Pada 3 November 2022 Satgas Covid-19 mengumumkan terjadi kenaikan yang signifikan untuk kasus Covid-19 yaitu mencapai 4.951 kasus dengan angka kematian 42 orang.
Di Indonesia subvarian XBB ditemukan pada 26 September 2022. Saat itu, Juru Bicara COVID-19 Kementerian Kesehatan dr. M. Syahril menginformasikan Kasus pertama XBB di Indonesia merupakan transmisi lokal, terdeteksi pada seorang perempuan, berusia 29 tahun yang baru saja kembali dari Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Pasien ini mengalami gejala seperti batuk, pilek dan demam, kemudian melakukan pemeriksaan dan dinyatakan positif pada 26 September. “Setelah menjalani isolasi, pasien telah dinyatakan sembuh pada 3 Oktober” jelas dr. Syahril.
Menyusul temuan tersebut, Kementerian Kesehatan melakukan upaya antisipatif dengan melakukan testing dan tracing terhadap 10 kontak erat. Hasilnya, seluruh kontak erat dinyatakan negatif COVID-19 varian XBB. Dengan demikian, pemerintah pun mengumumkan meski varian baru XBB cepat menular, namun fatalitasnya tidak lebih parah dari varian Omicron. Dengan temuan tersebut, Indonesia belum bisa dikatakan aman dari pandemi COVID-19. Sebab berbagai mutasi varian baru masih berpotensi terus terjadi. Untuk menekan penularan, pemerintah meningkatkan pengawasan kedatangan WNI dan WNA di pintu-pintu masuk negara.
Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia, dr. Adib Khumaidi, Sp.OT., dalam konferensi pers hari yang sama menyatakan ada 755 dokter di Indonesia dinyatakan meninggal akibat Covid-19. Angka ini menunjukkan adanya masalah yang cukup besar karena protokol kesehatan mulai kendor, sementara pandemi Covid-19 di Indonesia belum sepenuhnya tuntas.
“Pandemi di Indonesia belum selesai, beberapa daerah juga mengeluhkan stok vaksin berkurang atau habis, sementara prokes mulai melonggar,” ujar Adib.
Dikutip dari siaran resmi Kementerian Kesehatan, lima juta dosis vaksin Pfizer hibah dari Covax sudah dikirimkan ke 25 provinsi di Indonesia pada 29 Oktober 2022. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemenuhan stok vaksin COVID-19 di daerah sekaligus percepatan pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Dari lima juta vaksin, lebih dari 2.5 juta vaksin sudah didistribusikan ke provinsi/kabupaten/kota, sementara sisanya menjadi buffer stock pusat. Vaksin Pfizer juga bisa digunakan untuk dosis 1, 2, dan booster.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr. Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan, alokasi vaksin ini tertuang dalam Surat Edaran Dirjen P2P No SR.02.06/C/5115/2022 tanggal 24 Oktober 2022 tentang Alokasi Distribusi Vaksin COVID-19 Pfizer Hibah Covax Facility dan Logistik Lain, kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Polda, dan Institusi lainnya.
Dia mengingatkan alur penyuntikan vaksin harus dilakukan dengan saksama sehingga vaksin dapat digunakan sebelum masa penyimpanan berakhir yakni Februari 2023, dan sesuai dengan prinsip penyimpanan Early Expired First Out (EEFO) serta First In First Out (FIFO).
Baca Juga: Kenali Penyakit Ginjal Kronis yang Mengintai Masyarakat, Deteksi Dini Jadi Andalan
Ada beberapa pertimbangan pemerinta menggunakan vaksin Pfizer saat ini. Pertama, vaksin COVID-19 Pfizer merupakan vaksin COVID-19 dengan platform mRNA yang diberikan sebanyak 2 dosis, masing-masing 0,3 ml, secara intramuscular dengan masa interval 21 hari. Vaksin ini dapat diberikan pada kelompok usia mulai 12 tahun keatas sebagaimana dimaksud pada fact-sheet Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan rekomendasi Komite Penasihat Ahli Imunisasi.
Kedua, untuk mendukung kualitas vaksin, maka vaksin dapat disimpan dengan manajamen suhu penyimpanan -70°C dalam cold chain Ultra Low Temperature (ULT) untuk mendukung masa penyimpanan selama 6 bulan. Bisa juga suhu -20°C dalam freezer dengan masa penyimpanan 2 minggu, dan suhu 2 – 8 °C dalam vaccine refrigerator dengan masa penyimpanan 30 hari. Dengan demikian, perencanaan penggunaan harus dilakukan dengan baik sehingga vaksin dapat digunakan sebelum masa penyimpanan berakhir Februari 2023.
Mengawasi penularan XBC
Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Erlina Burhan menjelaskan dua varian baru yaitu varian XBB dan XBC yang mulai tersebar di beberapa negara ini sangat mengintai pasien yang belum pernah terinfeksi Covid-19. Sementara pencapaian vaksinasi dosis 1, 2, dan vaksin booster di Indonesia juga belum optimal.
“Banyak yang mengeluh vaksin Covid-19 habis, padahal varian baru XBB ini menyebarnya cepat sekali,” kata dr. Erlina.
Hal ini terbukti karena dalam dua minggu saja, kasus Covid-19 yang semula terkendali mendadak melonjak dalam satu hari menjadi dua kali lipat.
