Jakarta, Prohealth.id – Sirosis hati merupakan kondisi organ hati yang dipenuhi jaringan parut akibat kerusakan hati yang berkepanjangan. Malnutrisi dan infeksi merupakan komplikasi yang sering dialami pasien sirosis hati anak saat menjalani persiapan transplantasi hati. Komplikasi ini menyebabkan perburukan kondisi dan meningkatkan risiko kematian.
Dalam disertasi berjudul “Peran Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) untuk Perbaikan Skor Pediatric End-Stage Liver Disease (PELD) dan Status Nutrisi Pretransplantasi Hati pada Sirosis Hati Anak melalui Imunomodulasi Neutrofil, Sel CD34+, TNF-⍺, HGF, dan IL-10”, dr. Tri Hening melihat peran G-CSF pada pasien sirosis hati anak usia 3 bulan hingga 12 tahun.
Melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Senin (15/8/2022), G-CSF digunakan sebagai pengobatan untuk gagal hati akut dan kronik pada orang dewasa. Sebuah studi menyatakan pemberian G-CSF menjanjikan perbaikan klinis, sedangkan studi lainnya menilai G-CSF tidak memberikan hasil yang baik pada gagal hati. Sementara itu, belum ada penelitian mengenai penggunaan G-CSF pada pasien sirosis hati anak.
Penelitian yang dilakukan dr. Tri Hening dilaksanakan dalam rentan waktu 3 bulan terhadap 50 pasien. Pasien ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan (pemberian terapi G-CSF, 26 subjek) dan kelompok kontrol (24 subjek).
Berdasarkan hasil penelitian, pemberian terapi G-CSF tidak menunjukkan perbaikan pada skor PELD dalam rentan waktu 3 bulan. Status nutrisi pasien juga belum dapat diperbaiki dengan pemberian terapi G-CSF. Namun, pemberian G-CSF memberi perbaikan sistem kekebalan tubuh pasien sirosis hati anak melalui peningkatan pada sel darah putih yang berperan dalam proses inflamasi.
“G-CSF mampu memobilisasi sel punca darah (hematopoietik) sehingga terjadi proses awal perbaikan sel hati yang ditandai dengan penanda khusus CD34+. Gangguan sistem kekebalan tubuh yang diakibatkan kondisi sirosis hati terbukti membaik dengan peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi, sitokin pro-inflamasi (TNF-⍺), dan penurunan sitokin anti-inflamasi (IL-10),” kata dr. Tri Hening yang juga merupakan Dosen Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Perbaikan sistem kekebalan tubuh ditandai dengan berkurangnya kejadian reaksi peradangan berat (sepsis) akibat infeksi pada pasien sirosis hati anak. Pada jaringan sel hati, terjadi perbaikan lainnya yang ditandai peningkatan enzim alanin aminotransferase (ALT) dan hepatocyte growth factor (HGF). Pemberian terapi G-CSF tidak menunjukkan efek samping yang membahayakan pada pasien dan tidak terdapat angka kematian yang tinggi pada pasien di kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.
Oleh karena itu, meski belum memperbaiki skor PELD dalam waktu 3 bulan, pemberian terapi G-CSF pada pasien sirosis hati anak memiliki manfaat perbaikan klinis. Hal ini dapat menjadi dasar penelitian berikutnya dengan kelompok usia tertentu, waktu observasi lebih lama, peningkatan dosis G-CSF, dan modifikasi siklus pemberiannya. Terapi G-CSF dapat diberikan pada pasien yang menunggu transplantasi hati, terutama pada pasien yang memiliki gangguan imunitas dan riwayat infeksi berulang.
Berkat temuannya tersebut, dr. Tri Hening berhasil memperoleh gelar doktor dari FK UI, pada Selasa (19/7/2022). Sidang Promosi Doktor dr. Tri Hening dipimpin Dekan FK UI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, dengan Promotor: Prof. Dr. dr. med. Akmal Taher, Sp. U(K) dan Ko-promotor: Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp.A(K) dan Dr. dr. Aria Kekalih, M.T.I.
Adapun tim penguji sidang tersebut diketuai Prof. Dr. dr. Suhendro, Sp.PD-KPTI dengan anggota: Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, Sp.FK.; dr. Alida Roswita Harahap, Sp.PK(K), Ph.D.; Prof. Dr. dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K); Prof. Dr. dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), MPH.; dan Dr. dr. Akhmad Makhmudi, Sp.B, Sp.BA(K) dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post