Jakarta, Prohealth.id – Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D, temuan Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, jumlah prevalensi perokok di Indonesia memang mengalami penurunan. Sayangnya, secara kumulatif ada kenaikan jumlah perokok sebanyak 8,8 juta per 2021.
“Ini tantangan penting bagi kita semua melakukan upaya penghentian perokok,” tutur dr. Dante dalam konferensi pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia, 31 Mei 2022.
Selain itu, belanja rumah tangga juga menemukan angka untuk belanja rokok melampaui belanja pokok untuk makanan bergizi. Artinya, ini menjadi tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi pemerintah untuk mengedukasi dan mengubah perilaku masyarakat.
“Angka promosi perokok juga meningkat melalui media sosial, media elektronik, dan media lainnya. Yang paling signifikan adalah melalui internet, awalnya di 2011 1,9 persen naik 10 kali persen menjadi 23,4 persen,” sambung dr. Dante.
Dia menyebut pentingnya kolaborasi lintas kementerian untuk bisa mempromosikan ‘Rokok Tidak Keren’ karena komplikasi dari rokok membawa implikasi pada pembiayaan jangka panjang. Ada risiko kesehatan yang besar mengintai dari rokok seperti diabetes, hipertensi, jantung, dan kanker.
Menurut dr. Dante ada banyak faktor naiknya jumlah perokok. Pertama, picture health warning (PHW) dalam bungkus rokok maupun media promosi terbukti tidak efektif selama ini menjadi upaya preventif orang tergoda untuk merokok.
Bahkan, media promosi yang paling besar memberi efek terhadap keinginan merokok adalah iklan atau promosi terselubung di media sosial. Padahal, anak dan remaja adalah pengguna aktif media sosial. Kedua, harga rokok yang terlampau murah dan bisa dijual secara eceran juga menyebabkan orang khususnya anak dan remaja mudah membeli rokok.
“Kita perlu membesar lagi gambar bahaya dan dampak negative merokok, serta tentunya dengan menaikkan cukai rokok,” paparnya.
Dia mengingatkan adanya kandungan karsinogen dalam rokok secara otomatis menurunkan imunitas. Akhirnya tubuh perokok menjadi rentan terhadap penyakit infeksius. Misalnya, para perokok lebih cepat tertular penyakit infeksi maupun penyakit non infeksi karena adanya penurunan fungsi atau organ tubuh.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, dr. Maria Endang Sumiwi, MPH, menyatakan survei GATS 2021 menemukan ada 2,3 persen perokok eksisting sebenarnya memiliki niat untuk berhenti merokok. Oleh karena itu, penting sekali segenap elemen masyarakat mendukung para pecandu rokok untuk berhenti merokok. Dia pun mengingatkan, setiap fasilitas kesehatan mulai dari puskesmas sampai rumah sakit sudah memiliki layanan untuk berhenti merokok.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post