Jakarta, Prohealth.id – Pengendalian tuberkulosis di Indonesia tidak bisa berjalan lancer tanpa upaya pengendalian rokok.
Menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama selaku Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Indonesia menduduki urutan ke tiga di dunia untuk kasus tuberkulosis. Bahkan, pada tahun 2020 diperkirakan ada 93.000 jiwa meninggal akibat tuberkulosis di Indonesia, dan 824.000 orang jatuh sakit TB.
Pada sisi lain, di Indonesia juga dilaporkan ada lebih dari 61,4 juta perokok, dengan prevalensi merokok sebesar 67,4 persen di antara pria dewasa.
“Kita tahu, asap rokok mengandung ribuan bahan kimia dan berhubungan dengan berbagai penyakit di tubuh manusia, salah satunya terhadap tuberkulosis,” ungkapnya.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kebiasaan merokok meningkatkan kemungkinan terinfeksi TB, dapat memperparah gambaran klinis, mempengaruhi masa pengobatan serta meningkatkan kemungkinan kekambuhan pula.
Lebih lanjut, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes ini menambahkan, masalah TB dunia dapat menurun hingga 20 persen jika merokok dikendalikan dengan baik.
Di dunia sekitar 0.73 juta kasus TB terkait dengan kebiasaan merokok. Di Indonesia, merokok merupakan faktor risiko TB yang utama setelah kekurangan gizi berdasarkan Global TB Report 2020. Data di Indonesia tahun 2018 menunjukkan ada 152 ribu pasien TB berisiko merokok.
“Investasi dalam pengendalian tembakau tentu akan berperan besar dalam upaya kita bersama utuk eliminasi tuberkulosis di negara kita, antara lain dalam dukungan upaya berhenti merokok bagi semua orang dengan TB, menciptakan Kawasan Tanpa Asap Rokok, dan Rumah Bebas Asap Rokok dan memasukkan terapi pengganti nikotin (NRT) bersama dengan konsultasi singkat dalam layanan penanganan tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan primer kita,” ungkapnya.
Selain itu perlu upaya lain program pengendalian rokok yang terus digalakkan. Misalnya, peningkatan cukai rokok dan pencantuman peringatan kesehatan bergambar yang lebih besar pada kemasan rokok serta pengendalian iklan, promosi dan sponsor tembakau.
MOMENTUM PUASA
Sehubungan dengan bulan puasa tahun ini, WHO “Eastern Mediterranean Regional Office (EMRO)” memberi beberapa anjuran penting dalam bulan puasa ini antara lain; makan gizi yang seimbang, minum air yang cukup serta jangan merokok dan jangan vaping.
“Semua sepakat bahwa kebiasaan merokok berakibat buruk bagi kesehatan. Bagi kaum muslim yang berpuasa maka tentu tidak merokok sejak adzan subuh sampai maghrib. Akan baik sekali kalau teman-teman perokok yang berpuasa dapat melanjutkan untuk tetap tidak merokok di malam hari bulan puasa ini, dan menggunakan momentum bulan Ramadhan tahun ini untuk berhenti merokok sepenuhnya sesudah Idul Fitri nanti, demi kesehatan kita sendiri, keluarga kita, dan juga orang disekitar kita,” tuturnya.
Penulis: Irsyan Hasyim
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post