Jakarta, Prohealth.id – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia memperkenalkan game edukasi anti rokok yang dinamakan RIKO. Riko hadir sebagai aplikasi berbasis digital yang mengudara di Google Play Store. Game ini bertujuan untuk memudahkan edukasi pelajar tentang bahaya konsumsi rokok.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan komitmen kehadiran Riko bukan hanya seruan. Sebaliknya, ini adalah bagian dari upaya mendesak komponen pendidikan. Pihak yang bertanggung jawab antara lain; Kepala Sekolah, Guru, Komite Sekolah. Semua elemen harus sadar untuk menjadikan pencegahan rokok sebagai gerakan sistematis dan berkelanjutan.
Taruna Ikrar menambahkan pentingnya inovasi dan strategi yang lebih cerdas untuk melawan industri tembakau. Misalnya, dengan memanfaatkan teknologi dan pemasaran menjerat generasi muda.
Ia mengingatkan, dari data prevalensi perokok usia 10-18 tahun di Indonesia masih tertinggi. Angaknya menyentuh 7,4 persen pada tahun 2023. Artinya, lebih dari 3,2 juta anak dan remaja telah terpapar bahaya rokok.
“Setiap batang rokok atau vape yang dihisap generasi muda adalah potensi nyawa yang hilang, masa depan terancam, dan sumber daya bangsa yang tereduksi,” katanya seperti dikutip situs resmi BPOM.
Indonesia mengalami bonus demografi. Ironisnya, saat ini pemerintah sedang menggadang-gadang Indonesia Emas 2045. Niatnya mewujudkan wajah generasi muda berprestasi. Generasi muda dan anak dihadapkan dengan industri tembakau yang semakin masif dan tidak terkendali.
Ketua Umum Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) Muhammad Bigwanto menanggapi inovasi dari BPOM untuk mengedukasi para anak muda. Ia menilai, langka ini bagian dari upaya BPOM melaksanakan amanat yang mencakup penyebaran informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait zat adiktif.
“Jadi ini menyebarkan informasi bahaya produk tembakau serta praktik campur tangan industri tembakau,” ujarnya kepada Prohealth.id.
Bigwanto menyebut edukasi sebagai langka elemen yang sangat penting dalam upaya pencegahan. Baik itu di ruang digital maupun saluran terbuka lain. Sayangnya, langkah BPOM belum efektif jika tidak ada regulasi pengendalian produk. Misalnya dengan penjualan serta larangan iklan dan promosi.
“Edukasi bahaya itu hanya di hilir, sementara hulunya adalah regulasi dan implementasi. Selama belum ada langkah konkret untuk melarang iklan dan penjualan rokok batangan, anak-anak akan terus terpapar dan berisiko tertarik untuk mencoba rokok,” ungkapnya.
Bigwanto mengkritisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 secara spesifik mengatur penjualan dan larangan iklan produk rokok. RUKKI masih menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan influencer mempromosikan produk rokok elektronik. Pasalnya konten tersebut banyak melanggar kebijakan iklan, serta ketentuan pasal 446 PP 28 Tahun 2024.
Bigwanto menyebut Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Digital seharusnya melakukan supervisi industri rokok untuk menghentikan dan menindak konten-konten promosi rokok elektronik.
“Ya itu yang sekarang ini terjadi. Sudah satu tahun larangan iklan rokok di media sosial sesuai dalam PP 28/2024. Tetapi penegakan aturannya memble. Iklan rokok gentayangan bebas di medsos,” tuturnya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post