Jakarta, Prohealth.id – Seiring dengan terkendalinya jumlah penularan kasus Covid-19, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia semakin meningkat meski protokol kesehatan, seperti pemeriksaan suhu, kebijakan pemakaian masker di ruang publik, dan vaksinasi Covid-19 minimal tiga dosis, tetap diwajibkan. Namun, meningkatnya jumlah wisatawan asing dan domestik di tanah air memunculkan pertanyaan: apakah wisatawan masih merasakan adanya risiko saat melakukan perjalanan di Indonesia pascapandemi?
Melalui riset berjudul “Tourism in Recovery: Segmenting Tourist Based on Risk Perception in the Post Covid-19 Pandemic in Indonesia”, Noveri Maulana, mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Manajemen (PPIM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI) meneliti perilaku wisatawan terhadap pelonggaran perjalanan yang ditetapkan pemerintah sejak Maret 2022. Noveri mengeksplorasi faktor risiko yang dirasakan oleh wisatawan pada pertengahan 2022, serta mengkaji persepsi risiko multidimensi dalam situasi pemulihan bisnis pariwisata dan perhotelan kontemporer.
Dikutip dari rilis yang diterima Prohealth.id, Senin (6/2/2023), dalam studi ini, selama Maret hingga Juli 2022, data dikumpulkan melalui survei secara daring dan luring terhadap 514 wisatawan domestik dan mancanegara. Dari survei tersebut, ditemukan 21 elemen risiko yang dikelompokkan dalam 5 dimensi persepsi risiko, yaitu opportunity-loss risk sebanyak 44 persen, psychological risk ada 8,8 persen, health risk ada 5,6 persen, social risk sebanyak 5,5 persen, dan financial risk ada 4,8 persen. Sebagian besar wisatawan menaruh perhatian pada opportunity-loss risk atau risiko kehilangan peluang sehingga praktisi perhotelan dapat mengembangkan strategi pemasaran dengan memberikan layanan bernilai uang dan mengevaluasi kembali strategi penetapan harga setelah pandemi.
Pada studi ini, Noveri juga menyelidiki preferensi wisatawan terhadap atribut akomodasi selama pelonggaran pasca pandemi. Data dikumpulkan dari agen perjalanan online populer di Indonesia dan terkumpul 11.500 komentar dari 676 akomodasi di 10 provinsi yang paling banyak dikunjungi.
Hasilnya, ada enam atribut akomodasi yang disukai wisatawan, yaitu faktor kebersihan, proses check-in, lokasi yang strategis, pool & breakfast, kualitas layanan, dan fasilitas akomodasi. Atribut ini berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan wisatawan, termasuk proses pemilihan akomodasi.
Seluruh elemen risiko kemudian dijadikan dasar untuk mengelompokkan turis dengan pendekatan konsep segmentasi pasar. Melalui analisis Hierachical Cluster dan K-Means Cluster Method, riset ini menyimpulkan ada empat segmen wisatawan dengan kercenderungan yang berbeda dalam melihat faktor risiko ketika berwisata di Indonesia.
Klaster 1 disebut “The Avoider”, wisatawan yang merasa cemas dan stres saat berwisata di masa awal relaksasi social distancing di Indonesia. Mereka memiliki persepsi mayoritas terhadap risiko psikologis. Klaster ini sangat memperhatikan atribut kebersihan, mengutamakan check-in elektronik, dan tertarik dengan ketersediaan fasilitas umum di akomodasi.
Klaster 2 disebut dengan “The Performer”, wisatawan yang merasakan risiko minimal selama rekreasi di tempat wisata. Klaster ini berpersepsi negatif terhadap hilangnya kesempatan dan risiko finansial. Sebagian besar wisatawan mancanegara tergabung dalam klaster ini.
Klaster 3 disebut sebagai “The Valuator”, wisatawan yang tetap melakukan aktivitas perjalanan dan rekreasinya setelah melakukan evaluasi yang cermat terhadap persepsi risiko. Para wisatawan di klaster ini memiliki tingkat menengah dari semua item persepsi risiko. Mereka memperhatikan atribut kebersihan, lebih memilih menggunakan electronic check-in, dan kurang tertarik dengan fasilitas umum di penginapan.
Sementara Klaster 4 diberi label sebagai “The Hesitator” adalah wisatawan yang merasa ragu untuk melakukan aktivitas bersantainya secara maksimal di masa pasca pandemi. Bagi wisatawan di klaster ini, endemik tahap awal masih menjadi ancaman bagi kesehatan dan kekebalan tubuh mereka.
Melalui hasil studi ini, industri pariwisata dan perhotelan dapat mengembangkan rencana pemasaran agar bisnis mereka pulih dari dampak Covid-19. Dengan memahami perilaku wisatawan pada segmen tertentu, pengelola hotel dan pemangku kepentingan dapat menargetkan segmen tertentu atau bahkan ceruk pasar untuk mengoptimalkan layanan mereka dengan mempertimbangkan persepsi risiko wisatawan. Dengan begitu, kebijakan yang terencana dengan baik dapat memulihkan industri pariwisata di era pasca pandemi.
Melalui temuannya ini, Noveri Maulana berhasil meraih gelar Doktor ke-307 Bidang Ilmu Manajemen Pemasaran dengan predikat cumlaude. Sidang Promosi Doktor yang berlangsung di Gedung Pascasarjana FEB UI, Senin (9/1), ini diketuai oleh Teguh Dartanto, Ph.D., dengan Prof. Prijono Tjiptoherijanto, Ph.D. sebagai Promotor; Dr. Rifelly Dewi Astuti sebagai Ko-Promotor 1; dan Dr. Hariyadi BS. Sukamdani sebagai Ko-Promotor 2. Adapun tim penguji dalam sidang terdiri atas Prof. Dr. Irwan Adi Ekaputra (Ketua Penguji); Dr. Budi Setiawan; Daniel Tumpal Hamonangan Aruan, Ph.D.; Dr. Ignatius Heruwasto; dan Sri Rahayu Hijrah Hati, Ph.D.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post