” terangnya, 23 Juli 2025 lalu.
Yohan menjelaskan, Kemenpora berusaha menurunkan pemuda-pemuda yang merokok mengingat populasi perokok masih tinggi. Ia yakin, hanya pemuda yang sehat secara fisik dan mental bisa berkualitas dalam partisipasi, kepemimpinan, dan berkontribusi pada pembangunan dengan optimal.
“Indeks IPP sendiri bentuk indikator komprehensif yang mengukur kualitas hidup dan tingkat partisipasi pemuda,” tambahnya dalam kegiatan yang terselenggara atas inisiatif dari Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) bersama Kemenpora RI.
Kehadiran acara ini adalah wujud adaptasi dan strategis, kata Yohan. Dengan kegiatan ini, ia yakin upaya memperluas jangkauan kampanye pengendalian konsumsi rokok dengan cara yang lebih personal dan kontekstual akan tercapai.
Yohan berharap rembug pemuda bisa menjadi praktik baik, dan membangun ekosistem yang lebih kuat untuk mengendalikan konsumsi rokok di kalangan anak muda.
“Tentu ini adalah cara edukasi untuk meningkatkan kita dalam pengawasan. Di samping kita juga perlu penegakan hukum terhadap penjualan rokok kepada anak-anak di bawah umur. Jauh dari itu pemuda perlu kegiatan positif bagi para pemuda.”
Kemenpora berkomitmen untuk menurunkan preferensi generasi muda yang merokok. Dia berharap akan terus bekerja sama dengan berbagai Kementerian lembaga, pemerintah Daerah, dan organisasi kepemudaan.
Indonesia Masih Tiga Besar Perokok Tertinggi
Manik Marganamahendra, Direktur Eksekutif indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) mengatakan Indonesia masih sukses menjadi negara dengan jumlah perokok ketiga dunia setelah China dan India.
Menurut catatan Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2022, jumlah perokok mencapai 70,2 juta masyarakat Indonesia. Angka ini meningkat 8,4 juta dalam satu dekade. Adapun prevalensinya perokok laki-laki tertinggi, 2 dari 3 laki-laki ialah perokok aktif.
“Delapan puluh tiga persen perokok di dunia mulai merokok usia 14-25 tahun. Karena Indonesia selalu dibilang sebagai Disneyland dari industri rokok. Nah, tentu kita sangat malu yah,” ujarnya.
Ia menyebut, selama ini industri rokok hanya melihat Indonesia sebagai pangsa pasar bukan sebagai regenerate ekonomi. Untuk itu, ia mengajak anak-anak muda untuk memahami perubahan kebijakan-kebijakan, dan terlibat aktif berkontribusi dalam dimensi kesehatan generasi muda.
Misalnya, dengan mendorong orang muda sebagai satuan tugas dalam kegiatan monitoring dan evaluasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bersama Satpol PP dan dinas terkait.
“Berikan program khusus untuk pemberdayaan orang muda. Seperti di berbagai negara, fungsinya menginvasi toko-toko yang jualan rokok konvensional,” kata Manik.
IYCTC sendiri berharap rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menstandarisasi kemasan rokok bisa segera terlaksana. Memang Kemenkes dalam waktu dekat telah berencana menyeragamkan bungkus rokok. Manik mengatakan, standarisasi kemasan rokok jadi pokok penting dan substansial. Dengan begitu, anak muda menjadi sadar sejak awal tentang bahaya rokok.
Serbuan Penolakan dan Industri
Rencana Kemenkes untuk mstandarisasi kemasan rokok mendapat penolakan keras dari industri rokok. Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes dr. Benget Saragih mengaku, saat ini Kemenkes sedang mengumpulkan semua bahan-bahan, termasuk gugatan dari koalisi pengenndalian tembakau.
“Ini [serbuan industri] merupakan peluru buat kami. Ada hasil-hasil penelitian ini untuk kita sampaikan. Sehingga kalau nanti dalam pembahasannya ada penolakan lagi, kita bisa berbuat,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Benget mengatakan penolakan sendiri bukan hanya datang dari perusahaan industri rokok, tapi juga datang dari lembaga legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kata Benget, industri rokok melakukan berbagai cara untuk menghimpun penolakan standarisasi kemasan rokok.
Prohealth.id sendiri telah mencoba melakukan konfirmasi kepada berbagai perusahaan industri rokok. Di antaranya; Sampoerna Mild, Gudang Garam, dan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GPPRI). Namun, sampai berita ini terbit pada (16/8/2025) semua saluran komunikasi melalui email dan telepon tidak ada jawaban dari perusahaan industri rokok, ataupun organisasi gabungan industri rokok.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post