Jakarta, Prohealth.id – Pada pembukaan masa sidang kelima tahun 2022-2023, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan ada 9 RUU yang masuk prioritas pembahasan legislatif. Salah satunya adalah RUU Kesehatan.
Dalam pidatonya, Puan Maharani menjelaskan beberapa hal yang menjadi perhatian utama DPR RI. Beberapa diantaranya, Prohealth.id mencatat, Puan menyebutkan masalah banyaknya kekerasan pada anak yang juga sebagian dilakukan oleh pelaku anak.
Kedua, Puan menyebutkan tentang perlindungan hukum bagi pekerja migran. Ketiga, Puan juga menyinggung tentang jaminan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan, seperti yang menjadi tujuan dari RUU Kesehatan.
Respon Puan mewakili DPR RI beralasan karena sempat beredar himbauan aksi damai terkait penolakan pembahasan RUU Kesehatan dari lima organisasi profesi. Kementerian Kesehatan meminta agar para dokter, dokter gigi, perawat, bidan dan apoteker tidak meninggalkan pelayanan mereka kepada masyarakat.
Adapun lima Organisasi profesi dimaksud yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengatakan mengungkapkan pendapat merupakan hal yang biasa, namun jangan sampai partisipasi mereka dalam demonstrasi serta rencana pemogokan massal untuk melayani pasien di beberapa hari ke depan mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
“Layanan pasien harus diprioritaskan. Marilah teman sejawat mengingat sumpah kita: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan, dan Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien,” kata dr. Syahril.
Ia juga mengatakan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil serta ketentuan lain yang berlaku pada masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan, Kemenkes meminta agar para dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit dan unit layanan Kemenkes untuk tidak meninggalkan tugas memberikan pelayanan pada jam kerja tanpa adanya alasan yang sah dan izin dari pimpinan satuan kerja.
Salah satu tuntutan dari para pendemo adalah RUU Kesehatan seolah-olah berpotensi memicu kriminalisasi kepada dokter dan tenaga kesehatan. Justru menurut dr. Syahril, RUU Kesehatan ini menambah perlindungan baru, termasuk dari dari upaya-upaya kriminalisasi.
“Pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian diluar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin,” tutur dr. Syahril.
Menurut dr. Syahril, terdapat beberapa pasal baru perlindungan hukum yang diusulkan pemerintah, seperti pelindungan hukum bagi peserta didik, hak menghentikan pelayanan jika mendapatkan tindak kekerasan, dan pelindungan hukum pada kondisi tertentu seperti wabah.
Di tengah polemik RUU tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Gender dan Kelompok Rentan dari perspektif masyarakat dan juga pasien menyurati DPR untuk meminta agar bisa mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Panitia Kerja RUU Kesehatan, Komisi IX DPR RI.
Melalui daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diserahkan kepada DPR RI, koalisi mengungkap beberapa persoalan dalam draft RUU Kesehatan. Persoalan tersebut khususnya meliputi isu gender dan kelompok rentan.
Ada dua bahasan utama dalam DIM terbaru ini. Pertama, redefinisi dan perlindungan masyarakat rentan melalui pelayanan kesehatan non-diskriminatif. Kedua, aborsi aman dan kesehatan reproduksi.
Koalisi mengkaji, terdapat beberapa isu krusial yang ada di masyarakat sipil dan urgen untuk segera direspon oleh Pemerintah dan DPR RI. Koalisi merekomendasikan perubahan sejumlah pasal, di antaranya perluasan definisi masyarakat rentan dan pentingnya layanan kesehatan yang non-diskriminatif (Pasal 27), pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum untuk memberikan rujukan bagi korban kekerasan (Pasal 88), penghapusan pidana pemasungan (pasal 453), serta pelayanan kesehatan reproduksi yang inklusif dan aborsi aman (pasal 39, 42, 43, 448).
Berdasarkan catatan tersebut, koalisi menyampaikan beberapa tuntutan. Pertama, menyatakan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan yang saat ini berada di DPR RI belum sepenuhnya memenuhi berbagai ragam pengalaman, kebutuhan dan perspektif perempuan serta kelompok rentan.
Kedua, mendorong DPR RI khususnya Tim Panitia Kerja Komisi IX untuk membuka ruang diskusi kepada Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Gender dan Kelompok Rentan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
Ketiga, mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk mengakomodasi seluruh aspirasi, saran, dan masukan masyarakat sipil, khususnya terkait isu prioritas gender dan masyarakat rentan.
Keempat, mendorong Pemerintah dan DPR RI menggali lebih dalam hambatan, kebutuhan, serta mengakomodasi pengalaman perempuan dan kelompok rentan agar dapat mewujudkan program sektor kesehatan yang lebih inklusif dan non-diskriminatif.
Kelima, mendorong Pemerintah dan DPR RI membuka ruang dialog dan partisipasi publik mengenai isu prioritas gender dan masyarakat rentan dalam RUU Kesehatan kepada masyarakat sipil, organisasi profesi, dan kelompok masyarakat terdampak lainnya.
Adapun ruang dialog dan partisipasi publik merupakan perwujudan kolaborasi bersama Pemerintah dengan Masyarakat Sipil yang merupakan bagian dari komitmen Pemerintah mengimplementasikan prinsip Pemerintahan yang Terbuka (Open Government).
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Gender dan Kelompok Rentan sendiri terdiri atas banyak gabungan organisasi antara lain; Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Asosiasi LBH APIK Indonesia, Transmen Indonesia, Cangkang Queer, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta, Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA), Womxn’s Voice, Yayasan Anak Bangsa Merajut Harapan (Angsamerah Foundation), Yayasan IPAS Indonesia, Save All Women and Girls, Yayasan Kesehatan Perempuan, Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia, dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Discussion about this post