Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
Home Artikel

Ragu Naikkan Cukai Rokok, Target Penerimaan Negara Terhambat

Oleh Admin
Sabtu, 21 Agustus 2021
A A
Ragu Naikkan Cukai Rokok, Target Penerimaan Negara Terhambat

Paparan Abdillah Ahsan, Direktur SDM Universitas Indonesia. Sumber Foto: Youtube Komnas Pengendalian Tembakau/2021.

Jakarta, Prohealth.id – Tarif cukai rokok diharapkan naik karena penerimaan negara juga bisa terungkit dari cukai tersebut.

Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) mengamati beberapa dampak jika peningkatan cukai rokok dibarengi kenaikan harga jual eceran minimum. Kebijakan yang membuat harga rokok mahal makin tidak terjangkau dibeli oleh masyarakat.

BacaJuga

Begini Kata Wamenkes tentang Resiliensi Kesehatan

Bahaya Rokok bagi Kesehatan Tubuh

“Ini terutama oleh anak-anak dan masyarakat pra-sejahtera,” kata peneliti PKJS UI, Renny Nurhasana kepada Prohealth.id, Senin (16/8/2021).

Penyederhanaan strata tarif cukai hasil tembakau akan makin menekan konsumsi rokok. “Mereka yang biasanya merokok diharapkan akan mengurangi, bahkan berhenti,” ujarnya.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2018), prevalensi perokok usia lebih dari 15 tahun sebesar 33,8 persen. Perokok usia 10 tahun hingga 18 tahun juga meningkat, pada 2013 sebesar 7,2 persen menjadi 9,1 persen tahun 2018.

Merujuk data tersebut, Renny mengatakan kenaikan tarif cukai rokok sangat penting. “Sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024, target pemerintah menurunkan prevalensi anak-anak perokok menjadi 8,7 persen,” katanya. Adapun sebelumnya, target tidak tercapai untuk menurunkan prevalensi anak-anak perokok sebesar 5,4 persen dalam RPJMN 2019.

Data studi yang dihimpun PKJS UI, menunjukkan struktur tarif cukai hasil tembakau yang berlapis-lapis (multilayer) kurang efektif mengurangi konsumsi tembakau. Bahkan bisa meningkatkan prevalensi perokok aktif. Berdasarkan penelitian itu, bahwa berbagai negara yang menerapkan tarif secara berlapis-lapis, penerapan harga rokok di pasaran cenderung lebih rendah.

“Dibandingkan dengan struktur tarif cukai hasil tembakau yang lebih sederhana,” kata Renny. Ia menambahkan, struktur tarif yang kompleks akan meningkatkan kecenderungan konsumen rokok untuk beralih merek yang harganya lebih murah.

“Kami minta jangan memudahkan jualan rokok dengan harga murah di Indonesia,” kata Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany. Dia menilai, jika negara ingin mengambil keuntungan dari perniagaan rokok, maka bisa mengirimkan barang dagangan tersebut ke luar negeri.

“Kalau mau rokok untuk diekspor silakan,” ujarnya.

Menurut dia, penting kenaikan tarif cukai supaya harga rokok makin mahal di Indonesia. “Itu sangat urgensi, mendesak, perlu dinaikkan lebih tinggi,” katanya.

Dia pun merujuk perbandingan produksi rokok sejak tahun 2007 hingga 2020. Pada 2007, produksi rokok sejumlah 231 miliar batang. Pada 2020, produksi rokok sekitar 300 miliar batang. Hasbullah mengatakan, data tersebut menimbulkan pertanyaan, tarif cukai mengalami kenaikan, tapi produksi juga ada peningkatan.

“Kenapa? Cukai belum berfungsi tujuannya mengendalikan konsumsi,” katanya. Sebab itulah, menurut dia, tarif cukai sampai sekarang tidak cukup tinggi.

 

KENAIKAN CUKAI PENGARUHI PENERIMAAN NEGARA KENAPA DITOLAK?

Peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya, Imaninar mengakui cukai merupakan penyumbang terbesar ketiga terhadap penerimaan pajak negara. Kontribusi terbesar penerimaan cukai berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) dengan rata-rata kontribusi sebesar 11 persen terhadap total penerimaan nasional. Bahkan, pada tahun 2020 meskipun laju pertumbuhan industri pengolahan tembakau mengalami keterpurukan, namun kontribusi CHT terhadap total penerimaan nasional mencapai 13 persen.

“Kenaikan kontribusi cukai tersebut tak lain akibat menurunnya penerimaan negara yang berasal dari pajak. Hal ini menunjukkan bahwa cukai – yang didominasi oleh CHT – menjadi penyelamat ekonomi nasional di masa pandemi,” ujar Imaninar melalui siaran pers.

Dia pun menyikapi rencana simplifikasi pada struktur CHT yang juga didorong sebagai langkah mengoptimalkan penerimaan negara dari CHT. Imaninar mengusulkan simplifikasi CHT tidak terburu-buru dilakukan. Dia beralasan, saat ini produk industri hasil tembakau (IHT) telah cukup berat dibebani oleh berbagai pajak yang harus ditanggungnya. Pemerintah hendaknya tidak menekan IHT dengan terus menaikkan tarif cukai.

