Jakarta, Prohealth.id — Dinas Kesehatan Provinsi DKI akan memberikan vaksin COVID-19 Moderna kepada 100.030 orang masyarakat umum/non-nakes dengan 2 dosis dalam selang waktu (interval) 28 hari. Sehingga total dosis vaksin Moderna yang akan diberikan sebanyak 200.060 dosis.
Vaksin produksi Amerika Serikat itu merupakan vaksin COVID-19 dengan platform mRNA dan nukleosida yang dimodifikasi agar dapat membentuk kekebalan tubuh terhadap virus SARS-CoV-2, sehingga dapat mencegah penyakit COVID-19.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Widyastuti mengatakan Vaksin COVID-19 Moderna diberikan kepada masyarakat umum yang belum pernah mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis 1 dan 2, dan tidak ada booster dosis 3.
“Vaksin COVID-19 Moderna diberikan untuk masyarakat yang tidak dapat menggunakan vaksin Astra Zenecca dan Sinovac berdasarkan surat keterangan dokter yang berpraktek di fasilitas kesehatan (FKTP/FKRTL) mana pun (tidak harus BPJS) dan surat tersebut diarsipkan oleh fasilitas kesehatan penyuntik,” kata Widyastuti pada Senin (16/8/2021).
Widyastuti juga menekankan bahwa tidak ada vaksin Moderna booster dosis 3 untuk masyarakat umum, selain untuk SDM Kesehatan. Selanjutnya, vaksin COVID-19 Moderna hanya diberikan kepada warga KTP atau domisili DKI Jakarta, dibuktikan dengan surat domisili yang dikeluarkan minimal oleh RT setempat dan surat tersebut diarsipkan oleh fasilitas kesehatan penyuntik.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, kegiatan vaksinasi memegang peran penting dalam pengendalian pandemi. Hingga 14 Agustus 2021, vaksinasi di Jakarta telah mencapai 8,9 juta untuk suntikan dosis pertama, dan 4,1 juta untuk suntikan dosis kedua.
“Artinya dosis pertama telah tercapai 100 persen, dan dosis 2 telah tercapai 46,8 persen,” katanya.
Ketercapaian vaksinasi, tak dapat dilepaskan peran aktif dan Kolaborasi Pemprov DKI bersama semua pihak. Oleh karena itu Anies menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat.
“Terima kasih kepada Kementerian Kesehatan yang terus memberikan dukungan stok vaksin kepada Jakarta. Juga kepada TNI/Polri dan Kejaksaan yang bekerja erat bersama Pemprov DKI untuk mendorong vaksin, dan begitu banyak pihak termasuk swasta yang juga ikut berkolaborasi mendorong vaksinasi di Jakarta,” ucap Anies.
Penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dilakukan sesuai dengan prosedur dalam Surat Edaran Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Nomor 48/SE/2021 tentang Antisipasi Kejadian Pasca Vaksinasi COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta. Masyarakat dengan penyakit tertentu yang perlu melakukan pemeriksaan penunjang sebelum vaksinasi disesuaikan dengan skema JKN yang berlaku.
Pemberian vaksinasi dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta yang memiliki dokter penyakit dalam dan konsultan alergi imunologi per tanggal 17 Agustus 2021.
Adapun di Jakarta Pusat pemberian vaksin COVID-19 Moderna dapat ditemukan di RSUP Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, RSUD Tarakan, RS St. Carolus, RS Abdi Waluyo, PPKP Balai Kota DKI Jakarta, Pusat Pelayanan Kesehatan Pegawai, dan Puskesmas Kecamatan Menteng.
Untuk Jakarta Utara bisa didapatkan di RSUD Koja, RSUD Cilincing, RSUD Pademangan, RS Mitra Keluarga Kelapa Gading dan Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok.
Sementara di Jakarta Barat bisa menghubungi RS Dharmais, RSUD Cengkareng, RSUD Taman Sari, RSUD Kalideres, RS Pelni, Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan.
Khusus di Jakarta Selatan ada di RSUP Fatmawati, RSUD Pasar Minggu, RSUD Pesanggrahan, RSUD Mampang Prapatan, RS Mayapada Lebak Bulus, RS Pondok Indah, RS Medistra, RS MMC, RSIA Brawijaya, Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Sementara di Jakarta Timur ada di RS Polri Said Sukamto, RSUD Budhi Asih, RSUD Pasar Rebo, RSU Adhyaksa, RSUD Kramat Jati, RS Antam Medika.
SITUASI PANDEMI IBU KOTA MEMBAIK
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menjelaskan bahwa situasi pandemi di Jakarta mulai membaik. Dalam 2 bulan terakhir, kasus aktif di Jakarta naik secara eksponensial hingga mencapai puncaknya pada tanggal 16 Juli 2021 sebanyak 113.137 kasus aktif. Namun, dalam waktu kurang dari satu bulan, kasus aktif Jakarta kini turun ke 9.881 kasus.
“Umumnya, menurunkan kurva (kasus aktif) memakan waktu lebih lama daripada kenaikannya. Namun, berkat kerja keras begitu banyak pihak dan dengan dukungan kedisiplinan warga Jakarta, kita semua berhasil menurunkan kurva kasus aktif kembali ke bawah 10 ribu dalam waktu kurang dari satu bulan sejak puncak gelombang kedua (pada awal Juli 2021),” terang Gubernur Anies dalam paparan yang diunggah Sabtu (14/8/2021) lalu.
