Jakarta, Prohealth.id – Menurut Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof. Tjandra Yoga Aditama menyatakan di sekitaran daerah rumahnya, yakni Jeruk Purut, Jakarta Selatan, data Air Quality Index (AQI) menunjukkan level 163 yang artinya masuk kategori tidak sehat atau unhealthy.
“Ini dengan kadar PM 2.5 sebesar 78 ug/m3, amat tinggi sekali kalau dibandingkan dengan standar 5 ug/m3. Padahal ini masih jam 6 pagi, mobil belum banyak, jadi entah dari mana sumber polusinya, jelas masih PR besar yang harus dicari dan diselesaikan,” ujarnya melalui pesan singkat yang diterima Prohealth.id pada 7 September 2023 lalu.
Prof. Yoga mengingatkan, kondisi polusi udara yang terus berkepanjangan otomatis membuat semua anggota masyarakat harus lebih ekstra hati-hati dalam beraktivitas. Selain itu, masyarakat perlu lebih mengenal risiko yang dihadapi sehari-hari. Ia mengutip penjelasan dari Center of Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat ada beberapa kelompok manusia yang punya risiko lebih besar untuk mendapat masalah kesehatan akibat kadar PM2.5 terlalu tinggi, seperti dialami sekarang ini.
Adapun yang berisiko tinggi adalah anggota masyarakat yang punya penyakit paru, dalam hal ini termasuk asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), serta penyakit paru lainnya. Begitu pun dengan kelompok masyarakat yang punya riwayat penyakit jantung, kaum lansia, dan anak-anak.
“Riset tingkat internasional juga menunjukkan bahwa kelompok yang juga ber risiko tinggi terhadap dampak tingginya PM 2.5 (PM-related effects) adalah wanita hamil, bayi baru lahir (newborns) serta mereka dengan kondisi kesehatan tertentu seperti obesitas atau diabetes,” tuturnya.
Selain itu, yang juga berisiko tinggi adalah mereka dengan penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, dan juga riwayat pernah dapat serangan stroke. Kelompok lain yang juga berisiko terdampak polusi ini adalah mereka yang punya berbagai risiko penyakit kardiovaskuler seperti pengidap hipertensi, punya kadar kolesterol tinggi, serta para perokok yang memang berisko tinggi mendapat penyakit paru dan berbagai masalah kesehatan lainnya.
Ia tak menampik saat ini di tengah masyarakat banyak pertanyaan mengapa anak-anak menjadi amat berisiko kesehatan dalam situasi polusi udara sekarang ini.
Prof Tjandra menjelaskan, setidaknya ada tiga alasan mengapa anak masuk dalam kelompok rentan. Pertama, karena anak-anak banyak beraktifitas dan bermain di luar rumah. Kedua, karena anak-anak menghirup udara lebih banyak per kilogram berat badannya, jika dibandingkan dengan dewasa. Ketiga, anak-anak juga lebih rentan karena saluran napasnya masih dalam perkembangan.
“Jadi, kenalilah risiko tinggi kemungkinan mendapat dampak buruk kesehatan akibat polusi udara. Lindungilah diri kita masing-masing, apalagi polusi udara ini sudah cukup lama berlangsung dan entah sampai kapan dapat dikendalikan,” sambungnya.
Tak lupa, lanjut Prof. Yoga, ketika Jakarta dan sekitarnya dihantam polusi udara namun berbagai daerah lain di Indonesia juga mulai diserbu polusi udara akibat kebakaran hutan.
“Saya sudah menulis beberapa kali bahwa organisasi internasional sudah memperkirakan bahwa dengan El Nino maka Indonesia akan mengalami kebakaran hutan. Kita amat berharap agar kebakaran hutan yang sudah mulai ini akan dapat ditangani sejak dini sekarang ini, jangan sampai meluas dan jangan sampai menjadi sumber polusi udara yang merusak kesehatan anak bangsa kita,” terangnya.
Sementara itu, Prof. DR. Dr. Ahmad Suryawan, SpA(K), selaku Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang Pediatrik Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dalam webinar bertajuk ‘Urgensi Regulasi Screen Time untuk Keseimbangan Tumbuh Kembang Anak’ pada 30 Agustus 2023 lalu menambahkan, anak sebagai kelompok rentan yang terimbas dari polusi udara harus mendapatkan perhatian khusus. Pasalnya, polusi udara memang membuat aktivitas anak-anak menjadi terbatas. Kondisi ini tentu ikut memberi dampak buruk jangka panjang untuk tumbuh kembang si anak.
“Maka saat ini yang paling bagus adalah mengimbangi dengan kegiatan dalam rumah. Aktivitas adalah let them play. Ini jenis permainannya buat orang tua cukup offering saja. Itu sangat responsif pada keinginan anak untuk bermain dan interaksi dalam rumah,” terang Prof. Ahmad.
Dia juga menambahkan, metode let them play dalam rumah juga tidak lantas mengurangi permainan fisik yang sebenarnya sangat baik bagi perkembangan anak. Prof. Ahmad justru menawarkan orang tua untuk terlibat aktif dalam permainan fisik dan olah raga dalam rumah dengan anak.
“Bisa juga dengan ajak main game bersama anak. Minggu berikutnya adalah aturan bersaing bersama anak. Jangan mati gaya, dan orang tua dituntut kreatif. Anda orang yang paling bisa mengendalikan anak Anda sendiri,” tuturnya.
Penulis: Irsyan Hasyim & Gloria Fransisca Katharina
Discussion about this post