Menurut Imaninar, konsekuensi dari kenaikan cukai yang eksesif setiap tahun tidak hanya berdampak negatif pada keberlangsungan IHT, tetapi juga memicu maraknya peredaran rokok ilegal. Hal itu justru menjadi bumerang bagi penerimaan pemerintah.

Imaninar berpendapat, agar IHT tidak terus menerus menjadi andalan pendapatan negara dari cukai pemerintah perlu mempertimbangkan aspek lain, misalnya meningkatkan tax base atau barang barang lain yang kena cukai.

Di lain pihak Abdillah Ahsan selaku Direktur SDM Universitas Indonesia dan Peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI mengatakan industri rokok seharusnya tidak perlu dikasihani karena sebenarnya industri rokok tidak mengalami kerugian selama pandemi maupun saat tidak pandemi.

Terbukti dari informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), industri rokok PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk milik Philip Morris asal Amerika Serikat (AS) mengantongi pendapatan Rp47,2 triliun di semester I/2021. Nilainya naik 6,5 persen ketimbang pendapatan periode yang sama tahun sebelumnya.

Begitu juga dengan Perusahaan rokok PT Gudang Garam International Tbk, pendapatannya juga naik 12,9 persen menjadi Rp60,6 triliun. Kalau dibandingkan, pendapatan perusahaan rokok ini jauh dibandingkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari provinsi mana pun, termasuk Provinsi DKI Jakarta hanya memiliki PAD Rp37,41 triliun.

“Tahun 2019 tidak ada kenaikan cukai tembakau. Alhasil prevalensi perokok naik sampai 7,3 persen. Makanya cukai ini terbukti adalah cara mengendalikan konsumsi rokok,” tuturnya.

Asal tahu saja, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp1.840,7 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Target tersebut meningkat 6,05 persen dibandingkan pada outlook APBN 2021 yang sebesar Rp 1.735,7 triliun.

 

 

 

Penulis: Bram Setiawan

Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi

Tags: Covid-19cukai hasil tembakauCukai RokokKomnas Pengendalian TembakauKomnas PTPKJS UITarif Cukai Hasil TembakauUniversitas Indonesia
ShareTweetSend

Komentar

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Menanti Perpres Kabupaten Kota Sehat Terbit Tahun 2022

Menanti Perpres Kabupaten Kota Sehat Terbit Tahun 2022

Selasa, 5 April 2022
RUU Kesehatan Omnibus Law Ditolak, Ini Alasannya

RUU Kesehatan Omnibus Law Ditolak, Ini Alasannya

Selasa, 8 November 2022
Cek Fakta: Bisakah Tabung Selam Jadi Tabung Oksigen Murni?

Cek Fakta: Bisakah Tabung Selam Jadi Tabung Oksigen Murni?

Jumat, 16 Juli 2021
Pentingnya Penguatan Layanan Kesehatan Primer Indonesia

Pentingnya Penguatan Layanan Kesehatan Primer Indonesia

Jumat, 25 Maret 2022
Harga Mahal Tak Ada Perda Rokok

Harga Mahal Tak Ada Perda Rokok

Menganalisa Rasio Tenaga Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta Menggunakan “Google Spreadsheet”

Menganalisa Rasio Tenaga Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta Menggunakan “Google Spreadsheet”

Forum Cendekia Kelas Dunia Hasilkan Upaya Atasi Covid-19

Forum Cendekia Kelas Dunia Hasilkan Upaya Atasi Covid-19

Kiat-kiat Kawasan Tanpa Rokok PT KAI

Kiat-kiat PT Kereta Api Terapkan Kawasan Bebas Rokok

Begini Kata Wamenkes tentang Resiliensi Kesehatan

Begini Kata Wamenkes tentang Resiliensi Kesehatan

Jumat, 3 Februari 2023
Bahaya Rokok bagi Kesehatan Tubuh

Bahaya Rokok bagi Kesehatan Tubuh

Jumat, 3 Februari 2023
Kekambuhan Merokok pada Anak Ancam Target RPJMN Tak Tercapai

Kekambuhan Merokok pada Anak Ancam Target RPJMN Tak Tercapai

Kamis, 2 Februari 2023
Antioksidan, Asupan Penting tetapi Terabaikan

Antioksidan, Asupan Penting tetapi Terabaikan

Kamis, 2 Februari 2023

Recent News

Begini Kata Wamenkes tentang Resiliensi Kesehatan

Begini Kata Wamenkes tentang Resiliensi Kesehatan

Jumat, 3 Februari 2023
Bahaya Rokok bagi Kesehatan Tubuh

Bahaya Rokok bagi Kesehatan Tubuh

Jumat, 3 Februari 2023
Kekambuhan Merokok pada Anak Ancam Target RPJMN Tak Tercapai

Kekambuhan Merokok pada Anak Ancam Target RPJMN Tak Tercapai

Kamis, 2 Februari 2023
Antioksidan, Asupan Penting tetapi Terabaikan

Antioksidan, Asupan Penting tetapi Terabaikan

Kamis, 2 Februari 2023
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Panduan Media Siber
Prohealth

© 2022 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2022 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.