Anies juga menjelaskan bahwa puncak penambahan kasus baru harian terjadi pada 12 Juli 2021 dengan angka 14 ribu lebih kasus. Kini, tepat sebulan berlalu, penambahan kasus baru harian turun hingga 1/14-nya.
Hal itu dikarenakan pengawasan pelaksanaan PPKM level 4 secara ketat oleh seluruh jajaran, mulai dari Forkopimda, aparat wilayah, dipadukan dengan kecepatan melacak warga yang terinfeksi agar cepat diisolasi, mampu menurunkan laju kasus baru harian secara tajam mempengaruhi laju penularan.
Data Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia terkait nilai Effective Reproduction Number (Rt), menunjukkan nilai perhitungan terakhir Rt Jakarta tepat di angka 1,0 yang berarti pandemi di Jakarta melandai. Namun Anies mengingatkan agar warga tetap taat protokol kesehatan dan mengurangi mobilitas.
“Artinya pandemi melandai, tapi belum benar-benar terus berkurang ke depannya. Masih ada risiko putar balik atau naik lagi, bila mobilitas penduduk Jakarta tiba-tiba kembali tinggi,” kata Anies.
Penurunan kasus baru, kasus aktif, dan laju penularan memberikan dampak signifikan pada beban fasilitas kesehatan yang berkurang. Nampak bahwa per 12 Agustus 2021 keterisian tempat tidur isolasi di rumah sakit sebesar 33 persen dan keterisian ICU 59 persen.
“Inilah pentingnya menahan kasus baru dan kasus aktif. Karena kapasitas fasilitas kesehatan di DKI bukannya tidak terbatas, tapi jelas ada batasnya,” ujar Anies.
Dia menambahkan, “Kini beban fasilitas kesehatan kita sudah turun jauh. Bahkan, bila diperhatikan, karena beban sudah turun, maka kapasitas perawatan Covid-19 kembali diturunkan untuk memberi ruang bagi perawatan pasien non Covid-19. Bila kapasitas untuk Covid-19 terus kita pertahankan di titik tertinggi, maka angka keterisian RS kita bisa lebih rendah dari 33 persen dan 59 persen”.
Penurunan beban fasilitas kesehatan ikut memberikan sumbangsih mencegah kematian lebih banyak sehingga membuat angka kematian ikut turun. Sejak pertengahan bulan Juni, angka pemakaman protap Covid-19 naik pesat hingga puncaknya di 10 Juli.
Pada saat itu, 400 orang dimakamkan dengan protap Covid-19 setiap harinya di Jakarta. Sedangkan kematian terkonfirmasi COVID-19 sempat mencapai kisaran 200 setiap harinya. Namun kini, angka pemakaman protap Covid-19 telah turun ke kisaran 50-an, dan angka kematian terkonfirmasi Covid-19 turun ke kisaran 40-an.
“Namun, bukan berarti angka 40-50-an hanya sekadar angka. Mereka adalah saudara-saudara kita yang punya keluarga, punya teman yang menyayangi dan membutuhkan mereka. Setiap kematian COVID-19 adalah terlalu banyak, dan harus kita tekan ke titik terendah,” tutur Anies.
AKTIF TES DAN TRACING
Guna menekan laju penularan, Pemprov DKI Jakarta secara konsisten mendorong jumlah tes berkali lipat dari standar WHO. Saat puncak gelombang kedua, jumlah tes di Jakarta sempat mencapai 24 kali lipat standar WHO. Kini saat kurva mulai turun, jumlah tes di Jakarta terus dijaga tetap tinggi, yaitu di kisaran belasan kali lipat standar WHO.
Jumlah testing dan tracing yang tinggi memberikan data yang valid pada tingkat positivitas atau proporsi jumlah orang yang dideteksi positif dibanding jumlah orang yang dites. Tingkat positivitas yang tinggi adalah salah satu indikasi keparahan laju pandemi di suatu wilayah. Syaratnya, jumlah tes harus melebihi standar WHO, agar tingkat positivitas dianggap valid.
Di saat puncak gelombang kedua, tingkat positivitas di Jakarta pernah mencapai 48 persen. “Artinya, dari 2 orang yang dites di Jakarta, salah satunya Covid-19. Ini tingkat positivitas yang amat tinggi bagi Jakarta, tidak pernah terjadi sebelumnya kecuali di masa awal pandemi saat jumlah tes masih sangat sedikit,” ungkap Anies.
Namun kini, tingkat positivitas di Jakarta telah turun di bawah ambang maksimal 10 persen. Meski demikian masih harus diupayakan agar tingkat positivitas ada di bawah ambang batas ideal, yaitu 5 persen.
“Maka dari itu, jangan lengah, dan buru-buru ingin beraktivitas sebebasnya, meninggalkan kewajiban menjaga prokes dan mengurangi mobilitas, dan membuka ruang terhadap munculnya gelombang berikutnya, menyia-nyiakan usaha yang sudah berjalan baik,” tandasnya.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post