Varian XBB memang sudah terbukti menyebar di Indonesia. Sebaliknya, varian XBC belum ditemukan di Indonesia. Omicron XBB ini adalah subvarian yang ditemukan perdana pada Agustus 2022 di India. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, sejak 17 Oktober 2022 sudah ada 26 negara yang mengidentifikasi adanya kasus dari varian ini di negara mereka. Sebut saja diantaranya; Amerika Serikat, India, Jepang, Australia, Bangladesh, dan Denmark. Subvarian ini cukup dominan di Singapura hingga mencapai 54 persen kasus pada pekan kedua bulan Oktober lalu, pada pekan sebelumnya hanya 22 persen.
“Menurut observasi sementara, negara yang memiliki XBB memang penularannya dianggap sama dengan varian lain yang sudah ada,” ujar Erlina.
Baca Juga: Ketika Beli Minuman Berpemanis Bonus Penyakit
Meski demikian, varian ini wajib diwaspadai karena XBC adalah rekombinan dari varian Delta dan Omicron. Artinya, dia memiliki risiko gejala klinis yang serupa dengan varian Delta. “Meski demikian belum ada bukti ilmiah mengenai perbedaan kemampuan penularan dan keparahan gejala,” sambung dr. Erlina.
Dia mengingatkan, varian XBC ini sudah menyebar di Filipina. Secara geografis, Indonesia dan Filipina sangat dekat dan mobilisasi warga dua negara cukup tinggi. Apalagi, saat ini subvarian XBC tercatat sudah mencapai 193 kasus di Filipina. Laporan berita dari CNN Filipina juga menyampaikan bahwa penularan XBC ini sudah mencapai transmisi lokal dengan kematian mencapai 5 kasus. Oleh sebabnya, dr. Erlina mengingatkan berkaca dari kasus XBB yang berawal di Singapura, tidak menutup kemungkinan jika protokol kesehatan tidak diterapkan dengan optimal varian XBC bisa menembus pertahanan Indonesia.
Tetap waspada
Lebih lanjut, dr. Erlina mengingatkan gejala XBB dan XBC secara umum serupa dengan gejala Covid-19 yakni; demam, batuk, sesak, lemas, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, pilek, mual, muntah hingga diare.
Sekalipun belum ada laporan bukti ilmiah resmi karena XBC adalah subvarian Delta yang cukup berbahaya, maka gejala anosmia (kehilangan indera penciuman) dan ageusia sebagai dua gejala khas varian Delta juga masih sangat mungkin dialami pasien.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah mengingatkan, bahwa kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia pada Juli hingga Agustus 2022 memang lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya. Meski begitu, tingkat kewaspadaan perlu tetap diterapkan bahkan ditingkatkan karena akan menghadapi awal tahun 2023 yang biasanya kasus melonjak pasca libur natal dan tahun baru.
Dia mengambil contoh, kenaikan kasus terlihat di negara tetangga Indonesia seperti Singapura. Pasalnya, kenaikan kasus COVID-19 di Singapura yang awalnya hanya ratusan kasus, sekejak naik menjadi 6.000 kasus per hari, lebih tinggi dari kenaikan kasus di Indonesia yang cuma 2.000 kasus per hari.
Pada bulan Juli hingga Agustus 2022 hampir seluruh dunia mengalami kenaikan yang tinggi karena varian Omicron B4 dan B5. Sementara di Indonesia pada bulan tersebut termasuk satu dari beberapa negara seperti India dan Cina yang kenaikannya sangat sedikit. Kondisi tersebut disebabkan strategi penanganan pandemi di Indonesia yang relatif lebih baik. Terbukti, selama enam bulan dari awal tahun Indonesia tidak mengalami lonjakan kasus. Padahal biasanya enam bulan awal merupakan siklus kenaikan gelombang karena ada varian baru.
“Jadi artinya memang Indonesia sudah berhasil menangani pandemi dengan recovery lebih baik. Terutama di bulan Juli hingga Agustus ini masih ada tantangan karena varian baru masih akan tumbuh,” ucap Budi.
Dia menilai Indonesia beruntung karena vaksinasi di Indonesia berjalan dengan baik yakni 440 juta dosis disuntikkan ke lebih dari 204 juta populasi kita, sehingga imunitas dari masyarakat makin kuat. Begitu pula dengan protokol kesehatan yang dia klaim lebih konservatif karena masyarakat sudah terbiasa memakai masker, saat negara-negara lain sudah membuka masker. Meski demikian, penggunaan masker saja tidak cukup untuk mengatasi Covid-19. Masyarakat harus disiplin protokol kesehatan lain dengan rajin cuci tangan, dan melakukan vaksinasi booster.
“Mudah-mudahan nanti di Januari-Februari 2023 kita bisa mencegah kenaikan kasus dengan baik seperti di bulan Juli – Agustus tahun ini. Sehingga Indonesia akan menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang selama 12 bulan berturut-turut tidak mengalami ada lonjakan kasus,” ungkapnya.
Selanjutnya: CEK FAKTA: Penyakit Ginjal Misterius Pada Anak Masih Dicari Penyebabnya
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Cek artikel lain di Google News
Discussion about this post