Jakarta, Prohealth.id – Integrasi sistem dan agregasi data pasien kelak dapat diakses oleh pasien dari setiap puskesmas, klinik, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan secara nasional melalui digitalisasi.
Meski demikian, realisasi program Digital Transformation Office (DTO) ini memiliki tantangannya sendiri, terutama dari kesiapan klinik di berbagai daerah. Guna memberikan solusi atas tantangan nasional di atas, Klinik Pintar menggelar pertemuan “Silaturahmi Klinik Berdaya” dengan pemilik klinik, dokter praktik mandiri, dan pemangku kepentingan untuk berdiskusi lebih jauh soal digitalisasi klinik dan berbagai tantangan yang dirasakan oleh klinik dalam menghadapi era transformasi kesehatan di Indonesia.
Acara bertema “Peningkatan Layanan Kesehatan melalui Pemberdayaan Klinik di Indonesia” ini turut dihadiri oleh Ketua IDI Cabang Riau dan Pekanbaru, Ketua PDUI Komisariat Pekanbaru, Ketua ASKLIN wilayah Riau dan Pekanbaru, serta Kepala Dinas Kesehatan Pekanbaru.
CEO Klinik Pintar Harya Bimo menyatakan bahwa Klinik Pintar menyambut baik dan siap mendukung program transformasi kesehatan Indonesia yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan. Klinik swasta sebagai bagian penting dari ekosistem pelayanan kesehatan primer di Indonesia perlu menggunakan teknologi dalam kegiatan usahanya.
“Data kesehatan kita sebagian besar masih belum updated dan tidak konsisten. Pandemi COVID-19 semestinya mengajarkan kita tentang pentingnya digitalisasi terutama di sektor kesehatan primer sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, namun sayangnya masih banyak klinik yang belum siap go digital.
Berbagai tantangan yang dialami klinik seperti pengembangan usaha, akreditasi dan standarisasi layanan membuat digitalisasi klinik semakin sulit dilaksanakan.
“Maka dari itu, Klinik Pintar hadir memberikan solusi secara menyeluruh tidak hanya melalui digitalisasi, namun juga memberdayakan klinik agar lebih maju melalui jaringan pendukung yang terintegrasi,” ujar Harya Bimo melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Minggu (26/6/2022).
Melalui riset yang didapatkan Klinik Pintar di wilayah Pekanbaru, beberapa permasalahan utama yang dihadapi klinik adalah Strategi Pengembangan Bisnis dan Layanan sebesar 29,8 persen, Akreditasi dan Standardisasi Layanan Klinik sebesar 19,3 persen, serta Peningkatan Kualitas SDM Klinik sebesar 12,5 persen. Permasalahan lain yang juga ditemukan antara lain Sistem Pengelolaan Uang dan Perpajakan sebesar 8,8 persen, dan Pengadaan Obat yang Terjangkau sebesar 7,1 persen.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Asosiasi Klinik (ASKLIN) wilayah Riau dan Pekanbaru dr. Nuzelly Husnedi, MARS mengatakan bahwa berbagai permasalahan yang ada di layanan primer khususnya klinik menjadi concern bersama bagi asosiasi fasilitas kesehatan.
Dia menjelaskan, klinik sebagai bagian dari layanan primer harus bisa berdaya dari segi sumber daya manusia maupun dari manajerial bisnis. Penguatan layanan primer merupakan faktor penting dalam membangun ekosistem kesehatan di Indonesia.
“Momentum acara silaturahmi klinik berdaya ini harus dimanfaatkan baik oleh ASKLIN, IDI, Dinas Kesehatan, pemilik dan pengelola klinik, serta seluruh stakeholder kesehatan tingkat pratama di Pekanbaru untuk berbenah dan segera menyiapkan diri untuk digitalisasi dan transformasi industri kesehatan,” jelas dr. Nuzelly.
Klinik Pintar meyakini bahwa digitalisasi tidak akan terjadi tanpa pemberdayaan klinik. Maka dari itu Klinik Pintar siap menjadi one-stop-solution bagi mitra klinik untuk bisa sukses bersama-sama di era transformasi kesehatan ini.
Chief Medical Officer Klinik Pintar dr. Eko S. Nugroho, MPH menambahkan bahwa selain menyediakan platform yang disebut Klinik OS (Klinik Operating System), Klinik Pintar juga turut membantu klinik mengembangkan usahanya melalui kerjasama layanan baru seperti kesehatan preventif, layanan ibu dan anak, peningkatan kompetensi dokter umum dan tenaga medis klinik melalui Learning Management System (LMS), dukungan penguatan rantai pasok klinik, pendampingan standarisasi dan akreditasi klinik, sampai membantu pemilik klinik mengelola usaha kliniknya secara profesional melalui joint operation sehingga dapat terus bersaing dan tumbuh ke depannya.
Semua dukungan ini dilakukan oleh Klinik Pintar agar semakin banyak klinik di Indonesia yang dikelola secara modern dan dapat memberikan layanan kesehatan primer dengan kualitas yang tidak kalah dari negara maju.
