Pada Selasa, 15 November 2022, tim Prohealth.id menerima dokumen undangan dari Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Surat Nomor 100.2.7/8038/OTDA tertanggal 08 November 2022. Surat itu bertuliskan, “Dalam rangka pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Perda [Peraturan Daerah] dan Perkada [Peraturan Kepala Daerah] KMA dengan hormat disampaikan bahwa Ditjen Otda akan melaksanakan rapat koordinasi pusat dan daerah dalam rangka klarifikasi Perda dan Perkada tentang Kawasan Tanpa Rokok yang terindikasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan KMA…”
Menurut siaran pers yang diterima Prohealth.id, undangan tersebut berisikan kegiatan dimana mengundang HM Sampoerna sebagai narasumber, lalu Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia untuk membahas PERDA (Peraturan Daerah) dan/atau PERKADA (Peraturan Kepala Daerah) Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia bersama dengan Solidaritas Advokat untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia melihat forum kegiatan tersebut adalah “aneh” dan mengada – ada.
FAKTA dan SAPTA Indonesia menyayangkan adanya forum diskusi yang diselenggarakan Direktorat Jendral Otonomi Daerah yang menjadikan Industri Tembakau, dalam hal ini HM Sampoerna sebagai narasumber. Forum diskusi yang diselenggarakan di Hotel Acacia Jakarta selama 16 – 18 November 2022 tersebut membahas regulasi KTR yang terindikasi tidak sesuai dengan ketentuan per undang – undangan di Indonesia. Hal yang sangat aneh ketika industri tembakau (rokok) dibuatkan forum diskusi yang dapat menampung kepentingannya untuk melemahkan regulasi KTR yang sudah ada pada daerah kota dan/atau Kabupaten di Indonesia.
Berdasarkan pendataan FAKTA Indonesia yang tertuang melalui laman resmi Protc.id, pada Oktober 2022, ada 386 (tiga ratus delapan puluh enam) daerah kota/kabupaten di Indonesia yang sudah memiliki regulasi KTR. Dari jumlah tersebut, tidak sedikit daerah–daerah yang secara tegas berinisiatif memperkuat regulasi KTR daerahnya dengan mengatur juga mengenai larangan iklan, promosi serta larangan memajang produk tembakau tempat – tempat penjualan.
Mewakili Divisi Litigasi dan Bantuan Hukum Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia Yosua Manalu menjelaskan, dalam PP109 tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan menyebutkan; “Gencarnya iklan, promosi, dan sponsor rokok berdampak pada semakin meningkatnya prevalensi merokok pada anak-anak. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa iklan, promosi, dan sponsor rokok menimbulkan keinginan anak-anak untuk mulai merokok, mendorong anak-anak perokok untuk terus merokok dan mendorong anak-anak yang telah berhenti merokok untuk kembali merokok.”
Oleh karena itu, seeharusnya daerah – daerah tersebut mendapat apresiasi luar biasa dari pemerintah pusat karena dengan sadar dan inisiatifnya membuat regulasi KTR dengan ketat tanpa harus bertentangan dengan per undang – undangan yang berlaku di Indonesia. Implementasi KTR harus menjad pertimbangan utama mengingat revalensi perokok anak terus naik setiap tahun. Terbukti pada 2013 prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen, kemudian naik menjadi 8,80 persen tahun 2016, dan 9,10 persen tahun 2018, lalu 10,70 persen tahun 2019. Jika tidak dikendalikan, prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16 persen di tahun 2030.
“Dengan demikian inisiatif daerah untuk memperkuat regulasi Kawasan Tanpa Rokok dengan mengatur larangan iklan, promosi serta larangan memajang produk tembakau tempat – tempat penjualan adalah sebuah kesadaran daerah terhadap dampak kesehatan dan ekonomi dari prevalensi perokok yang terus meningkat,” ungkap Tubagus Haryo Karbyanto mewakili Solidaritas Advokat untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia.
Dia menambahkan, bahwa iklan dan promosi adalah strategi industri tembakau (rokok) untuk menjerat perokok anak dan remaja sebagai perokok pengganti, sehingga perlu adanya pengaturan yang lebih ketat terhadap hal ini. Pemerintah memiliki kewajiban melindungi hak atas kesehatan warga negaranya sebagai Hak Asasi Manusia berdasarkan Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H Ayat (1) tegas menyebutkan tentang hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dengan demikian FAKTA dan SAPTA Indonesia melihat kejanggalan ketika pemerintah pusat melalui kementerian dan/atau lembaga memberikan ruang kepada industri tembakau (rokok) untuk melakukan intervensi terhadap pengendalian tembakau yang sudah berjalan baik pada tingkat pemerintah pusat maupun daerah.
“FAKTA dan SAPTA Indonesia mendorong pemerintah untuk tidak memberikan ruang industri rokok mengintervensi regulasi kawasan tanpa rokok di daerah,” tulisnya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post