Tentunya dalam mewujudkan hal ini, Klinik Pintar menyadari perlu ada peran aktif dari semua pelaku industri kesehatan dalam mendukung program pemberdayaan klinik di daerah. Maka dari itu, Klinik Pintar mengajak seluruh pemangku kepentingan terutama di sektor pelayanan kesehatan primer di Indonesia, untuk bersama-sama mewujudkan #KlinikBerdaya.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin telah mengatakan untuk menunjang kesehatan masyarakat dibutuhkan kelembagaan yang baik dan tertata, fokus layanan kesehatan perlu distandarisasi, apa saja yang kurang akan dilengkapi baik sarana prasarana maupun SDM nya, serta proses dilakukan secara digital.
“Butuh dukungan untuk mewujudkannya. Mudah-mudahan ini bisa mengurangi orang sakit dan tidak produktif sehingga tugas saya menjaga agar ekonomi kita tetap tercapai pertumbuhannya dengan cara mengurangi jumlah orang yang sakit dan menjaga orang agar tetap bisa produktif selama-lamanya,” katanya.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI dr. Maria Endang Sumiwi, MPH mengatakan pelayanan itu dilakukan melalui kegiatan Posyandu dan kunjungan rumah oleh kader. Untuk itu diperlukan penataan kelembagaan, sumber daya, dan pola pembinaan berjenjang agar integrasi pelayanan kesehatan ini dapat berjalan secara optimal.
“Pengembangan konsep integrasi dan penataan kelembagaan telah dibahas bersama oleh Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,” ucap dr. Maria.
Integrasi pelayanan kesehatan primer akan diterapkan terlebih dahulu di lokasi uji coba yaitu 9 provinsi yang mewakili empat karakteristik wilayah di Indonesia yaitu perkotaan, perdesaan, terpencil dan sangat terpencil.
Adapun 9 provinsi tersebut antara lain Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Maluku, dan Provinsi Papua.
Badan Kebijakan Pembangungan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI akan melaksanakan uji coba selama 3 bulan dan akan mendokumentasikan serta mengkaji seluruh proses uji coba integrasi pelayanan primer ini.
Dari proses tersebut BKPK akan mengeluarkan kajian dan rekomendasi kebijakan yang meliputi evaluasi terhadap peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan, pemetaan sumber daya manusia dan kompetensi yang dibutuhkan di jejaring pelayanan primer, serta penghitungan dan pemetaan pembiayaan sebagai dasar pelaksanaan dalam skala nasional.
Integrasi pelayanan kesehatan primer ini merupakan bagian dari kegiatan transformasi pelayanan kesehatan primer yang merupakan pilar pertama dari transformasi sistem kesehatan.
Transformasi layanan kesehatan primer harus mendapat perhatian khusus serta investasi kesehatan yang besar, dengan fokus kepada promotif dan preventif. Transformasi dimulai dari Puskesmas, Posyandu sebagai Lembaga Kemasyarakatan Desa dan juga nantinya harus melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan swasta.
Saat ini jumlah Puskesmas sebanyak 10.292, dimana jumlah ini tidak cukup untuk melayani 273,5 juta penduduk. Transformasi ini harus dapat menyediakan sekitar 300 ribu unit Posyandu yang memberikan layanan promotive dan preventif di tingkat dusun/RT/RW, dilengkapi dengan pelayanan kesehatan di desa/kelurahan melalui Posyandu Prima.
Posyandu Prima akan memberikan layanan kesehatan setiap hari dan mengkoordinir seluruh kegiatan Posyandu di tingkat dusun/RT/RW, sehingga layanan kesehatan menjadi terintegrasi, lebih mudah diakses dan berada dekat dengan masyarakat.
Integrasi layanan primer di Puskemas/tingkat kecamatan, layanan akan diberikan dengan pendekatan klaster, yaitu klaster ibu hamil, anak dan remaja, kluster usia produktif dan lansia, serta kluster penanggulangan penularan penyakit/ surveilans termasuk laboratorium puskesmas.
Integrasi layanan primer di tingkat desa/kelurahan akan melibatkan seluruh struktur yang ada di desa, yaitu pemerintah desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa yakni; Posyandu, PKK, dan Karang Taruna. Penguatan/revitalisasi Posyandu akan dilakukan dengan mengintegrasikan layanan kesehatan di desa seperti Pustu dan Poskesdes ke dalam Posyandu di desa menjadi Posyandu Prima.
Kegiatan Posyandu di tingkat Dusun/RT/RW akan berjalan lebih efektif karena melaksanakan kegiatan Posyandu untuk seluruh sasaran siklus hidup mulai dari ibu hamil sampai dengan lansia secara terpadu dan terintegrasi dan diperkuat oleh kunjungan rumah oleh kader yang dilakukan secara rutin dan terencana.
Terkait Posyandu Prima, diharapkan seluruh desa dapat dipenuhi dengan pelayanan kesehatan, minimal 1 perawat dan 1 bidan, yang akan bersinergi dengan Posyandu dalam Posyandu Prima.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina
Discussion about this post